Survei Catat Jokowi Lebih Baik dari SBY, Demokrat: Banyak Bias
loading...
A
A
A
JAKARTA - Partai Demokrat mengkritik hasil survei Charta Politika yang mencatat penilaian publik bahwa pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) lebih baik ketimbang pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Menurut Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat Irwan, banyak bias dalam survei tersebut.
“Mas Yunarto sendiri yang menyatakan bahwa pemerintahan era Pak SBY dan Pak Jokowi tidak bisa dibandingkan secara apple to apple. Artinya, survei tersebut ada keterbatasan,” kata pria yang akrab disapa Irwan Fecho ini kepada wartawan, Minggu (25/12/2022).
Irwan menjelaskan, pertama, secara metodologis, poin pertanyaan yang membandingkan pemerintahan era SBY dan Jokowi menggunakan diksi “lebih baik mana” sarat dengan bias. Karena sulit bagi responden untuk mengingat pemerintahan era SBY yang sudah terjadi lebih dari 8 tahun lalu. Sedangkan ketika ditanyakan tentang pemerintahan era Jokowi saat ini, responden sedang merasakan sehingga lebih mudah untuk menjawabnya.
“Dari sisi metodologis cara menanyakan pertanyaan membandingkan ini sudah bias. Karena jarak waktunya sudah terlampau jauh. Kemampuan mengingat responden juga terbatas,” ujarnya.
Kedua, Irwan melanjutkan, hasil dari pertanyaan tersebut juga bersifat sangat umum. Menurutnya, lebih baik dan tidak baik dari sisi apa tidak begitu rinci dan jelas. Contohnya seperti pertumbuhan ekonomi di era SBY menyentuh angka 6%, padahal pencapaian itu belum pernah diraih Jokowi sampai saat ini, SBY juga sukses meningkatkan pendapatan per kapita hingga 3,5 kali lipat dari era Megawati Soekarnoputri. Sementara di era Jokowi saat ini, pendapatan per kapita baru naik 1,5 kali lipat dari era SBY.
“Nah apa harus begitu membandingkannya, ini kan tidak jelas. Karena memang sudah bias secara metodologis cara menanyakan pertanyaan tersebut, maka memang tidak bisa dirincikan dan dijelaskan lebih dalam lagi. Dari yang bersifat umum saja sudah bias, bagaimana yang bersifat khusus, tentu akan makin besar biasnya,” ungkap legislator asal Kalimantan Timur ini.
Ketiga, sambung Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI ini, 47,5% responden menyatakan lebih baik pemerintahan era Jokowi dan 40,4% menyatakan lebih baik pemerintahan era SBY. Menurutnya, selisihnya terlampau tipis atau hanya berkisar 7,1% dengan margin of error (MoE) 2,83%.
“Tingkat selisih yang begitu tipis itu menandakan bahwa bisa saja hasilnya justru terbalik. Lebih baik era pemerintahan Pak SBY daripada era Pak Jokowi. Terlebih ada masalah bias metodologis seperti yang tadi saya sebutkan,” imbuhnya.
Selain itu, Irwan Fecho menambahkan, secara etika hasil survei itu juga bermasalah karena antara dua pemerintahan itu tidak mungkin dibanding-bandingkan mengingat situasi dan kondisi yang dihadapi juga berbeda.
“Masyarakat juga sudah berubah, dan pemerintahan era Pak Jokowi juga masih berlangsung hingga 2024, sedangkan pemerintahan era Pak SBY sudah selesai lebih dari delapan tahun lalu,” tandas Ketua DPD Demokrat Kaltim ini.
“Mas Yunarto sendiri yang menyatakan bahwa pemerintahan era Pak SBY dan Pak Jokowi tidak bisa dibandingkan secara apple to apple. Artinya, survei tersebut ada keterbatasan,” kata pria yang akrab disapa Irwan Fecho ini kepada wartawan, Minggu (25/12/2022).
Irwan menjelaskan, pertama, secara metodologis, poin pertanyaan yang membandingkan pemerintahan era SBY dan Jokowi menggunakan diksi “lebih baik mana” sarat dengan bias. Karena sulit bagi responden untuk mengingat pemerintahan era SBY yang sudah terjadi lebih dari 8 tahun lalu. Sedangkan ketika ditanyakan tentang pemerintahan era Jokowi saat ini, responden sedang merasakan sehingga lebih mudah untuk menjawabnya.
“Dari sisi metodologis cara menanyakan pertanyaan membandingkan ini sudah bias. Karena jarak waktunya sudah terlampau jauh. Kemampuan mengingat responden juga terbatas,” ujarnya.
Kedua, Irwan melanjutkan, hasil dari pertanyaan tersebut juga bersifat sangat umum. Menurutnya, lebih baik dan tidak baik dari sisi apa tidak begitu rinci dan jelas. Contohnya seperti pertumbuhan ekonomi di era SBY menyentuh angka 6%, padahal pencapaian itu belum pernah diraih Jokowi sampai saat ini, SBY juga sukses meningkatkan pendapatan per kapita hingga 3,5 kali lipat dari era Megawati Soekarnoputri. Sementara di era Jokowi saat ini, pendapatan per kapita baru naik 1,5 kali lipat dari era SBY.
“Nah apa harus begitu membandingkannya, ini kan tidak jelas. Karena memang sudah bias secara metodologis cara menanyakan pertanyaan tersebut, maka memang tidak bisa dirincikan dan dijelaskan lebih dalam lagi. Dari yang bersifat umum saja sudah bias, bagaimana yang bersifat khusus, tentu akan makin besar biasnya,” ungkap legislator asal Kalimantan Timur ini.
Ketiga, sambung Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI ini, 47,5% responden menyatakan lebih baik pemerintahan era Jokowi dan 40,4% menyatakan lebih baik pemerintahan era SBY. Menurutnya, selisihnya terlampau tipis atau hanya berkisar 7,1% dengan margin of error (MoE) 2,83%.
“Tingkat selisih yang begitu tipis itu menandakan bahwa bisa saja hasilnya justru terbalik. Lebih baik era pemerintahan Pak SBY daripada era Pak Jokowi. Terlebih ada masalah bias metodologis seperti yang tadi saya sebutkan,” imbuhnya.
Selain itu, Irwan Fecho menambahkan, secara etika hasil survei itu juga bermasalah karena antara dua pemerintahan itu tidak mungkin dibanding-bandingkan mengingat situasi dan kondisi yang dihadapi juga berbeda.
“Masyarakat juga sudah berubah, dan pemerintahan era Pak Jokowi juga masih berlangsung hingga 2024, sedangkan pemerintahan era Pak SBY sudah selesai lebih dari delapan tahun lalu,” tandas Ketua DPD Demokrat Kaltim ini.
(muh)