Sahat Tua Simanjuntak Diduga Terima Suap Rp5 Miliar Terkait Dana Hibah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua DPRD Jawa Timur (Jatim) Sahat Tua P Simanjuntak (STPS) diduga telah menerima total uang suap sebesar Rp5 miliar. Uang itu berkaitan dengan pengurusan alokasi dana hibah yang bersumber dari APBD Jatim.
“Diduga dari pengurusan alokasi dana hibah untuk Pokmas, tersangka STPS telah menerima uang sekitar Rp5 miliar," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak saat menggelar konferensi pers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (16/12/2022) dini hari.
KPK telah menetapkan Sahat Simanjuntak sebagai tersangka. Sahat ditetapkan tersangka kasus dugaan suap terkait pengurusan alokasi dana hibah Jatim. Sahat ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya.
Tiga tersangka lainnya tersebut yakni, Staf Ahli Sahat, Rusdi (RS); Kepala Desa Jelgung, Kabupaten Sampang sekaligus Koordinator Kelompok Masyarakat (Pokmas) Abdul Hamid (AH), serta Koordinator Lapangan Pokmas Ilham Wahyudi (IW) alias Eeng. Perkara ini bermula saat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim merealisasikan dana belanja hibah dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp7,8 triliun kepada badan, lembaga, organisasi masyarakat.
Dana hibah tersebut disistribusikan lewat kelompok masyarakat (Pokmas) guna kebutuhan proyek infrastruktur hingga sampai tingkat pedesaan. Pengusulan dana belanja hibah tersebut merupakan aspirasi dari para anggota DPRD Provinsi Jatim.
Sahat yang merupakan Wakil Ketua DPRD Jatim kemudian menawarkan untuk membantu dan memperlancar pengusulan pemberian dana hibah dengan kesepakatan pemberian sejumlah uang sebagai uang muka (ijon). Abdul Hamid bersedia menerima tawaran tersebut.
"Diduga ada kesepakatan antara tersangka STPS dengan tersangka AH setelah adanya pembayaran komitmen fee ijon, maka tersangka STPS juga mendapatkan bagian 20 persen dari nilai penyaluran dana hibah yang akan disalurkan. Sedangkan tersangka AH mendapatkan bagian 10 persen," kata Johanis.
Sementara itu, besaran dana hibah yang difasilitasi dan dikoordinasikan oleh Sahat bersama-sama Abdul Hamid yakni, sejumlah Rp40 miliar untuk 2021 dan Rp40 miliar untuk 2022. Karena berhasil, Abdul Hamid kemudian meminta bantuan kembali kepada Sahat untuk alokasi dana hibah 2023 dan 2024.
"Tersangka AH kemudian kembali menghubungi tersangka STPS dengan bersepakat untuk menyerahkan sejumlah uang sebagai ijon sebesar Rp2 miliar," imbuhnya.
Sahat telah menerima lebih dulu uang muka Rp1 miliar dari Abdul Hamid melalui perantaraan Rusdi dan Ilham Wahyudi. Uang Rp1 miliar tersebut kemudian berhasil diamankan KPK dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang digelar pada Rabu, 14 Desember 2022.
"Sedangkan sisa Rp1 miliar yang dijanjikan tersangka AH akan diberikan pada Jumat (16/12/2022)," ujar Johanis.
KPK menduga Sahat telah menerima total Rp5 miliar terkait pengelolaan dana hibah tersebut. KPK bakal menyelidiki dan menelusuri lebih jauh ihwal uang yang diterima maupun digunakan Sahat Simanjuntak.
Atas perbuatannya, Sahat dan Rusdi selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sementara Abdul Hamid dan Eeng yang merupakan pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
“Diduga dari pengurusan alokasi dana hibah untuk Pokmas, tersangka STPS telah menerima uang sekitar Rp5 miliar," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak saat menggelar konferensi pers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (16/12/2022) dini hari.
KPK telah menetapkan Sahat Simanjuntak sebagai tersangka. Sahat ditetapkan tersangka kasus dugaan suap terkait pengurusan alokasi dana hibah Jatim. Sahat ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya.
Tiga tersangka lainnya tersebut yakni, Staf Ahli Sahat, Rusdi (RS); Kepala Desa Jelgung, Kabupaten Sampang sekaligus Koordinator Kelompok Masyarakat (Pokmas) Abdul Hamid (AH), serta Koordinator Lapangan Pokmas Ilham Wahyudi (IW) alias Eeng. Perkara ini bermula saat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim merealisasikan dana belanja hibah dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp7,8 triliun kepada badan, lembaga, organisasi masyarakat.
Dana hibah tersebut disistribusikan lewat kelompok masyarakat (Pokmas) guna kebutuhan proyek infrastruktur hingga sampai tingkat pedesaan. Pengusulan dana belanja hibah tersebut merupakan aspirasi dari para anggota DPRD Provinsi Jatim.
Sahat yang merupakan Wakil Ketua DPRD Jatim kemudian menawarkan untuk membantu dan memperlancar pengusulan pemberian dana hibah dengan kesepakatan pemberian sejumlah uang sebagai uang muka (ijon). Abdul Hamid bersedia menerima tawaran tersebut.
"Diduga ada kesepakatan antara tersangka STPS dengan tersangka AH setelah adanya pembayaran komitmen fee ijon, maka tersangka STPS juga mendapatkan bagian 20 persen dari nilai penyaluran dana hibah yang akan disalurkan. Sedangkan tersangka AH mendapatkan bagian 10 persen," kata Johanis.
Sementara itu, besaran dana hibah yang difasilitasi dan dikoordinasikan oleh Sahat bersama-sama Abdul Hamid yakni, sejumlah Rp40 miliar untuk 2021 dan Rp40 miliar untuk 2022. Karena berhasil, Abdul Hamid kemudian meminta bantuan kembali kepada Sahat untuk alokasi dana hibah 2023 dan 2024.
"Tersangka AH kemudian kembali menghubungi tersangka STPS dengan bersepakat untuk menyerahkan sejumlah uang sebagai ijon sebesar Rp2 miliar," imbuhnya.
Sahat telah menerima lebih dulu uang muka Rp1 miliar dari Abdul Hamid melalui perantaraan Rusdi dan Ilham Wahyudi. Uang Rp1 miliar tersebut kemudian berhasil diamankan KPK dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang digelar pada Rabu, 14 Desember 2022.
"Sedangkan sisa Rp1 miliar yang dijanjikan tersangka AH akan diberikan pada Jumat (16/12/2022)," ujar Johanis.
KPK menduga Sahat telah menerima total Rp5 miliar terkait pengelolaan dana hibah tersebut. KPK bakal menyelidiki dan menelusuri lebih jauh ihwal uang yang diterima maupun digunakan Sahat Simanjuntak.
Atas perbuatannya, Sahat dan Rusdi selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sementara Abdul Hamid dan Eeng yang merupakan pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(rca)