Puisi Esai Miliki Keunggulan, Karya Denny JA Bakal Diangkat ke Layar Lebar
loading...
A
A
A
Lebih lanjut Denny JA mengungkapkan bahwa cerita asli dari puisi esai yang diangkat ke layar lebar itu mengenai seorang perempuan muda yang menunggu suaminya yang hilang pada peristiwa 1998.
"Sambil bergurau, suaminya berjanji akan pulang di hari Kamis, entah hari Kamis pada minggu ini, atau Kamis sepuluh tahun lagi”, sambungnya.
Karena itu, perempuan muda tersebut menunggu suaminya di stasiun kereta, berminggu-minggu, lalu berbulan-bulan, hingga bertahun-tahun.
"Namun suaminya tak kunjung pulang. Perempuan ini akhirnya pindah ke Jakarta. Ia bergabung dengan aksi kamisan dengan payung hitam, sesama warga yang kehilangan keluarganya masing-masing," lanjutnya.
Denny JA menjelaskan, skenario film ini akan dikembangkan topiknya, seperti Aksi Kamisan dengan payung hitam tidak hanya terjadi di Jakarta tetapi juga di daerah lain yang terinspirasi oleh Aksi Kamisan di Jakarta.
"Keluarga yang hilang juga bukan karena peristiwa politik, melainkan juga karena konflik sumber daya pertanahan, air dan lingkungan hidup. Sebuah perusahaan multinasional merebut tanah dan sumber daya alam rakyat banyak secara paksa. Mereka yang melawan banyak yang kemudian hilang, tak kunjung kembali," papar Denny JA.
Ia menambahkan, skenario ini adalah gabungan antara isu lingkungan hidup, perjuangan perempuan dan kisah cinta.
Jika kita memperhatikan industri perfilman, banyak film yang mengangkat cerita hasil adaptasi novel atau cerpen, namun ini adalah film layar lebar pertama yang diadaptasi berdasarkan puisi esai.
"'Seribu Payung Hitam dan Sisanya Rindu' akan menjadi film layar lebar pertama yang diangkat berdasarkan puisi esai," tegas Denny JA.
Menurutnya, kisah dalam puisi esai potensial untuk diangkat ke layar lebar, jika dibandingkan dengan puisi biasa. Pasalnya, puisi esai ini mengembangkan drama fiksi dengan karakter tokoh, dan plot, yang dituliskan secara puitis.
"Sambil bergurau, suaminya berjanji akan pulang di hari Kamis, entah hari Kamis pada minggu ini, atau Kamis sepuluh tahun lagi”, sambungnya.
Karena itu, perempuan muda tersebut menunggu suaminya di stasiun kereta, berminggu-minggu, lalu berbulan-bulan, hingga bertahun-tahun.
"Namun suaminya tak kunjung pulang. Perempuan ini akhirnya pindah ke Jakarta. Ia bergabung dengan aksi kamisan dengan payung hitam, sesama warga yang kehilangan keluarganya masing-masing," lanjutnya.
Denny JA menjelaskan, skenario film ini akan dikembangkan topiknya, seperti Aksi Kamisan dengan payung hitam tidak hanya terjadi di Jakarta tetapi juga di daerah lain yang terinspirasi oleh Aksi Kamisan di Jakarta.
"Keluarga yang hilang juga bukan karena peristiwa politik, melainkan juga karena konflik sumber daya pertanahan, air dan lingkungan hidup. Sebuah perusahaan multinasional merebut tanah dan sumber daya alam rakyat banyak secara paksa. Mereka yang melawan banyak yang kemudian hilang, tak kunjung kembali," papar Denny JA.
Ia menambahkan, skenario ini adalah gabungan antara isu lingkungan hidup, perjuangan perempuan dan kisah cinta.
Jika kita memperhatikan industri perfilman, banyak film yang mengangkat cerita hasil adaptasi novel atau cerpen, namun ini adalah film layar lebar pertama yang diadaptasi berdasarkan puisi esai.
"'Seribu Payung Hitam dan Sisanya Rindu' akan menjadi film layar lebar pertama yang diangkat berdasarkan puisi esai," tegas Denny JA.
Menurutnya, kisah dalam puisi esai potensial untuk diangkat ke layar lebar, jika dibandingkan dengan puisi biasa. Pasalnya, puisi esai ini mengembangkan drama fiksi dengan karakter tokoh, dan plot, yang dituliskan secara puitis.