RUU PPRT Perlu Didorong Segera Menjadi Undang-undang
loading...
A
A
A
Berdasarkan tata tertib DPR, sejatinya pimpinan tidak boleh menahan proses perundangan-undangan yang sedang berlangsung. Apalagi tujuh fraksi sudah sepakat dan hanya dua fraksi yang menolak. "Mungkin harus digerudug agar proses legislasi RUU PPRT bisa segera berlanjut dan disahkan," ujarnya.
Anggota DPR dari Fraksi PKB, Luluk Nur Hamidah mengungkapkan, Nahdatul Ulama (NU) mendukung penuh pengesahan RUU PPRT didasari atas pemikiran bahwa perlindungan kepada PRT adalah bagian dari pesan moral keagamaan dan konstitusi. Pemerintah seharusnya berupaya menghasilkan kerja-kerja kemaslahatan, sehingga setiap warga negara mendapatkan perlindungan dan pekerjaan yang layak.
Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Anwar Sanusi berpendapat kebijakan ketenagakerjaan diterapkan pemerintah sejatinya bertujuan membuat sistem dalam pengaturan PRT menjadi lebih baik. Namun, hingga saat ini masih ada regulasi yang belum terisi bagi perlindungan PRT, sehingga para pekerja rumah tangga belum diatur secara jelas.
Menurut Anwar, ada sejumlah hal yang menjadi kendala dalam pengaturan kebijakan terkait PRT, antara lain belum adanya kebijakan perlindungan hak dan kewajiban PRT, Indonesia belum meratifikasi Konvensi ILO 189 tentang Pengaturan PRT, dan PRT tidak mendapat jaminan perlindungan sosial ketenagakerjaan.
Deputi V Bidang Politik, Hukum, Keamanan dan HAM, Kantor Staf Presiden (KSP), Jaleswari Pramodhawardani mengungkapkan, pada satu kesempatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga mendorong agar BPJS Ketenagakerjaan tidak melindungi pekerja formal, tapi juga pekerja informal. Pemerintah, kata Jaleswari, cukup serius melindungi setiap warga negara tanpa pandang bulu. Pemerintah juga membentuk gugus tugas terkait percepatan pengesahan RUU PPRT.
Kolaborasi seluruh pemangku kepentingan yang sangat bagus saat memperjuangkan RUU TPKS menjadi undang-undang harus ditularkan semangatnya pada proses RUU PPRT. "Menjelaskan subtansi penting, strategi juga penting dalam proses mengegolkan RUU PPRT menjadi undang-undang," ujar Jaleswari.
Ketua Umum Kowani, Giwo Rubianto berharap proses percepatan pengesahan RUU PPRT menjadi undang-undang bisa direalisasikan sebelum 22 Desember 2022, sebagai hadiah dari para wakil rakyat. Menurut Giwo, selama ini setiap anggota Kowani juga berkomitmen menyosialisasikan substansi RUU PPRT kepada berbagai komunitas dan organisasi, agar masyarakat memahami manfaat dan pentingnya UU PPRT.
Hadirnya UU PPRT secara teknis juga bisa meringankan para pemberi kerja, tidak semata menambah kewajiban pemberi kerja."Komitmen Kowani sejak 1935, wanita Indonesia adalah Ibu Bangsa, jadi para PRT adalah IbuBangsa yang harus dimuliakan," ujarnya.
Koordinator Jala PRT, Lita Anggraini mengungkapkan, kontribusi PRT terhadap kehidupan di sebagian besar rumah tangga cukup besar. Kehadiran PRT di sebuah rumah tangga kelas menengah-atas, ujar Lita, mampu meningkatkan produktivitas keluarga tersebut. Tanpa PRT, pengeluaran rumah tangga itu diperkirakan bisa lebih tinggi lima kali lipatjika dibandingkan bila tidak ada PRT.
"Namun apa yang dialami PRT malah sangat menyedihkan karena kerap menjadi korban kekerasan, tidak memiliki jaminan kesehatan, dan bansos. Padahal sebagian besar PRT masuk kategori masyarakat tidak mampu," katanya.
Anggota DPR dari Fraksi PKB, Luluk Nur Hamidah mengungkapkan, Nahdatul Ulama (NU) mendukung penuh pengesahan RUU PPRT didasari atas pemikiran bahwa perlindungan kepada PRT adalah bagian dari pesan moral keagamaan dan konstitusi. Pemerintah seharusnya berupaya menghasilkan kerja-kerja kemaslahatan, sehingga setiap warga negara mendapatkan perlindungan dan pekerjaan yang layak.
Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Anwar Sanusi berpendapat kebijakan ketenagakerjaan diterapkan pemerintah sejatinya bertujuan membuat sistem dalam pengaturan PRT menjadi lebih baik. Namun, hingga saat ini masih ada regulasi yang belum terisi bagi perlindungan PRT, sehingga para pekerja rumah tangga belum diatur secara jelas.
Menurut Anwar, ada sejumlah hal yang menjadi kendala dalam pengaturan kebijakan terkait PRT, antara lain belum adanya kebijakan perlindungan hak dan kewajiban PRT, Indonesia belum meratifikasi Konvensi ILO 189 tentang Pengaturan PRT, dan PRT tidak mendapat jaminan perlindungan sosial ketenagakerjaan.
Deputi V Bidang Politik, Hukum, Keamanan dan HAM, Kantor Staf Presiden (KSP), Jaleswari Pramodhawardani mengungkapkan, pada satu kesempatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga mendorong agar BPJS Ketenagakerjaan tidak melindungi pekerja formal, tapi juga pekerja informal. Pemerintah, kata Jaleswari, cukup serius melindungi setiap warga negara tanpa pandang bulu. Pemerintah juga membentuk gugus tugas terkait percepatan pengesahan RUU PPRT.
Kolaborasi seluruh pemangku kepentingan yang sangat bagus saat memperjuangkan RUU TPKS menjadi undang-undang harus ditularkan semangatnya pada proses RUU PPRT. "Menjelaskan subtansi penting, strategi juga penting dalam proses mengegolkan RUU PPRT menjadi undang-undang," ujar Jaleswari.
Ketua Umum Kowani, Giwo Rubianto berharap proses percepatan pengesahan RUU PPRT menjadi undang-undang bisa direalisasikan sebelum 22 Desember 2022, sebagai hadiah dari para wakil rakyat. Menurut Giwo, selama ini setiap anggota Kowani juga berkomitmen menyosialisasikan substansi RUU PPRT kepada berbagai komunitas dan organisasi, agar masyarakat memahami manfaat dan pentingnya UU PPRT.
Hadirnya UU PPRT secara teknis juga bisa meringankan para pemberi kerja, tidak semata menambah kewajiban pemberi kerja."Komitmen Kowani sejak 1935, wanita Indonesia adalah Ibu Bangsa, jadi para PRT adalah IbuBangsa yang harus dimuliakan," ujarnya.
Koordinator Jala PRT, Lita Anggraini mengungkapkan, kontribusi PRT terhadap kehidupan di sebagian besar rumah tangga cukup besar. Kehadiran PRT di sebuah rumah tangga kelas menengah-atas, ujar Lita, mampu meningkatkan produktivitas keluarga tersebut. Tanpa PRT, pengeluaran rumah tangga itu diperkirakan bisa lebih tinggi lima kali lipatjika dibandingkan bila tidak ada PRT.
"Namun apa yang dialami PRT malah sangat menyedihkan karena kerap menjadi korban kekerasan, tidak memiliki jaminan kesehatan, dan bansos. Padahal sebagian besar PRT masuk kategori masyarakat tidak mampu," katanya.