Hati-hati, Utang BUMN Bisa Picu Krisis Lebih Besar
loading...
A
A
A
Saya kira ini harus diperhatikan betul. Jangan sampai BUMN justru jadi katalis, bahkan menjadi pemicu bagi terjadinya krisis yang lebih besar. Apalagi, selain risiko gagal bayar korporasi yang meningkat, sebagaimana tercermin dari kondisi keuangan sejumlah BUMN tadi, arus investasi yang masuk juga mencatatkan penurunan.
Sepanjang Triwulan I 2020, misalnya, PMA (Penanaman Modal Asing) yang masuk turun 9,2% dari periode yang sama tahun lalu. Penurunan ini terjadi di berbagai sektor. Di sektor minerba, misalnya, realisasi investasi tahun ini diprediksikan turun hingga 20%.
Selain secara nominal turun, kualitas investasi kita juga terus memburuk. Menurut catatan Apindo, pada 2010 tiap Rp1 triliun investasi yang masuk mampu menyerap sekitar sekitar 5.014 tenaga kerja. Tetapi, pada 2019, setiap Rp1 triliun investasi yang masuk hanya mampu menyerap 1.200 tenaga kerja saja. Jadi, dalam kurun satu dekade terakhir, investasi yang masuk didominasi oleh investasi padat modal.
Saya kira, ke depan Pemerintah tak boleh lagi menjadikan BUMN sebagai “kuda Troya” untuk berutang, terutama utang luar negeri. Selama lima tahun kemarin, pengawasan DPR atas utang Pemerintah ini telah di-‘bypass’ lewat pengalihan utang ke BUMN. Perusahaan plat merah ditugasi untuk membangun proyek-proyek Pemerintah, tapi duitnya disuruh cari sendiri.
Model pembangunan yang manipulatif semacam itu seharusnya tak diteruskan. Terbukti, BUMN kita saat ini akhirnya terjebak dalam pusaran utang yang bisa memperburuk krisis.
Sepanjang Triwulan I 2020, misalnya, PMA (Penanaman Modal Asing) yang masuk turun 9,2% dari periode yang sama tahun lalu. Penurunan ini terjadi di berbagai sektor. Di sektor minerba, misalnya, realisasi investasi tahun ini diprediksikan turun hingga 20%.
Selain secara nominal turun, kualitas investasi kita juga terus memburuk. Menurut catatan Apindo, pada 2010 tiap Rp1 triliun investasi yang masuk mampu menyerap sekitar sekitar 5.014 tenaga kerja. Tetapi, pada 2019, setiap Rp1 triliun investasi yang masuk hanya mampu menyerap 1.200 tenaga kerja saja. Jadi, dalam kurun satu dekade terakhir, investasi yang masuk didominasi oleh investasi padat modal.
Saya kira, ke depan Pemerintah tak boleh lagi menjadikan BUMN sebagai “kuda Troya” untuk berutang, terutama utang luar negeri. Selama lima tahun kemarin, pengawasan DPR atas utang Pemerintah ini telah di-‘bypass’ lewat pengalihan utang ke BUMN. Perusahaan plat merah ditugasi untuk membangun proyek-proyek Pemerintah, tapi duitnya disuruh cari sendiri.
Model pembangunan yang manipulatif semacam itu seharusnya tak diteruskan. Terbukti, BUMN kita saat ini akhirnya terjebak dalam pusaran utang yang bisa memperburuk krisis.
(ras)