Terjerat Kondisi, Anggota DPR Maklumi Terbitnya Perppu Cipta Kerja
loading...
A
A
A
JAKARTA - Alasan pemerintah mengeluarkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja dimaklumi sejumlah pihak. Salah satunya datang dari Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo.
Menurutnya, keputusan tersebut diambil pemerintah dalam rangka melindungi perekonomian negara yang masih dalam tahap pemulihan. Kemudian dari sisi geopolitik sedang tidak menguntungkan akibat perang Rusia dan Ukraina yang telah berdampak luar terhadap perekonomian dunia.
Belum lagi, pada 2023 dunia tidak terkecuali Indonesia dibayangi ancaman-ancaman resesi, inflasi, dan suku bunga yang tidak mudah diprediksi. Selain itu, ancaman kelangkaan pangan global juga bisa berdampak ke Tanah Air.
"Saya kira itu menjadi salah satu alasan mengapa dikeluarkannya perppu seperti yang disampaikan oleh pemerintah. Kita sadari bahwa Perppu ini sebenarnya kan subjektifitas pemerintah, subjektifitas presiden, untuk menyikapi atau untuk mengeluarkan Perppu ini, meskipun subjektif, tetapi dalam rangka mengambil keputusan dikeluarkannya perppu itu berdasarkan objektivitas situasi dan kondisi di lapangan ya," ujarnya, Rabu (18/1/2023).
Rahmad menilai, dikeluarkannya Perppu Cipta Kerja juga sebagai 'kuda-kuda' antisipasi jangan sampai perekonomian Indonesia jatuh semakin dalam. Sebab, Presiden Joko Widodo sudah berulang kali menyampaikan 2023 adalah ancaman krisis. Hal itu bisa dilihat dari sudah banyaknya negara yang berharap mendapat bantuan dari IMF.
"Nah ini sebagai bentuk pasang kuda-kuda antisipasi jangan sampai itu terjebak ke dalam perekonomian yang semakin dalam, suasana geo politik yang merugikan dari sisi ekonomi, itu yang menjadi pertimbangan ya," sebutnya.
Kendati demikian, Rahmad juga memaklumi dan memahami pihak yang menolak diterbitkannya Perppu. Selalu ada pro dan kontra dalam setiap kebijakan yang diambil, tidak terkecuali undang-undang yang sudah melalui pembahasan panjang dengan melibatkan stakeholder, masyarakat, hingga akademisi.
"Sebab hampir dipastikan memang tidak menyenangkan semua pihak. Ada pro dan kontra, apalagi dengan adanya perppu ini yang memang subjektifitas pemerintah atas objektifitas kondisi di lapangan sehingga pemerintah mengeluarkan itu, sehingga pro dan kontra bisa dipahami, setuju dan tidak setuju bisa dipahami," tururnya.
Sementara itu, Rahmad meminta semua pihak tidak hanya menyoroti Perppu terkait isu tenaga kerja saja. Ada banyak klaster didl dalamnya. Selain itu, perlu dipahami bahwa terbitnya Perppu bukan berarti UU Cipta Kerja akan segera disahkan begitu saja.
"Masih banyak ruang meski Perppu akhirnya diterima. Sebab pemerintah harus membuat aturan turunan, nah ini ruang yang bisa dimanfaatkan oleh semua pihak," imbuhnya.
Rahmad menilai masih ada ruang bagi masyarakat yang masih menolak untuk memanfaatkan ruang hukum melalui Mahkamah Konstitusi (MK). "Pemerintah harus melakukan pembahasan yang melibatkan semua stakeholder secara komprehensif, holistik, dan menyeluruh," tambahnya.
Menurutnya, keputusan tersebut diambil pemerintah dalam rangka melindungi perekonomian negara yang masih dalam tahap pemulihan. Kemudian dari sisi geopolitik sedang tidak menguntungkan akibat perang Rusia dan Ukraina yang telah berdampak luar terhadap perekonomian dunia.
Belum lagi, pada 2023 dunia tidak terkecuali Indonesia dibayangi ancaman-ancaman resesi, inflasi, dan suku bunga yang tidak mudah diprediksi. Selain itu, ancaman kelangkaan pangan global juga bisa berdampak ke Tanah Air.
"Saya kira itu menjadi salah satu alasan mengapa dikeluarkannya perppu seperti yang disampaikan oleh pemerintah. Kita sadari bahwa Perppu ini sebenarnya kan subjektifitas pemerintah, subjektifitas presiden, untuk menyikapi atau untuk mengeluarkan Perppu ini, meskipun subjektif, tetapi dalam rangka mengambil keputusan dikeluarkannya perppu itu berdasarkan objektivitas situasi dan kondisi di lapangan ya," ujarnya, Rabu (18/1/2023).
Rahmad menilai, dikeluarkannya Perppu Cipta Kerja juga sebagai 'kuda-kuda' antisipasi jangan sampai perekonomian Indonesia jatuh semakin dalam. Sebab, Presiden Joko Widodo sudah berulang kali menyampaikan 2023 adalah ancaman krisis. Hal itu bisa dilihat dari sudah banyaknya negara yang berharap mendapat bantuan dari IMF.
"Nah ini sebagai bentuk pasang kuda-kuda antisipasi jangan sampai itu terjebak ke dalam perekonomian yang semakin dalam, suasana geo politik yang merugikan dari sisi ekonomi, itu yang menjadi pertimbangan ya," sebutnya.
Kendati demikian, Rahmad juga memaklumi dan memahami pihak yang menolak diterbitkannya Perppu. Selalu ada pro dan kontra dalam setiap kebijakan yang diambil, tidak terkecuali undang-undang yang sudah melalui pembahasan panjang dengan melibatkan stakeholder, masyarakat, hingga akademisi.
"Sebab hampir dipastikan memang tidak menyenangkan semua pihak. Ada pro dan kontra, apalagi dengan adanya perppu ini yang memang subjektifitas pemerintah atas objektifitas kondisi di lapangan sehingga pemerintah mengeluarkan itu, sehingga pro dan kontra bisa dipahami, setuju dan tidak setuju bisa dipahami," tururnya.
Sementara itu, Rahmad meminta semua pihak tidak hanya menyoroti Perppu terkait isu tenaga kerja saja. Ada banyak klaster didl dalamnya. Selain itu, perlu dipahami bahwa terbitnya Perppu bukan berarti UU Cipta Kerja akan segera disahkan begitu saja.
"Masih banyak ruang meski Perppu akhirnya diterima. Sebab pemerintah harus membuat aturan turunan, nah ini ruang yang bisa dimanfaatkan oleh semua pihak," imbuhnya.
Rahmad menilai masih ada ruang bagi masyarakat yang masih menolak untuk memanfaatkan ruang hukum melalui Mahkamah Konstitusi (MK). "Pemerintah harus melakukan pembahasan yang melibatkan semua stakeholder secara komprehensif, holistik, dan menyeluruh," tambahnya.
(rca)