Persaingan Tak Sehat, MA Hukum Waskita Karya dan Adhi Karya Bayar Rp7,64 Miliar
loading...
A
A
A
JAKARTA - Majelis hakim agung pada Mahkamah Agung ( MA ) mengabulkan kasasi yang diajukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha ( KPPU ) dan menghukum dua perusahaan BUMN yakni PT Waskita Karya dan PT Adhi Karya membayar denda dengan total Rp7.644.345.000.
Hal ini tertuang dalam putusan kasasi nomor: 415 K/Pdt.Sus-KPPU/2020. Perkara ini ditangani oleh Syamsul Ma’arif selaku ketua majelis kasasi dengan anggota yakni Sudrajad Dimyati dan Ibrahim. Salinan putusan itu diunggah di laman Direktori Putusan MA pada 29 Juni 2020. (Baca juga: Berkas Dilimpahkan, Dirut Penyuap Kalapas Sukamiskin Segera Diadili)
Majelis hakim kasasi menilai, PT Waskita Karya (Persero) Tbk dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan persekongkolan yang mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dalam tender proyek paket pembangunan gedung perawatan dengan anggaran dan paket pembangunan gedung pelayanan Rumah Sakit Umum Sulawesi Tenggara Tahun Anggaran 2011.
Nilai pembangunan gedung perawatan sebesar Rp68,7 miliar dan nilai pembangunan gedung pelayanan sejumlah Rp91,913 miliar. Majelis menilai, perbuatan dua perusahaan BUMN tersebut terbukti dilakukan bersama-sama dengan panitia pengadaan.
Saat perkaranya masih ditangani KPPU, penyebutan para berbeda. Panitia pengadaan yang dipimpin Baso Amrin Natsir selaku Ketua Panitia Pengadaaan Barang/Jasa APBD Lingkup Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun Anggaran 2011 disebut sebagai 'Terlapor I'. PT Waskita Karya disebut sebagai 'Terlapor II'. Dan PT Adhi Karya disebut sebagai 'Terlapor III'.
Saat kasasi ditangani MA, PT Waskita Karya disebut sebagai Termohon Kasasi I dan PT Adhi Karya disebut sebagai Termohon Kasasi II.
Majelis kasasi menegaskan, telah meneliti memori kasasi yang diajukan oleh KPPU sebagai pemohon kasasi dan kontra memori kasasi yang disampaikan PT Waskita Karya dan PT Adhi Karya serta pertimbangan Judex Facti yang dalam hal ini adalah putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Sebelumnya tutur majelis kasasi, Judex Facti pada pokoknya berpendapat bahwa dalam kegiatan tender oleh Termohon Kasasi I dan II dalam perkara ini tidak terbukti adanya persekongkolan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Menurut Judex Facti, tidak ada bukti yang sah dan kuat menunjukkan adanya persekongkolan antara keduanya untuk memenangkan paket pilihannya. Namun menurut Mahkamah Agung, Judex Facti salah menerapkan hukum serta putusan dan pertimbangan Judex Facti tidak tepat.
Dengan beberapa pertimbangan, MA memastikan terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon kasasi yaitu KPPU dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor: 01/PDT/KPPU/ 2013/PN.Jkt.Tim tertanggal 21 Mei 2015 yang membatalkan putusan KPPU Nomor: 04/KPPU-L/2012 tertanggal 25 April 2013.
Karenanya dalam amar, majelis memutuskan mengabulkan dua hal yakni kasasi yang diajukan KPPU dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Majelis kasasi juga mengadili sendiri dengan empat amar. Satu, menyatakan Terlapor I (Panitia Pengadaaan), Terlapor II (PT Waskita Karya), dan Terlapor III (PT Adhi Karya) terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999.
"Dua, menghukum Terlapor II, membayar denda sebesar Rp3.168.820.000. Tiga, menghukum Terlapor III, membayar denda sebesar Rp4.475.525.000," bunyi bagian amar putusan kasasi yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada Selasa, 12 Mei 2020.
Majelis menegaskan, seluruh uang denda dengan jumlah total Rp7.644.345.000 harus disetor oleh PT Waskita Karya dan PT Adhi Karya ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran bidang persaingan usaha pada Satuan Kerja (Satker) KPPU melalui bank pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha).
"Empat, menghukum Para Termohon Kasasi untuk membayar biaya perkara pada semua tingkat peradilan dan dalam tingkat kasasi ditetapkan sebesar Rp500.000."
MA melalui majelis kasasi membeberkan beberapa pertimbangan permohonan kasasi dikabulkan, membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur, dan mengadili sendiri dengan empat amar.
Pertimbangan pertama, MA berpendapat bahwa dalam perkara persaingan usaha in casu persekongkolan dan kartel bukti petunjuk persangkaan (circumstantial evidence) dapat diterima sebagai bukti sah dan cukup, jika alat bukti berupa keterangan saksi maupun surat berisi keterangan mengenai adanya persekongkolan atau karteI (direct evidence) tidak terbukti adanya.
