KUHP Tak Berlaku bagi Kemerdekaan Pers

Jum'at, 09 Desember 2022 - 10:26 WIB
loading...
A A A
Wina berpendapat, pers hanya akan tumbuh sehat dalam lingkungan masyarakat dan bangsa yang demokratis. Sedangkan sebagian dari pasal KUHP baru jelas bertentangan dengan alam demokrasi. Wina memberi contoh, ketentuan KUHP mengenai penghinaan terhadap lembaga-lembaga negara, memberi hak kepada negara untuk menghukum orang yang mengeritik penguasa, sedangkan lembaga negara dapat ditafsirkan dari tingkat kepresidenan sampai tingkat kelurahan.

Dalam konteks ini, Wina mengkhawatirkan pelaksanaan pasal-pasal yang terkait penghinaan seperti itu dalam KUHP kelak dapat menimbulkan kerancuan perbedaan antara tafsir kritik dengan penghinaan dan fitnah terhadap penguasa. Hal ini karena dalam praktek kelak yang melaksanakan isi KUHP bukanlah para anggota DPR yang mengesahkan KUHP sata ini, maupun para pejabat pemerintah yang kini berkuasa, tapi aparat hukum yang pasti punya tafsir tersendiri.

"Ini alarm buat perkembangan demokrasi," ujarnya.

Fatal
Selain itu, Wina Armad juga mengecam tetap dimasukannya pasal-pasal hazaai artikelen atau pasal-pasal permusuhan dan kebencian dalam KUHP. Dari sejarahnya, ketemtuan ini sengaja diciptakan penjajah Belanda untuk membungkam pergerakan oragnisasi kemerdekaan Indonesia, dan menempatkan Ratu dalam posisi yang sakral yang tidak boleh dikritik.

Kini dalam KUHP malah dipertahankan untuk menegakkan kewibawaan penguasa. Dengan demikian seakan-akan rakyat dihadap-hadapan dengan penguasa. Dalam hal ini ada logika dan filosofi pembuatan KUHP yang sangat keliru. Fatal!" tandas Wina.

Mantan penyiar radio dan televisi ini menyatakan keheranannya, kalau berlakunya KUHP ada waktu transisi sampai tiga tahun, kenapa tidak mau mengundurkan sebentar pengesahannya untuk mengadopsi pasal-pasal perlindungan terhadap demokrasi. "Akhirnya yang terjadi bukan legency di bidang perundang-undangan, melainkan bom sosial," katanya.

Wina membeberkan, KUHP peninggalan penjajah memang perlu diganti dengan KUHP produk nasional yang baru. Kendati begitu, menurut Wina, pergantian itu tidak boleh hanya bajunya, hanya casingnya, tapi juga harus subtansinya.

"Justeru sepanjang terkait dengan pasal-pasal demokrasi, KUHP baru subtansi dan filosofinya lebih kolonial dari Kolonial. Jadi dari aspek ini bukan dekolonialosasi, tapi malah menjadi rekolonialisasi," katanya.
(abd)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2401 seconds (0.1#10.140)