Bareskrim Tetapkan 2 Korporasi Tersangka Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bareskrim Polri menetapkan dua korporasi sebagai tersangka kasus gagal ginjal akut pada anak. Kedua korporasi tersebut yakni PT Afi Farma dan CV Samudera Chemical.
Dalam hal ini, kedua korporasi itu diduga melakukan tindak pidana memproduksi obat atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan keamanan, khasiat, kemanfaatan dan mutu.
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, penetapan tersangka kedua korporasi ini usai penyidik melakukan penyidikan dan pemeriksaan sebanyak 41 orang. "31 orang saksi dan 10 ahli," kata Dedi kepada awak media, Jakarta, Kamis (17/11/2022).
Dedi menjelaskan, modus PT. Afi Farma yakni dengan sengaja tidak melakukan pengujian bahan tambahan PG yang ternyata mengandung EG dan DEG melebihi ambang batas. "PT. A hanya menyalin data yang diberikan oleh supplier tanpa dilakukan pengujian dan quality control untuk memastikan bahan tersebut dapat digunakan untuk produksi," ujar Dedi.
Tidak hanya itu, kata Dedi, PT. Afi Farma diduga mendapatkan bahan baku tambahan tersebut dari CV. Samudera Chemical, di mana setelah dilakukan kerja sama dengan BPOM. Di lokasi CV. Samudera Chemical ditemukan 42 drum propylen glycol yang setelah dilakukan uji lab oleh Puslabfor Polri mengandung ethylen glycol yang melebihi ambang batas.
"Barang bukti yang diamankan yakni sejumlah obat sediaan farmasi yang diproduksi oleh PT. A, berbagai dokumen termasuk PO (purcashing order) dan DO (delivery order) PT. A, hasil uji lab terhadap sampel obat produksi PT. A dan 42 drum PG yang diduga mengandung EG dan DEG, yang ditemukan di CV. SC," papar Dedi.
Menurut Dedi, untuk PT. A selaku korporasi disangkakan Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 2 miliar.
Sedangkan CV. SC disangkakan Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dan/atau Pasal 60 angka 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Perubahan Atas Pasal 197 Jo Pasal 106 Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 62 Jo Pasal 8 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Jo pasal 55 dan/atau pasal 56 KUHP dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp2 miliar.
Dalam hal ini, kedua korporasi itu diduga melakukan tindak pidana memproduksi obat atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan keamanan, khasiat, kemanfaatan dan mutu.
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, penetapan tersangka kedua korporasi ini usai penyidik melakukan penyidikan dan pemeriksaan sebanyak 41 orang. "31 orang saksi dan 10 ahli," kata Dedi kepada awak media, Jakarta, Kamis (17/11/2022).
Dedi menjelaskan, modus PT. Afi Farma yakni dengan sengaja tidak melakukan pengujian bahan tambahan PG yang ternyata mengandung EG dan DEG melebihi ambang batas. "PT. A hanya menyalin data yang diberikan oleh supplier tanpa dilakukan pengujian dan quality control untuk memastikan bahan tersebut dapat digunakan untuk produksi," ujar Dedi.
Tidak hanya itu, kata Dedi, PT. Afi Farma diduga mendapatkan bahan baku tambahan tersebut dari CV. Samudera Chemical, di mana setelah dilakukan kerja sama dengan BPOM. Di lokasi CV. Samudera Chemical ditemukan 42 drum propylen glycol yang setelah dilakukan uji lab oleh Puslabfor Polri mengandung ethylen glycol yang melebihi ambang batas.
"Barang bukti yang diamankan yakni sejumlah obat sediaan farmasi yang diproduksi oleh PT. A, berbagai dokumen termasuk PO (purcashing order) dan DO (delivery order) PT. A, hasil uji lab terhadap sampel obat produksi PT. A dan 42 drum PG yang diduga mengandung EG dan DEG, yang ditemukan di CV. SC," papar Dedi.
Menurut Dedi, untuk PT. A selaku korporasi disangkakan Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 2 miliar.
Sedangkan CV. SC disangkakan Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dan/atau Pasal 60 angka 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Perubahan Atas Pasal 197 Jo Pasal 106 Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 62 Jo Pasal 8 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Jo pasal 55 dan/atau pasal 56 KUHP dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp2 miliar.
(cip)