Kasus Gagal Ginjal Akut, BPOM Tidak Bisa Lepas Tanggung Jawab

Sabtu, 19 November 2022 - 15:29 WIB
loading...
Kasus Gagal Ginjal Akut, BPOM Tidak Bisa Lepas Tanggung Jawab
Kasus gagal ginjal akut yang saat ini tengah diusut dinilai sudah seharusnya dari BPOM tidak lepas tanggung jawab. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Kasus gagal ginjal akut yang saat ini tengah diusut sudah seharusnya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tidak lepas tanggung jawab. Pandangan ini disampaikan oleh Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti Jakarta, Azmi Syahputra.

Kata Azmi, BPOM agar bertanggung jawab terkait kasus cemaran larutan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) pada obat sirup yang mengakibatkan penyakit gagal ginjal akut pada anak.

"BPOM juga semestinya ditarik sebagai pihak yang turut bertanggung jawab karena mengacu pada teori sebab akibat (kausalitas). BPOM juga berkontribusi menjadi faktor musabab yang tidak dapat dihilangkan perannya," kata Azmi Syahputra dalam keterangannya, Sabtu (19/11/2022).

Baca juga: Kasus Gagal Ginjal Akut Berikan Banyak Pelajaran Penting

Azmi menilai, tanpa kehadiran dan fungsi BPOM, maka obat-obatan tersebut tidak bisa beredar, bahkan bisa berdampak obat tersambung mempunyai kandungan yang membahayakan jiwa bagi anak anak, sehingga BPOM dapat dipersalahakan karena ikut berbuat kelalaian.

Sebab inilah tupoksi BPOM yang seharusnya dijalankan, jadi kalau secara nyata ditemukan ada penyimpangan dalam tugas dan fungsi BPOM, maka lembaga yang dipimpin Penny K Lukito ini, dapat dimintai pertanggung jawaban dan bisa dikenakan pidana.

"Sebab dalam hal ini adalah tupoksi BPOM yang seharusnya ia lakukan, jadi kalau nyata ditemukan ada penyimpangan dalam tugas dan fungsi BPOM mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 maka berlaku pulalah pertanggungjawaban dan aturan pidana bagi unit BPOM yang membidangi pengawasan obat, pengawasan produksi, pengawasan distribusi, baik sebelum beredar maupun selama beredar," terang Azmi.

Sebelumnya, penyidik dari Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri sudah menetapkan dua perusahaan farmasi sebagai tersangka dalam kasus gagal ginjal akut di Indonesia. Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo menuturkan dua tersangka tersebut adalah PT Afi Farma dan CV Samudera Chemical.

"Kedua korporasi ini diduga melakukan tindak pidana memproduksi obat atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu," ujar Dedi dalam keterangan resmi, Kamis (17/11/2022).

Bareskrim Polri menjelaskan jika PT Afi Farma disangkakan dengan Pasal 196 Jo Pasal 98 Ayat (2) dan Ayat (3) Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau Ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Pasal 62 Ayat (1) Jo Pasal 8 Ayat (3) UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Sedangkan CV Samudera Chemical disangkakan dengan Pasal 196 Jo Pasal 98 Ayat (2) dan ayat (3) dan/atau Pasal 60 angka 4 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Perubahan Atas Pasal 197 Jo Pasal 106 Jo Pasal 201 Ayat (1) dan/atau Ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 62 Jo Pasal 8 Ayat (3) UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Jo Pasal 55 dan/atau Pasal 56 KUHP.

Sementara pada konferensi pers Kamis (17/11/2022) di Jakarta, Kepala BPOM Penny K Lukito mengelak bahwa BPOM disebut lalai dan kecolongan dalam pengawasan obat-obatan, terutama pada obat sirup anak yang tercemar kandungan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang menyebabkan kematian.

"Kami menyatakan bahwa BPOM tidak kecolongan dikaitkan dengan aspek kejahatan. Ini adalah aspek kejahatan obat. Sistem pengawasan yang telah dilakukan Badan POM sudah sesuai ketentuan," jelas Penny.

Penny Lukito mengungkapkan, munculnya masalah pencemaran obat sirup dengan kandungan EG dan DEG karena adanya celah dari hulu ke hilir. Dia juga mengatakan, celah tersebut merupakan sebuah kesenjangan karena BPOM tidak terlibat dalam pengawasan.

"Bahwa sebelum kejadian ini, tidak ada ketentuan batas cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) dalam produk obat jadi pada standar farmakope Indonesia maupun internasional. Sehingga tidak ada payung hukum BPOM untuk melakukan pengawasan,"tutupnya.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1618 seconds (0.1#10.140)