KAHMI Perlu Ambil Peran Strategis Atasi Ancaman Krisis Pangan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam ( KAHMI ) diminta bisa mengambil peran strategis dalam mengatasi ancaman krisis pangan . Adapun ancaman krisis pangan menjadi permasalahan saat ini yang dihadapi semua negara di dunia termasuk Indonesia.
“Kita ingin KAHMI bisa tampil memberi solusi persoalan pangan. Secara internal kita harus menunjukkan keberpihakan yang jelas dalam mengatasi persoalan (pangan) ini,” kata Guru Besar Ekonomi Politik Universitas Hasanuddin Prof Imam Muhahidin Fahmid, Sabtu (5/11/2022).
Dia menyampaikan pandangan itu sebagai salah satu bakal calon Presidium Nasional dalam Musyawarah Nasional (Munas) KAHMI yang bakal digelar pada 24-28 November 2022 di Palu, Sulawesi Tengah.
“Jika terpilih menjadi pimpinan kolektif KAHMI, maka salah satu yang akan kami jadikan isu utama adalah soal pangan. Sebab itu menjadi diskursus penting yang harus diketahui publik,” tutur Prof Imam.
Dia menilai krisis pangan telah menjadi isu yang sangat mempengaruhi kehidupan ekonomi dunia. Perubahan iklim dan berbagai konflik geopolitik turut memberi kontribusi besar terhadap logistik dan distribusi pangan di seluruh dunia.
“Persoalan pangan, termasuk energi akan mengancam kehidupan kemanusiaan kalau tidak diselesaikan,” imbuhnya.
Menurutnya, bangsa ini tidak tidak boleh bergantung pada negara-negara lain dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan. Adanya sejumlah komoditas pangan yang masih harus diimpor sangat disayangkan, sehingga mempengaruhi neraca perdagangan negara.
“Sejumlah komoditas masih kita impor, seperti kedelai, daging, jagung, dan bawang putih. Ke depan semua itu harus ikuti jejak beras yang sudah tiga atau empat tahun ini sudah tidak impor lagi alias kita sudah swasembada beras,” ujarnya.
Dia melihat saat ini Kementerian Pertanian (Kementan) sudah cukup jauh melangkah untuk mempersiapkan bangsa ini menghadapi perubahan iklim. Dia mengatakan, langkah Kementan juga dilakukan agar Indonesia tidak terus menerus bergantung pada impor pangan dari negara lain.
“Ketergantungan kita pada pangan impor bisa pengaruhi keuangan negara. Apalagi kita harus berhadapan dengan para komprador pangan dunia, yang ingin menjadikan Indonesia sebagai market dari international food trading,” ungkapnya.
Sejalan dengan itu, dia berpendapat bahwa KAHMI perlu mengkaji lebih jauh agar punya pijakan kuat untuk memberi masukan kepada pemerintah. KAHMI perlu bersinergi dengan pemerintah untuk memikirkan produksi dan ketersediaan pangan.
“Kita berharap sekali lagi, soal impor beras, harus menjadi pertimbangan yang sangat hati-hati, harus diwaspadai dengan baik. Kalau keliru kebijakan, misalnya kita impor, sementara ada produksi sendiri, itu akan merugikan semua pihak, terutama petani. Harga akan menjadi kacau, nilai tukar petani akan turun, maka akan menurunkan kesejahteraan petani,” pungkasnya.
“Kita ingin KAHMI bisa tampil memberi solusi persoalan pangan. Secara internal kita harus menunjukkan keberpihakan yang jelas dalam mengatasi persoalan (pangan) ini,” kata Guru Besar Ekonomi Politik Universitas Hasanuddin Prof Imam Muhahidin Fahmid, Sabtu (5/11/2022).
Dia menyampaikan pandangan itu sebagai salah satu bakal calon Presidium Nasional dalam Musyawarah Nasional (Munas) KAHMI yang bakal digelar pada 24-28 November 2022 di Palu, Sulawesi Tengah.
“Jika terpilih menjadi pimpinan kolektif KAHMI, maka salah satu yang akan kami jadikan isu utama adalah soal pangan. Sebab itu menjadi diskursus penting yang harus diketahui publik,” tutur Prof Imam.
Dia menilai krisis pangan telah menjadi isu yang sangat mempengaruhi kehidupan ekonomi dunia. Perubahan iklim dan berbagai konflik geopolitik turut memberi kontribusi besar terhadap logistik dan distribusi pangan di seluruh dunia.
“Persoalan pangan, termasuk energi akan mengancam kehidupan kemanusiaan kalau tidak diselesaikan,” imbuhnya.
Menurutnya, bangsa ini tidak tidak boleh bergantung pada negara-negara lain dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan. Adanya sejumlah komoditas pangan yang masih harus diimpor sangat disayangkan, sehingga mempengaruhi neraca perdagangan negara.
“Sejumlah komoditas masih kita impor, seperti kedelai, daging, jagung, dan bawang putih. Ke depan semua itu harus ikuti jejak beras yang sudah tiga atau empat tahun ini sudah tidak impor lagi alias kita sudah swasembada beras,” ujarnya.
Dia melihat saat ini Kementerian Pertanian (Kementan) sudah cukup jauh melangkah untuk mempersiapkan bangsa ini menghadapi perubahan iklim. Dia mengatakan, langkah Kementan juga dilakukan agar Indonesia tidak terus menerus bergantung pada impor pangan dari negara lain.
“Ketergantungan kita pada pangan impor bisa pengaruhi keuangan negara. Apalagi kita harus berhadapan dengan para komprador pangan dunia, yang ingin menjadikan Indonesia sebagai market dari international food trading,” ungkapnya.
Sejalan dengan itu, dia berpendapat bahwa KAHMI perlu mengkaji lebih jauh agar punya pijakan kuat untuk memberi masukan kepada pemerintah. KAHMI perlu bersinergi dengan pemerintah untuk memikirkan produksi dan ketersediaan pangan.
“Kita berharap sekali lagi, soal impor beras, harus menjadi pertimbangan yang sangat hati-hati, harus diwaspadai dengan baik. Kalau keliru kebijakan, misalnya kita impor, sementara ada produksi sendiri, itu akan merugikan semua pihak, terutama petani. Harga akan menjadi kacau, nilai tukar petani akan turun, maka akan menurunkan kesejahteraan petani,” pungkasnya.
(rca)