Koperasi Menghadapi Ancaman Risiko Hukum
loading...
A
A
A
Saya kira cara-cara dan praktek penanganan terhadap lembaga yang berbadan hukum koperasi sebaiknya dilakukan oleh Kementerian Koperasi, bukan oleh pihak yang lain. Jika praktik handling problem perkoperasian seperti ini dibiarkan berjalan terus, maka masyarakat akan ketakutan untuk berkoperasi, bukannya memasyarakatkan “koperasi” namun sebaliknya akan membinasakan koperasi, sangat kontradiktif dengan visi dan misi Kementerian Koperasi itu sendiri yang ingin agar Koperasi Sehat Tangguh dan mandiri.
Permasalahan
Ada beberapa permasalahan yang saat ini sedang mengemuka. Kita dapat menelusuri dari dua sumber yaitu internal koperasi dan eksternal koperasi. Sumber risiko yang muncul dari dalam koperasi dapat ditemukan adanya tindakan beberapa oknum pengurus koperasi yang menyalahgunakan wewenang dan jabatan dalam Koperasi yang berakibat pada tindakan pelanggaran hukum (perdata/pidana) dan berlanjut pada proses litigasi yang berdampak pada kerugian dana masyarakat dan berpotensi risiko reputasi pada industri koperasi simpan pinjam secara keseluruhan. Sumber internal lainnya adalah praktek berkoperasi yang tidak berorientasi pada sistem keanggotaan, praktek ini memunculkan potensi risiko hukum bagi para praktisi Koperasi itu sendiri.
Sumber risiko selanjutnya adalah adanya kecenderungan pelaporan koperasi yang tertutup yang mengakibatkan adanya kecurigaan dari stakeholder (regulator dan Kelembagaan/Kementerian) terhadap praktek Koperasi dewasa ini, sehingga ada dorongan regulator untuk memberlakukan pengetatan dan pengaturan di bidang usaha simpan pinjam yang cenderung makin kaku dan melibatkan unsur pengawasan eksternal lainnya (OJK/POLRI/Kejaksaan/ dan lain-lain).
Permasalahan yang bersumber eksternal dapat diidentifikasi dari adanya tindakan oknum pejabat yang berpotensi pada pencemaran nama baik “koperasi” yang dapat memicu pada dampak risiko sistemik di lingkungan koperasi simpan pinjam. Terakhir, adanya masalah “gap” antara kapasitas pejabat pengawas koperasi dengan obyek yang diawasinya sendiri. Kompleksitas koperasi simpan pinjam yang sudah terlanjur besar melebihi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dengan instrumen dan metodologi pengawasan ala LSM sudah terlalu jauh tertinggal, sehingga sulit bicara tentang mitigasi risiko, jika “risiko” sendiri dalam pengawasan belum bisa dimengerti dan dipahami, apalagi dijadikan instrumen dalam pengawasan Koperasi.
Tantangan Bersama
Tantangan bagi praktisi koperasi saat ini adalah mampukah koperasi menerapkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik dalam industri mereka. Sehingga stakeholder memiliki kepercayaan (trust)terhadap institusi ini. Sementara di sisi lain koperasi menghadapi tekanan berbagai pihak yang memiliki otoritas dan kewenangan untuk melakukan intervensi karena ketiadaan law enforcement dalam regulasi perkoperasian itu sendiri. Koperasi sebagai organisasi yang diberikan ruang untuk mengatur dirinya sendiri (Self regulatory organization), mampukan koperasi menghadirkan lembaga yang mereka bentuk untuk melakukan advokasi terhadap berbagai ancaman pengkerdilan dan kesewenangan atas hak-hak institusinya. Advokasi yang bertujuan untuk melindungi kepentingan nama baik “perkoperasian” dan komunitas koperasi pada umumnya.
Koperasi simpan pinjam yang memiliki distingsi dan privilege sebagai lembaga keuangan, adakah mampu membangun Peraturan Khusus (PERSUS) tentang pengaturan “Keanggotaan Koperasi-nya”, sehingga lembaganya tetap sustain, mampu berbisnis dalam skala ekonomi yang sehat namun tetap menjaga prinsip keadilan (justice) dan pemerataan (equality) dalam berusaha dan berbagi kebermanfaatan dan kesejahteraan. Terakhir, bukti dari seluruh komitmen para pelaku dan praktisi Koperasi adalah mampukah menghadirkan lembaga independen yang berfungsi dalam publikasi pelaporan publik dan rating lembaga koperasi simpan pinjam untuk kepentingan anggota, pemerintah dan stakeholder lainnya, demi keberlanjutan Koperasi simpan pinjam itu sendiri.
Dalam menyongsong Hari Koperasi ke-73 tahun 2020 tanggal 12 Juli nanti, sudah saatnya gerakan koperasi benar-benar bergerak untuk kepentingan dan kebutuhan koperasi itu sendiri, mampu hadir menjadi mitra regulator dalam rangka memperkuat bargaining position “koperasi” di tengah-tengah kemajemukan regulasi dan tekanan dari berbagai pihak yang tidak terlalu senang dengan kemajuan dan kemandirian koperasi di bumi Nusantara ini.
