KPU Wacanakan Sistem Proporsional Tertutup, PAN Ingatkan Putusan MK
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) sedang mengkaji kemungkinan menggunakan sistem pemilihan proporsional tertutup pada Pemilu 2024 . Ketua KPU Hasyim Asy'ari dalam refleksi akhir tahun, Kamis (29/12/2022). Namun hal ini bergantung pada putusan judicial review yang sedang berlangsung di Mahkamah Konstitusi.
Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR Saleh Partaonan Daulay mengingatkan bahwa pada 2008 Mahkamar Konstitusi telah menetapkan pemilu menggunakaan sistem pemilihan proporsional terbuka.
Ketika itu, dalam pertimbangan putusannya, Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi memberikan argumen bahwa sistem penetapan anggota legislatif berdasarkan nomor urut bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dijamin konstitusi.
Sebab kehendak rakyat yang tergambar dari pilihan mereka tidak diindahkan dalam penetapan anggota legislatif. Bahkan lebih lanjut Arsyad kala itu mengatakan bahwa dasar filosofi dari setiap pemilihan atas orang untuk menentukan pemenang adalah berdasarkan suara terbanyak.
Menurut Arsyad, memberlakukan sistem nomor urut berarti memasung hak suara rakyat untuk memilih sesuai pilihannya. Selain itu, sistem ini telah mengabaikan tingkat legitimasi politik calon terpilih.
"Argumen itu jelas tertuang dalam pertimbangan hukum majelis ketika itu. Tentu sangat aneh, jika argumen bagus dan rasional seperti itu dikalahkan," ujar Saleh Daulay, Jumat (30/12/2022).
Apalagi kata Saleh putusan MK itu kan sifatnya final dan mengikat. "Kalau sudah final, sudah mengikat, sudah dipraktikkan, kok masih mau diubah? Kelihatannya ada yang memiliki agenda besar di dalam pengujian pasal sistem pemilu ini," tambah Saleh.
Saleh berharap agar para hakim konstitusi tetap konsisten dengan putusan yang sudah pernah dibuat oleh para hakim sebelumnya. Hal tersebut kata dia penting untuk menjaga wibawa dan kepercayaan masyarakat kepada lembaga peradilan kita.
"Terutama kepada Mahkamah Konstitusi yang lebih dikenal sebagai the guardiance of the constitution," pungkas Saleh.
Lihat Juga: Dilantik Jadi Anggota KPU, Iffa Rosita Berharap Mitigasi Permasalahan Hukum di Pilkada 2024 Bisa Diatasi
Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR Saleh Partaonan Daulay mengingatkan bahwa pada 2008 Mahkamar Konstitusi telah menetapkan pemilu menggunakaan sistem pemilihan proporsional terbuka.
Ketika itu, dalam pertimbangan putusannya, Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi memberikan argumen bahwa sistem penetapan anggota legislatif berdasarkan nomor urut bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dijamin konstitusi.
Sebab kehendak rakyat yang tergambar dari pilihan mereka tidak diindahkan dalam penetapan anggota legislatif. Bahkan lebih lanjut Arsyad kala itu mengatakan bahwa dasar filosofi dari setiap pemilihan atas orang untuk menentukan pemenang adalah berdasarkan suara terbanyak.
Menurut Arsyad, memberlakukan sistem nomor urut berarti memasung hak suara rakyat untuk memilih sesuai pilihannya. Selain itu, sistem ini telah mengabaikan tingkat legitimasi politik calon terpilih.
"Argumen itu jelas tertuang dalam pertimbangan hukum majelis ketika itu. Tentu sangat aneh, jika argumen bagus dan rasional seperti itu dikalahkan," ujar Saleh Daulay, Jumat (30/12/2022).
Apalagi kata Saleh putusan MK itu kan sifatnya final dan mengikat. "Kalau sudah final, sudah mengikat, sudah dipraktikkan, kok masih mau diubah? Kelihatannya ada yang memiliki agenda besar di dalam pengujian pasal sistem pemilu ini," tambah Saleh.
Saleh berharap agar para hakim konstitusi tetap konsisten dengan putusan yang sudah pernah dibuat oleh para hakim sebelumnya. Hal tersebut kata dia penting untuk menjaga wibawa dan kepercayaan masyarakat kepada lembaga peradilan kita.
"Terutama kepada Mahkamah Konstitusi yang lebih dikenal sebagai the guardiance of the constitution," pungkas Saleh.
Lihat Juga: Dilantik Jadi Anggota KPU, Iffa Rosita Berharap Mitigasi Permasalahan Hukum di Pilkada 2024 Bisa Diatasi
(muh)