Dikecewakan SBY, Istri Munir Gantungkan Harapan pada Jokowi

Senin, 08 September 2014 - 08:43 WIB
Dikecewakan SBY, Istri Munir Gantungkan Harapan pada Jokowi
Dikecewakan SBY, Istri Munir Gantungkan Harapan pada Jokowi
A A A
JAKARTA - Suciwati Munir membuat petisi memperingati 10 tahun wafatnya sang suami aktivis HAM Munir Said Thalib. Ia menujukan petisi tersebut kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Ia menagih menagih janji Presiden SBY untuk mengungkap pelaku pembunuhan suaminya lewat website change.org. Hingga hari ini, Senin (8/9/2014) sudah sebanyak 7.753 tandatangan yang mendukung petisi ini.

Di dalam petisi itu, Suciwati menyinggung kembali komitmen SBY 10 tahun lalu yang menyatakan akan mengusut tuntas peristiwa pembunuhan Munir.

"Sepuluh tahun lalu Anda berkata “Kasus Munir adalah 'test of our history'.” Ujian sejarah kita. Sejarah bangsa Republik Indonesia," ujar Suciwati.

Namun di penghujung pemerintahan SBY, kesabaran dirinya bersama korban pelanggaran berat HAM menunggu tindak nyata selama sewindu hanyalah janji palsu. Suciwati merasa harapannya pupus.

"Sungguh yang Anda wariskan hanyalah hutang pada generasi anak bangsa, hutang sejarah pelanggaran HAM dan kekebalan hukum penjahat kemanusiaannya," ujar Suciwati dalam sebuah petikan kalimat pada petisi itu.

Suciwati juga menyinggung nama Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam petisi tersebut. Ia menyampaikan harapannya kepada Jokowi dan JK agar menjadi pemimpin yang berani menindak para pelaku HAM berat ke pengadilan. Meski disadarinya, dalang pembunuh Munir bukanlah orang biasa.

"Sekarang, saya beralih kepada Bapak Presiden terpilih Ir Joko Widodo, dan Bapak Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla. Saya ingin berbagi kerinduan, betapa saya dan rakyat Indonesia merindukan presiden dan wakil yang berani. Berani bertindak menuntut pelanggar HAM berat ke pengadilan," tulisnya.

Berikut ini kalimat lengkap petisi online yang digalang Suciwati Munir di change.org :

Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,
Apa kabar di hari-hari akhir pemerintahan Anda? Masihkah memegang janji untuk mengungkap dalang pelaku pembunuhan suami saya, Munir? Sepuluh tahun lalu Anda berkata “Kasus Munir adalah 'test of our history'.” Ujian sejarah kita. Sejarah bangsa Republik Indonesia.

Di ujung pemerintahan Anda yang kedua ini saya ingatkan lagi bahwa saya bersama korban pelanggaran HAM berat berdiri diam setiap Kamis sore selama sewindu lebih di depan istana megah Anda, bersama ratusan surat yang kami antarkan ke Istana. Agar Anda ingat dan berani.

Menuntaskan perkara yang Anda janjikan saja tidak 'berhasil' apalagi yang lainnya. Sungguh yang Anda wariskan hanyalah hutang pada generasi anak bangsa, hutang sejarah pelanggaran HAM dan kekebalan hukum penjahat kemanusiaannya.

Bapak Presiden,
Indonesia kini memiliki Presiden baru yaitu Joko Widodo dan Wakilnya Jusuf Kalla, wakil presiden era pertama pemerintahan Anda yang pasti tahu janji Anda. Oktober ini mereka dilantik menggantikan Anda. Jika memang Anda tidak lagi meyakini kemampuan kepresidenan Anda, maka saya ingin langsung menempatkan warisan yang tidak pernah Anda selesaikan ini, saya tagihkan kepada mereka.

Saya sadar, dalang pembunuh Munir bukan orang biasa. Bukan orang yang luar biasa. Tapi sangat luar biasa. Barangkali pembunuh itu bisa mempengaruhi begitu banyak petinggi kekuasaan sehingga dirinya tak tersentuh oleh hukum. Itu tidak melemahkan saya dan kawan-kawan yang mencintai Munir. Tidak sedikit pun membuat kami mundur demi memperjuangkan keadilan untuk Munir.

Keadilan itu menjadi keadilan yang tak terpisahkan dengan keadilan bagi para korban pelanggaran HAM berat masa lalu. Kami prihatin karena tak satu pun perkara ini dapat Anda selesaikan. Yang kita lihat saat ini akan dicatat oleh sejarah, tentu bukan dengan tinta emas.

Sekarang, saya beralih kepada Bapak Presiden terpilih Ir. Joko Widodo, dan Bapak Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla. Saya ingin berbagi kerinduan, betapa saya dan rakyat Indonesia merindukan presiden dan wakil yang berani. Berani bertindak menuntut pelanggar HAM berat ke pengadilan.

Ini bukan mengungkit luka. Ini untuk penyembuh luka sejarah bangsa kita. Kami butuh lilin penerang untuk masa depan. Pemimpin yang meluruskan sejarah kelam agar itu tak terjadi lagi. Peradaban, dimulai dari pemberani yang melakukan perubahan menjadi lebih baik. Andakah itu Pak Jokowi dan Pak JK?

Kami seluruh anak bangsa ini sungguh-sungguh merindukan sosok itu ke depan. Saya menunggu dengan sepenuh cinta untuk perubahan negeri ini menjadi lebih baik.

Salam dari saya orang biasa, seorang perempuan, seorang ibu, seorang istri yang dipisahkan dari suaminya dengan cara yang menginjak perikemanusiaan bangsa kita, Republik Indonesia.

22 Agustus 2014
Suciwati
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4671 seconds (0.1#10.140)