Kedua, bukti petunjuk/persangkaan (circumstantial evidence) dapat diterima sebagai bukti sah jika memiliki dua unsur yaitu adanya komunikasi dan adanya bukti ekonomi yang sekurang-kurangnya memiliki dua unsur yaitu prilaku dan struktur pasar.
Ketiga, softcopy penawaran Termohon Kasasi I dan Il untuk paket gedung pelayanan dan gedung perawatan adalah sama. Sehingga kesamaan tersebut menunjukkan bahwa antara Termohon Kasasi I dan II telah saling berkomunikasi mengatur tender dalam perkara ini.
Keempat, terhadap paket gedung yang diinginkan oleh Termohon Kasasi I ditetapkan sebagai Pemenang in casu paket gedung perawatan, Termohon Kasasi I mengajukan penawaran harga yang yang lebih rendah (97,11 % dari Owner Estimate/OE) dibandingkan harga yang ditawarkan untuk paket yang tidak berharap ditetapkan sebagai pemenang in casu paket gedung pelayanan (98,5% dari OE).
Sedangkan terhadap paket gedung yang diinginkan oleh Termohon Kasasi II ditetapkan sebagai Pemenang in casu paket gedung pelayanan, Termohon Kasasi II mengajukan penawaran harga yang lebih rendah (97,3% dari OE) dibandingkan dengan harga yang ditawarkan untuk paket yang tidak berharap ditetapkan sebagai pemenang in casu paket gedung perawatan (98,40% dari OE).
"Harga-harga mana menunjukkan adanya pengaturan harga (paralel pricing) antara Termohon Kasasi I dan II."
Kelima, perbuatan Termohon Kasasi I menawarkan harga lebih tinggi untuk paket gedung pelayanan dibandingkan untuk penawaran harga untuk paket gedung perawatan adalah bentuk persaingan semu dan bentuk pengaturan Termohon Kasasi I, agar Termohon Kasasi II yang ditetapkan sebagai pemenang untuk paket gedung pelayanan.
Sebaliknya perbuatan Termohon Kasasi II menawarkan harga lebih tinggi untuk tender paket gedung perawatan dibandingkan dengan harga penawaran untuk tender gedung pelayanan adalah bentuk persaingan semu dan bentuk pengaturan Termohon Kasasi II, agar Termohon Kasasi I ditetapkan sebagai pemenang untuk paket gedung perawatan.
"Bahwa berdasarkan pertimbangan di atas perbuatan Termohon Kasasi I dan II dalam perkara ini adalah persekongkolan sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999," demikian bunyi pertimbangan di halaman 7 salinan putusan kasasi.
Hal ini tertuang dalam putusan kasasi nomor: 415 K/Pdt.Sus-KPPU/2020. Perkara ini ditangani oleh Syamsul Ma’arif selaku ketua majelis kasasi dengan anggota yakni Sudrajad Dimyati dan Ibrahim. Salinan putusan itu diunggah di laman Direktori Putusan MA pada 29 Juni 2020. (Baca juga: Berkas Dilimpahkan, Dirut Penyuap Kalapas Sukamiskin Segera Diadili)
Majelis hakim kasasi menilai, PT Waskita Karya (Persero) Tbk dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan persekongkolan yang mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dalam tender proyek paket pembangunan gedung perawatan dengan anggaran dan paket pembangunan gedung pelayanan Rumah Sakit Umum Sulawesi Tenggara Tahun Anggaran 2011.
Nilai pembangunan gedung perawatan sebesar Rp68,7 miliar dan nilai pembangunan gedung pelayanan sejumlah Rp91,913 miliar. Majelis menilai, perbuatan dua perusahaan BUMN tersebut terbukti dilakukan bersama-sama dengan panitia pengadaan.
Saat perkaranya masih ditangani KPPU, penyebutan para berbeda. Panitia pengadaan yang dipimpin Baso Amrin Natsir selaku Ketua Panitia Pengadaaan Barang/Jasa APBD Lingkup Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun Anggaran 2011 disebut sebagai 'Terlapor I'. PT Waskita Karya disebut sebagai 'Terlapor II'. Dan PT Adhi Karya disebut sebagai 'Terlapor III'.
Saat kasasi ditangani MA, PT Waskita Karya disebut sebagai Termohon Kasasi I dan PT Adhi Karya disebut sebagai Termohon Kasasi II.
Majelis kasasi menegaskan, telah meneliti memori kasasi yang diajukan oleh KPPU sebagai pemohon kasasi dan kontra memori kasasi yang disampaikan PT Waskita Karya dan PT Adhi Karya serta pertimbangan Judex Facti yang dalam hal ini adalah putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Sebelumnya tutur majelis kasasi, Judex Facti pada pokoknya berpendapat bahwa dalam kegiatan tender oleh Termohon Kasasi I dan II dalam perkara ini tidak terbukti adanya persekongkolan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Menurut Judex Facti, tidak ada bukti yang sah dan kuat menunjukkan adanya persekongkolan antara keduanya untuk memenangkan paket pilihannya. Namun menurut Mahkamah Agung, Judex Facti salah menerapkan hukum serta putusan dan pertimbangan Judex Facti tidak tepat.
