Koperasi Menghadapi Ancaman Risiko Hukum
loading...
A
A
A
Ahmad Subagyo
Konsultan Bank Dunia, Ketua Umum IMFEA
KOPERASI simpan pinjam adalah gerakan ekonomi. Gerakan ekonomi rakyat ini telah memberikan kontribusi terhadap PDB Nasional di atas 5% pada akhir 2019. Mengapa ini sebuah Gerakan ekonomi rakyat, karena pemiliknya 100% masyarakat Indonesia sendiri. Berbicara tentang partisipasi ekonomi, koperasi merupakan jangkar ekonomi nasional kita. Fakta dan data tentang kontribusi koperasi sudah tidak diragukan lagi. Dalam beberapa riset yang dilakukan oleh lembaga internasional dan nasional telah mengekspos peran koperasi yang sangat signifikan terhadap perekonomian nasional, khususnya di sektor keuangan. Inklusi keuangan kita telah terbantu oleh koperasi simpan pinjam dan unit simpan pinjam melalui perluasan akses pembiayaan/pinjaman pada masyarakat berpenghasilan rendah di Indonesia sebesar 37% (Findex, 2019).
Koperasi yang memberikan layanan keuangan di Indonesia telah menjadi media akses keuangan pertama kalinya bagi masyarakat Indonesia sebesar 72%, sebelum mereka mendapatkan layanan di lembaga keuangan formal (Survei Bank Dunia, 2015). Makna angka itu artinya bahwa masyarakat kita belajar untuk mendapatkan akses keuangan, baik simpanan maupun pembiayaan terlebih dahulu belajar dengan koperasi kita. Kita juga bisa mengartikan dari setiap 10 penduduk kita, tujuh diantaranya pernah berhubungan dengan layanan koperasi.
Lalu dipertegas lagi, bahwa tujuh orang penduduk kita yang mendapatkan akses layanan dari koperasi 87% nya belum mendapatkan layanan ke industri keuangan formal. Anggota koperasi yang mendapatkan layanan keuangan dari koperasi 87% tidak mendapatkan layanan keuangan dari perbankan (lembaga keuangan lain).
Namun miris mendengar opini dan berbagai manuver regulator yang terkesan menghindar dari berbagai permasalahan yang sedang dihadapi saat ini oleh gerakan ekonomi rakyat ini. Memang sangat dipahami dengan segala keterbatasan yang dimiliki saat ini oleh regulator kita, terutama dalam bidang pengawasan, namun bukan berarti membiarkan gerakan koperasi ini berjalan sendiri dan lalu menyerahkan persoalan ke otoritas lain untuk memegang, mengendalikan, dan mengadilinya.
Ruang yang begitu terbuka dalam pengaturan gerakan koperasi yang bergerak di sektor keuangan ini menjadi tantangan yang luar biasa. Jika salah Langkah regulator mengambil kebijakan, akan berdampak risiko yang sangat besar bagi gerakan ekonomi rakyat ke depan?
Permasalahan besar yang saat ini dihadapi oleh regulator adalah koperasi simpan pinjam di Indonesia yang gagal bayar dalam lima tahun terakhir yang tercatat ada sekitar 16 Kasus lebih yang berpotensi merugikan dana masyarakat puluhan triliun. Kejadian ini disinyalir akibat gagalnya pengawasan dalam perizinan-pembinaan-pengaturan dan pengendalian oleh regulator.
Isu-isu Sensitif dan Strategis
Saat ini sedang berkembang isu yang menjadi pergunjingan di kalangan regulator dan otoritas bahwa koperasi simpan pinjam (KSP) dan unit simpan pinjam (USP) melayani masyarakat yang bukan anggota koperasi, sehingga disinyalir ada pelanggaran terhadap Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah. Isu ini yang kemudian berkembang dan selalu mengarahkan pada setiap ada kasus gagal bayar koperasi untuk ditarik ke ranah pidana “penipuan atau penggelapan”, yang berujung pada “tidak kembalinya” dana miliki masyarakat dan berakhir pada menguapnya dana koperasi dengan jangka waktu yang tidak berujung?
Pengaturan dan regulasi di Indonesia, untuk layanan keuangan terutama penghimpunan dana di luar keanggotaan koperasi adalah pelanggaran terhadap Undang-Undang Perbankan No. 10/1998, pasal 46 ayat 1 jo pasal 16 ayat 1. Dalam rangka penegakan Undang-Undang tersebut OJK telah membentuk tim satgas investasi, surat keputusan satgas waspada investasi tersebut diperbarui melalui Keputusan Dewan Komisioner OJK No. 01/KDK.04/2013 tanggal 26 Juni 2013. Otoritas jasa keuangan (OJK) bersama dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kejaksaan, Kepolisian RI, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sepakat memperkuat kerjasama dalam satgas waspada investasi untuk mencegah dan menangani maraknya tawaran dan praktik investasi ilegal.
Pembentukan satgas investasi ini dibentuk di tiap-tiap wilayah di Indonesia yang dikoordinasi oleh kantor OJK wilayah masing-masing. Nota kesepakatan tentang Koordinasi Pencegahan dan Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi ditandatangani oleh pimpinan tujuh kementerian dan instansi. Kerja satgas investasi ini makin intensif melebih cara dan pola kerja deputi pengawasan dan satgas pengawasan koperasi. Satgas investasi ini konon sedang intensif memanggil para pengelola koperasi di daerah-daerah. Bagi Koperasi-koperasi kecil yang baru belajar berkoperasi tentunya kegiatan ini membuat mereka menjadi cukup traumatis, karena dipanggil pihak berwajib terlalu istimewa bagi mereka. Baru belajar berkoperasi dan belum sempat diajari cara berkoperasi yang benar, tiba-tiba di panggil pihak berwajib karena ditengarai melakukan tindakan illegal?
