Agar Timbulkan Efek Jera, Penegakan Hukum LHK Diperkuat

Minggu, 13 November 2022 - 14:12 WIB
loading...
Agar Timbulkan Efek...
Wakil Menteri LHK Alue Dohong (kanan) bersama Ketua Komisi IV DPR Sudin, Dirjen Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani, dan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Sharm El Sheik, Mesir. Foto: SINDOnews/Ist
A A A
JAKARTA - Indonesia akan terus melakukan penguatan penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan (LHK) yang akan menimbulkan efek jera dan mencegah kejahatan berulang. Penegakan hukum LHK yang kuat akan berdampak langsung pada pengurangan emisi karbon untuk mengatasi perubahan iklim.

Hal itu disampaikan Ketua Komisi IV DPR RI Sudin saat sesi diskusi panel di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim COP27 UNFCCC di Sharm El Sheikh, Mesir.

Sudin mengatakan, DPR sesuai dengan kewenangannya berkomitmen untuk mencegah kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan yang berulang.

"Upaya mencegah kejahatan berulang ini penting dalam pengurangan emisi karbon seperti yang sudah ditargetkan dalam dokumen NDC (Nationally Determined Contribution)," kata Sudin dalam keterangan tertulis diterima, Minggu (13/11/2022).

Baca juga: Menteri LHK Sebut Deforestasi di Indonesia Menurun Tajam

Dalam kewenangan legislasi, DPR bersama pemerintah telah membuat sejumlah peraturan perundang-undangan yang kuat. Misalnya UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan.

DPR kata Sudin, juga melakukan fungsi penganggaran dan mendorong pemerintah menyediakan anggaran yang memadai untuk mengelola dan melindungi hutan dari kerusakan.

Sudin menilai, anggaran untuk perlindungan hutan konservasi perlu ditingkatkan. Pasalnya anggaran yang tersedia masih sangat minim untuk mengelola kawasan hutan konservasi yang luasnya mencapai sekitar 24 juta hektare.

Sudin melanjutkan, dalam fungsi pengawasan, DPR juga mencermati kerja-kerja pemerintah dan memastikan fenomena yang terjadi di lapangan agar segera bisa ditindaklanjuti jika ditemukan pelanggaran.

Sementara Dirjen Penegakan Hukum Kementerian LHK Rasio Ridho Sani menjelaskan, pelanggaran hukum LHK sesungguhnya adalah extraordinary crime (kejahatan hukum luar biasa) karena berdampak buruk pada masyarakat dan pendapatan negara.

Pelaku pelanggaran hukum lingkungan hidup dan kehutanan seringkali dilakukan oleh organisasi yang rapi dan melibatkan orang kuat. Selain itu, pelaku pelanggaran lingkungan banyak yang lintas Negara.

Untuk itu, katanya, perlu kolaborasi antara semua pihak terutama dari seluruh institusi penegakan hukum.

"Kami berkolaborasi dengan baik dengan kepolisian, KPK, dan institusi penegakan hukum lainnya," kata Rasio.

Berkat kolaborasi yang baik dengan seluruh instanasi penegakan hukum, pihaknya bisa melakukan tindakan penegakan hukum yang kuat. Di antaranya 1.884 operasi penegakan hukum, pemberian 2.484 sanksi administsrasi untuk pelanggaran hukum lingkungan hidup dan kehutanan, mengajukan 1.296 gugatan pidana, 31 gugatan perdata, serta 230 penyelesaian di luar pengadilan.

Hasilnya, selain kawasan hutan yang lebih terproteksi, penegakan hukum juga berhasil memenangkan gugatan perdata senilai USD1,32 miliar. Dari jumlah iti 10,8 juta untuk penyelesaian di luar pengadilan, dan USD8,5 juta untuk pemberian sanksi administratif.

Rasio mengatakan, berkat penegakan hukum yang kuat laju deforestasi Indonesia berhasil diturunkan menjadi sebesar 113,5 ribu hektare pada tahun 2020-2021, jauh di bawah catatan di masa lalu yang pernah di atas 3 juta hektare.

Selain itu, hotspot kebakaran hutan dan lahan juga berhasil diturunkan dan dijaga tetap rendah. Tahun 2022 hotspot terpantau 1.245 titik, jauh di bawah catatan di tahun 2015 yang mencapai 70.971 titik.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyatakan, KPK siap memberikan dukungan penegakan hukum dari aspek korupsi. Kerusakan lingkungan hidup dan kehutanan yang diakibatkan oleh korupsi jauh lebih besar dibandingkan oleh pelaku-pelaku yang beraksi di lapangan.

"Pendekatan KPK bukan pelaku di lapangan, tapi pemberi suap dan penyalahgunaan wewenang dalam proses perizinan," katanya.

Ghufron menyebut pelaku korupsi lingkungan hidup dan kehutanan yang dikejar KPK bukan hanya di level direktur tapi juga hingga pada penerima manfaat (beneficial ownership) seperti sudah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1840 seconds (0.1#10.140)