Akhirnya jawabannya Kembali kepada kita, praktisi koperasi, gerakan koperasi dan regulator koperasi , apakah ke depan koperasi akan diatur dan ditentukan oleh pasar (market driven) atau akan makin dikerdilkan dan sebaliknya dapat juga dibesarkan dari regulasi koperasi itu sendiri?
Permasalahan
Ada beberapa permasalahan yang saat ini sedang mengemuka. Kita dapat menelusuri dari dua sumber yaitu internal koperasi dan eksternal koperasi. Sumber risiko yang muncul dari dalam koperasi dapat ditemukan adanya tindakan beberapa oknum pengurus koperasi yang menyalahgunakan wewenang dan jabatan dalam Koperasi yang berakibat pada tindakan pelanggaran hukum (perdata/pidana) dan berlanjut pada proses litigasi yang berdampak pada kerugian dana masyarakat dan berpotensi risiko reputasi pada industri koperasi simpan pinjam secara keseluruhan. Sumber internal lainnya adalah praktek berkoperasi yang tidak berorientasi pada sistem keanggotaan, praktek ini memunculkan potensi risiko hukum bagi para praktisi Koperasi itu sendiri.
Sumber risiko selanjutnya adalah adanya kecenderungan pelaporan koperasi yang tertutup yang mengakibatkan adanya kecurigaan dari stakeholder (regulator dan Kelembagaan/Kementerian) terhadap praktek Koperasi dewasa ini, sehingga ada dorongan regulator untuk memberlakukan pengetatan dan pengaturan di bidang usaha simpan pinjam yang cenderung makin kaku dan melibatkan unsur pengawasan eksternal lainnya (OJK/POLRI/Kejaksaan/ dan lain-lain).
Permasalahan yang bersumber eksternal dapat diidentifikasi dari adanya tindakan oknum pejabat yang berpotensi pada pencemaran nama baik “koperasi” yang dapat memicu pada dampak risiko sistemik di lingkungan koperasi simpan pinjam. Terakhir, adanya masalah “gap” antara kapasitas pejabat pengawas koperasi dengan obyek yang diawasinya sendiri. Kompleksitas koperasi simpan pinjam yang sudah terlanjur besar melebihi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dengan instrumen dan metodologi pengawasan ala LSM sudah terlalu jauh tertinggal, sehingga sulit bicara tentang mitigasi risiko, jika “risiko” sendiri dalam pengawasan belum bisa dimengerti dan dipahami, apalagi dijadikan instrumen dalam pengawasan Koperasi.
Tantangan Bersama
Tantangan bagi praktisi koperasi saat ini adalah mampukah koperasi menerapkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik dalam industri mereka. Sehingga stakeholder memiliki kepercayaan (trust)terhadap institusi ini. Sementara di sisi lain koperasi menghadapi tekanan berbagai pihak yang memiliki otoritas dan kewenangan untuk melakukan intervensi karena ketiadaan law enforcement dalam regulasi perkoperasian itu sendiri. Koperasi sebagai organisasi yang diberikan ruang untuk mengatur dirinya sendiri (Self regulatory organization), mampukan koperasi menghadirkan lembaga yang mereka bentuk untuk melakukan advokasi terhadap berbagai ancaman pengkerdilan dan kesewenangan atas hak-hak institusinya. Advokasi yang bertujuan untuk melindungi kepentingan nama baik “perkoperasian” dan komunitas koperasi pada umumnya.
Koperasi simpan pinjam yang memiliki distingsi dan privilege sebagai lembaga keuangan, adakah mampu membangun Peraturan Khusus (PERSUS) tentang pengaturan “Keanggotaan Koperasi-nya”, sehingga lembaganya tetap sustain, mampu berbisnis dalam skala ekonomi yang sehat namun tetap menjaga prinsip keadilan (justice) dan pemerataan (equality) dalam berusaha dan berbagi kebermanfaatan dan kesejahteraan. Terakhir, bukti dari seluruh komitmen para pelaku dan praktisi Koperasi adalah mampukah menghadirkan lembaga independen yang berfungsi dalam publikasi pelaporan publik dan rating lembaga koperasi simpan pinjam untuk kepentingan anggota, pemerintah dan stakeholder lainnya, demi keberlanjutan Koperasi simpan pinjam itu sendiri.
Dalam menyongsong Hari Koperasi ke-73 tahun 2020 tanggal 12 Juli nanti, sudah saatnya gerakan koperasi benar-benar bergerak untuk kepentingan dan kebutuhan koperasi itu sendiri, mampu hadir menjadi mitra regulator dalam rangka memperkuat bargaining position “koperasi” di tengah-tengah kemajemukan regulasi dan tekanan dari berbagai pihak yang tidak terlalu senang dengan kemajuan dan kemandirian koperasi di bumi Nusantara ini.
Akhirnya jawabannya Kembali kepada kita, praktisi koperasi, gerakan koperasi dan regulator koperasi , apakah ke depan koperasi akan diatur dan ditentukan oleh pasar (market driven) atau akan makin dikerdilkan dan sebaliknya dapat juga dibesarkan dari regulasi koperasi itu sendiri?
(ras)