Konsultan Bank Dunia, Ketua Umum IMFEA
KOPERASI simpan pinjam adalah gerakan ekonomi. Gerakan ekonomi rakyat ini telah memberikan kontribusi terhadap PDB Nasional di atas 5% pada akhir 2019. Mengapa ini sebuah Gerakan ekonomi rakyat, karena pemiliknya 100% masyarakat Indonesia sendiri. Berbicara tentang partisipasi ekonomi, koperasi merupakan jangkar ekonomi nasional kita. Fakta dan data tentang kontribusi koperasi sudah tidak diragukan lagi. Dalam beberapa riset yang dilakukan oleh lembaga internasional dan nasional telah mengekspos peran koperasi yang sangat signifikan terhadap perekonomian nasional, khususnya di sektor keuangan. Inklusi keuangan kita telah terbantu oleh koperasi simpan pinjam dan unit simpan pinjam melalui perluasan akses pembiayaan/pinjaman pada masyarakat berpenghasilan rendah di Indonesia sebesar 37% (Findex, 2019).
Koperasi yang memberikan layanan keuangan di Indonesia telah menjadi media akses keuangan pertama kalinya bagi masyarakat Indonesia sebesar 72%, sebelum mereka mendapatkan layanan di lembaga keuangan formal (Survei Bank Dunia, 2015). Makna angka itu artinya bahwa masyarakat kita belajar untuk mendapatkan akses keuangan, baik simpanan maupun pembiayaan terlebih dahulu belajar dengan koperasi kita. Kita juga bisa mengartikan dari setiap 10 penduduk kita, tujuh diantaranya pernah berhubungan dengan layanan koperasi.
Lalu dipertegas lagi, bahwa tujuh orang penduduk kita yang mendapatkan akses layanan dari koperasi 87% nya belum mendapatkan layanan ke industri keuangan formal. Anggota koperasi yang mendapatkan layanan keuangan dari koperasi 87% tidak mendapatkan layanan keuangan dari perbankan (lembaga keuangan lain).
Namun miris mendengar opini dan berbagai manuver regulator yang terkesan menghindar dari berbagai permasalahan yang sedang dihadapi saat ini oleh gerakan ekonomi rakyat ini. Memang sangat dipahami dengan segala keterbatasan yang dimiliki saat ini oleh regulator kita, terutama dalam bidang pengawasan, namun bukan berarti membiarkan gerakan koperasi ini berjalan sendiri dan lalu menyerahkan persoalan ke otoritas lain untuk memegang, mengendalikan, dan mengadilinya.
Ruang yang begitu terbuka dalam pengaturan gerakan koperasi yang bergerak di sektor keuangan ini menjadi tantangan yang luar biasa. Jika salah Langkah regulator mengambil kebijakan, akan berdampak risiko yang sangat besar bagi gerakan ekonomi rakyat ke depan?
Permasalahan besar yang saat ini dihadapi oleh regulator adalah koperasi simpan pinjam di Indonesia yang gagal bayar dalam lima tahun terakhir yang tercatat ada sekitar 16 Kasus lebih yang berpotensi merugikan dana masyarakat puluhan triliun. Kejadian ini disinyalir akibat gagalnya pengawasan dalam perizinan-pembinaan-pengaturan dan pengendalian oleh regulator.
Isu-isu Sensitif dan Strategis
Saat ini sedang berkembang isu yang menjadi pergunjingan di kalangan regulator dan otoritas bahwa koperasi simpan pinjam (KSP) dan unit simpan pinjam (USP) melayani masyarakat yang bukan anggota koperasi, sehingga disinyalir ada pelanggaran terhadap Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah. Isu ini yang kemudian berkembang dan selalu mengarahkan pada setiap ada kasus gagal bayar koperasi untuk ditarik ke ranah pidana “penipuan atau penggelapan”, yang berujung pada “tidak kembalinya” dana miliki masyarakat dan berakhir pada menguapnya dana koperasi dengan jangka waktu yang tidak berujung?
Pengaturan dan regulasi di Indonesia, untuk layanan keuangan terutama penghimpunan dana di luar keanggotaan koperasi adalah pelanggaran terhadap Undang-Undang Perbankan No. 10/1998, pasal 46 ayat 1 jo pasal 16 ayat 1. Dalam rangka penegakan Undang-Undang tersebut OJK telah membentuk tim satgas investasi, surat keputusan satgas waspada investasi tersebut diperbarui melalui Keputusan Dewan Komisioner OJK No. 01/KDK.04/2013 tanggal 26 Juni 2013. Otoritas jasa keuangan (OJK) bersama dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kejaksaan, Kepolisian RI, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sepakat memperkuat kerjasama dalam satgas waspada investasi untuk mencegah dan menangani maraknya tawaran dan praktik investasi ilegal.
Pembentukan satgas investasi ini dibentuk di tiap-tiap wilayah di Indonesia yang dikoordinasi oleh kantor OJK wilayah masing-masing. Nota kesepakatan tentang Koordinasi Pencegahan dan Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi ditandatangani oleh pimpinan tujuh kementerian dan instansi. Kerja satgas investasi ini makin intensif melebih cara dan pola kerja deputi pengawasan dan satgas pengawasan koperasi. Satgas investasi ini konon sedang intensif memanggil para pengelola koperasi di daerah-daerah. Bagi Koperasi-koperasi kecil yang baru belajar berkoperasi tentunya kegiatan ini membuat mereka menjadi cukup traumatis, karena dipanggil pihak berwajib terlalu istimewa bagi mereka. Baru belajar berkoperasi dan belum sempat diajari cara berkoperasi yang benar, tiba-tiba di panggil pihak berwajib karena ditengarai melakukan tindakan illegal?