Soal Insiden Natuna, China Dinilai Tak Hargai Kedaulatan RI
A
A
A
JAKARTA - DPR meminta pemerintah meningkatkan patroli di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Permintaan itu menyikapi tindakan kapal penjaga pantai China di Laut Natuna, beberapa hari lalu.
Anggota Komisi I DPR Tantowi Yahya berpendapat semangat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan TNI Angkatan Laut untuk menjaga setiap jengkal wilayah perairan Indonesia dari berbagai pencurian tidak boleh kendur.
"Kegiatan patroli di lautan ZEE harus ditingkatkan agar eksistensi kita kelihatan," kata Tantowi kepada wartawan melalui pesan singkat, Selasa (22/3/2016). (Baca juga: Setelah Diprotes Keras, China Akui Natuna Milik Indonesia)
Dia mengatakan, insiden di laut Natuna yang melibatkan Kapal Hiu 11 milik KKP dengan kapal patroli pantai China mengisyaratkan dua hal penting.
Pertama, kata dia, aktivitas pencarian ikan yang dilakukan oleh kapal-kapal nelayan China ternyata di-back-up oleh pemerintahnya. Kedua, lanjut dia, Pemerintah China ternyata tidak begitu sreg dengan ketegasan pemerintah Indonesia dalam mengamankan perairan dari berbagai pencurian.
"Insiden tersebut hendaknya dijadikan kajian mendalam bagi pemerintah Jokowi bahwa pemerintah China yang katanya ingin menjadikan kita sahabat baik, ternyata tidak menghargai kedaulatan kita," ucap politikus Partai Golkar ini.
Dia mengungkapkan, pihak China awalnya mengklaim sebagian perairan Natuna masuk wilayahnya. "Namun setelah protes keras Indonesia, mereka akhirnya mengakui. Itu artinya, titik-titik kosong di lautan harus diantisipasi agar tidak diklaim negara lain," katanya. (Baca juga: Antisipasi Konflik, TNI AL Pantau Situasi Perairan Natuna)
Diketahui, pada operasi akhir pekan lalu, Kapal Hiu 11 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan melakukan upaya penangkapan KM Kway Fey 10078 di Perairan Natuna, Sabtu 19 Maret 2016.
Proses penangkapan oleh tim KKP dan TNI AL dari Kapal Hiu 11 tidak berjalan mulus lantaran sebuah kapal penjaga pantai China secara sengaja menabrak KM Kway Fey 10078, Minggu 20 Maret 2016 dini hari ketika operasi penggiringan kapal nelayan ilegal dilakukan.
Manuver berbahaya itu diduga untuk mempersulit Kapal Hiu 11 menahan awak KM Kway Fey 10078. Ada dua jenis pelanggaran yang dilakukan kapal penjaga pantai China dalam kacamata Kementerian Luar Negeri.
Pertama, pelanggaran coast guard tiongkok terhadap hak berdaulat dan juridiksi Indonesia di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan landas kontingen. Sedangkan pelanggaran kedua, kapal China menghalang-halangi proses penegakan hukum aparat Indonesia.
Sebenarnya, insiden masuknya kapal berbendera China ke Natuna sudah beberapa kali terjadi. Pada 22 November 2015, TNI AL dari Armada Barat pernah mengusir kapal yang masuk ke ZEE di sekitar Natuna.
PILIHAN:
Lakukan Pertemuan Bilateral, Fadli Zon Perkuat Diplomasi Pemerintah
Anggota Komisi I DPR Tantowi Yahya berpendapat semangat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan TNI Angkatan Laut untuk menjaga setiap jengkal wilayah perairan Indonesia dari berbagai pencurian tidak boleh kendur.
"Kegiatan patroli di lautan ZEE harus ditingkatkan agar eksistensi kita kelihatan," kata Tantowi kepada wartawan melalui pesan singkat, Selasa (22/3/2016). (Baca juga: Setelah Diprotes Keras, China Akui Natuna Milik Indonesia)
Dia mengatakan, insiden di laut Natuna yang melibatkan Kapal Hiu 11 milik KKP dengan kapal patroli pantai China mengisyaratkan dua hal penting.
Pertama, kata dia, aktivitas pencarian ikan yang dilakukan oleh kapal-kapal nelayan China ternyata di-back-up oleh pemerintahnya. Kedua, lanjut dia, Pemerintah China ternyata tidak begitu sreg dengan ketegasan pemerintah Indonesia dalam mengamankan perairan dari berbagai pencurian.
"Insiden tersebut hendaknya dijadikan kajian mendalam bagi pemerintah Jokowi bahwa pemerintah China yang katanya ingin menjadikan kita sahabat baik, ternyata tidak menghargai kedaulatan kita," ucap politikus Partai Golkar ini.
Dia mengungkapkan, pihak China awalnya mengklaim sebagian perairan Natuna masuk wilayahnya. "Namun setelah protes keras Indonesia, mereka akhirnya mengakui. Itu artinya, titik-titik kosong di lautan harus diantisipasi agar tidak diklaim negara lain," katanya. (Baca juga: Antisipasi Konflik, TNI AL Pantau Situasi Perairan Natuna)
Diketahui, pada operasi akhir pekan lalu, Kapal Hiu 11 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan melakukan upaya penangkapan KM Kway Fey 10078 di Perairan Natuna, Sabtu 19 Maret 2016.
Proses penangkapan oleh tim KKP dan TNI AL dari Kapal Hiu 11 tidak berjalan mulus lantaran sebuah kapal penjaga pantai China secara sengaja menabrak KM Kway Fey 10078, Minggu 20 Maret 2016 dini hari ketika operasi penggiringan kapal nelayan ilegal dilakukan.
Manuver berbahaya itu diduga untuk mempersulit Kapal Hiu 11 menahan awak KM Kway Fey 10078. Ada dua jenis pelanggaran yang dilakukan kapal penjaga pantai China dalam kacamata Kementerian Luar Negeri.
Pertama, pelanggaran coast guard tiongkok terhadap hak berdaulat dan juridiksi Indonesia di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan landas kontingen. Sedangkan pelanggaran kedua, kapal China menghalang-halangi proses penegakan hukum aparat Indonesia.
Sebenarnya, insiden masuknya kapal berbendera China ke Natuna sudah beberapa kali terjadi. Pada 22 November 2015, TNI AL dari Armada Barat pernah mengusir kapal yang masuk ke ZEE di sekitar Natuna.
PILIHAN:
Lakukan Pertemuan Bilateral, Fadli Zon Perkuat Diplomasi Pemerintah
(dam)