Dengan beberapa pertimbangan, MA memastikan terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon kasasi yaitu KPPU dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor: 01/PDT/KPPU/ 2013/PN.Jkt.Tim tertanggal 21 Mei 2015 yang membatalkan putusan KPPU Nomor: 04/KPPU-L/2012 tertanggal 25 April 2013.
Karenanya dalam amar, majelis memutuskan mengabulkan dua hal yakni kasasi yang diajukan KPPU dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Majelis kasasi juga mengadili sendiri dengan empat amar. Satu, menyatakan Terlapor I (Panitia Pengadaaan), Terlapor II (PT Waskita Karya), dan Terlapor III (PT Adhi Karya) terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999.
"Dua, menghukum Terlapor II, membayar denda sebesar Rp3.168.820.000. Tiga, menghukum Terlapor III, membayar denda sebesar Rp4.475.525.000," bunyi bagian amar putusan kasasi yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada Selasa, 12 Mei 2020.
Majelis menegaskan, seluruh uang denda dengan jumlah total Rp7.644.345.000 harus disetor oleh PT Waskita Karya dan PT Adhi Karya ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran bidang persaingan usaha pada Satuan Kerja (Satker) KPPU melalui bank pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha).
"Empat, menghukum Para Termohon Kasasi untuk membayar biaya perkara pada semua tingkat peradilan dan dalam tingkat kasasi ditetapkan sebesar Rp500.000."
MA melalui majelis kasasi membeberkan beberapa pertimbangan permohonan kasasi dikabulkan, membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur, dan mengadili sendiri dengan empat amar.
Pertimbangan pertama, MA berpendapat bahwa dalam perkara persaingan usaha in casu persekongkolan dan kartel bukti petunjuk persangkaan (circumstantial evidence) dapat diterima sebagai bukti sah dan cukup, jika alat bukti berupa keterangan saksi maupun surat berisi keterangan mengenai adanya persekongkolan atau karteI (direct evidence) tidak terbukti adanya.
Kedua, bukti petunjuk/persangkaan (circumstantial evidence) dapat diterima sebagai bukti sah jika memiliki dua unsur yaitu adanya komunikasi dan adanya bukti ekonomi yang sekurang-kurangnya memiliki dua unsur yaitu prilaku dan struktur pasar.
Ketiga, softcopy penawaran Termohon Kasasi I dan Il untuk paket gedung pelayanan dan gedung perawatan adalah sama. Sehingga kesamaan tersebut menunjukkan bahwa antara Termohon Kasasi I dan II telah saling berkomunikasi mengatur tender dalam perkara ini.
Keempat, terhadap paket gedung yang diinginkan oleh Termohon Kasasi I ditetapkan sebagai Pemenang in casu paket gedung perawatan, Termohon Kasasi I mengajukan penawaran harga yang yang lebih rendah (97,11 % dari Owner Estimate/OE) dibandingkan harga yang ditawarkan untuk paket yang tidak berharap ditetapkan sebagai pemenang in casu paket gedung pelayanan (98,5% dari OE).
Sedangkan terhadap paket gedung yang diinginkan oleh Termohon Kasasi II ditetapkan sebagai Pemenang in casu paket gedung pelayanan, Termohon Kasasi II mengajukan penawaran harga yang lebih rendah (97,3% dari OE) dibandingkan dengan harga yang ditawarkan untuk paket yang tidak berharap ditetapkan sebagai pemenang in casu paket gedung perawatan (98,40% dari OE).
"Harga-harga mana menunjukkan adanya pengaturan harga (paralel pricing) antara Termohon Kasasi I dan II."
Kelima, perbuatan Termohon Kasasi I menawarkan harga lebih tinggi untuk paket gedung pelayanan dibandingkan untuk penawaran harga untuk paket gedung perawatan adalah bentuk persaingan semu dan bentuk pengaturan Termohon Kasasi I, agar Termohon Kasasi II yang ditetapkan sebagai pemenang untuk paket gedung pelayanan.
Sebaliknya perbuatan Termohon Kasasi II menawarkan harga lebih tinggi untuk tender paket gedung perawatan dibandingkan dengan harga penawaran untuk tender gedung pelayanan adalah bentuk persaingan semu dan bentuk pengaturan Termohon Kasasi II, agar Termohon Kasasi I ditetapkan sebagai pemenang untuk paket gedung perawatan.
"Bahwa berdasarkan pertimbangan di atas perbuatan Termohon Kasasi I dan II dalam perkara ini adalah persekongkolan sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999," demikian bunyi pertimbangan di halaman 7 salinan putusan kasasi.
(nbs)