Miliki Desa Saudara, Warga di Lereng Merapi Sudah Siap Hadapi Erupsi
loading...

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo memberikan topi kepada warga saat berkunjung ke Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Boyolali, Rabu (8/7/2020). Foto/Humas Pemprov Jateng
A
A
A
BOYOLALI - Pengalaman menghadapi letusan di tahun 2010 membuat Sumar Sabar (72) tidak gentar jika erupsi Gunung Merapi kembali terjadi. Terlebih desa tempatnya tinggal, Tlogolele, punya dua Desa Saudara, yakni Desa Klakah, Kecamatan Selo, Boyolali dan Desa Mertoyudan Magelang.
Dia tidak ingat sudah berapa kali Gunung Merapi Erupsi sepanjang dia bermukim di dusun Stabelan Tlogolele Selo Boyolali. Namun bagi dia yang paling menakutkan adalah letusan di tahun 2010. Kala itu semua warga berlarian. Teriakan-teriakan ketakutan terdengar di mana-mana. Satu-satunya yang menenangkan adalah kesigapan perangkat desa serta relawan-relawan bencana. Mereka langsung mengumpulkan warga kemudian mengevakuasi ke tempat aman. "Dibawa ke Mertoyudan Magelang, ngungsi di sana 40 hari," kata Sumar, Rabu (8/7/2020).
Selain pakaian secukupnya, yang dia bawa hanya surat-surat penting seperti KTP, KK, sertifikat tanah dan surat nikah. Hewan ternak yang dia punya, meski tidak bisa dibawa tapi akhirnya masih tetap bernyawa sampai dia kembali. Sepulang dari tempat pengungsian, dia baru tahu bahwa Mertoyudan merupakan “desa saudara” yang dimiliki desanya.
Desa saudara atau sister village berfungsi; jika salah satu desa tersebut mengalami bencana maka desa yang satu jadi tujuan pengungsian. Dan desa Tlogolele itu punya dua desa saudara. Selain Mertoyudan ada desa Klakah Kecamatan Selo Boyolali.
"Setelah itu kan ada letusan beberapa kali tapi tidak besar. Ya kami sudah tenang karena sudah dijelaskan harus bagaimana ketika meletus. Tetangga-tetangga juga sudah ngerti," katanya.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang mengunjungi Desa Tlogolele mengatakan secara mental masyarakat sudah siap menghadapi bencana. Terlebih desa tertinggi di lereng Merapi yang berada di Kabupaten Boyolali itu memiliki pengalaman dan kebiasaan menghadapi Merapi dalam kondisi apapun.
Dia tidak ingat sudah berapa kali Gunung Merapi Erupsi sepanjang dia bermukim di dusun Stabelan Tlogolele Selo Boyolali. Namun bagi dia yang paling menakutkan adalah letusan di tahun 2010. Kala itu semua warga berlarian. Teriakan-teriakan ketakutan terdengar di mana-mana. Satu-satunya yang menenangkan adalah kesigapan perangkat desa serta relawan-relawan bencana. Mereka langsung mengumpulkan warga kemudian mengevakuasi ke tempat aman. "Dibawa ke Mertoyudan Magelang, ngungsi di sana 40 hari," kata Sumar, Rabu (8/7/2020).
Selain pakaian secukupnya, yang dia bawa hanya surat-surat penting seperti KTP, KK, sertifikat tanah dan surat nikah. Hewan ternak yang dia punya, meski tidak bisa dibawa tapi akhirnya masih tetap bernyawa sampai dia kembali. Sepulang dari tempat pengungsian, dia baru tahu bahwa Mertoyudan merupakan “desa saudara” yang dimiliki desanya.
Desa saudara atau sister village berfungsi; jika salah satu desa tersebut mengalami bencana maka desa yang satu jadi tujuan pengungsian. Dan desa Tlogolele itu punya dua desa saudara. Selain Mertoyudan ada desa Klakah Kecamatan Selo Boyolali.
"Setelah itu kan ada letusan beberapa kali tapi tidak besar. Ya kami sudah tenang karena sudah dijelaskan harus bagaimana ketika meletus. Tetangga-tetangga juga sudah ngerti," katanya.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang mengunjungi Desa Tlogolele mengatakan secara mental masyarakat sudah siap menghadapi bencana. Terlebih desa tertinggi di lereng Merapi yang berada di Kabupaten Boyolali itu memiliki pengalaman dan kebiasaan menghadapi Merapi dalam kondisi apapun.