Rangkap Jabatan Komisaris BUMN, Ini Tiga Usulan Ombudsman untuk Pemerintah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesian (ORI) memberikan beberapa masukan kepada pemerintah agar terkait pemilihan Komisaris di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Usulan disampaikan agar tidak ada lagi pejabat pemerintahan yang rangkap jabatan pada induk atau anak cucu perusahaan BUMN.
Anggota Ombudsman RI Alamsyah Saragih mengatakan, Presiden Joko Widodo perlu mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) untuk mengatur batasan-batasan dalam penetapan Komisaris di tubuh BUMN. Sebab, jika melihat aturan Undang-Undang baik TNI maupun Polri aktif dilarang untuk rangkap jabatan.
Oleh karena itu, pemerintah perlu mendorong perubahan undang-undang jika memang masih memaksa bahwa pejabat pemerintahan boleh mengisi komisaris di BUMN. Namun jika merubah Undang-undang, memerlukan waktu yang cukup lama karena harus ada mekanisme yang dilalui.
(Baca: Erick Thohir Tunjuk Aparat Hukum Aktif di BUMN, Ombudsman: Ada Benturan Regulasi)
"Misalnya untuk TNI Polri prioritaskan dulu yang sudah tidak aktif. Dan kalaupun masih aktif harus ditempatkan di BUMN yang mana yang relevan. Jadi jangan semua BUMN ditempatkan begitu saja. Sesuai dengan kompetensinya. ," ujarnya dalam acara market review IDX Channel, Senin (6/7/2020).
Lalu yang kedua adalah, pemerintah harus melakukan pengecekan pada kompetensi masing-masing individu atau pejabat yang akan dipilih sebagai Komisaris di Perusahaan plat merah. Menurutnya, kompetensi individu yang akan dipilih ini harus sesuai dengan kemampuan dan latar belakang serta kebutuhan perusahaan.
"Kedua kemudian cek kompetensinya jangan sampai ada misalnya salah satu pejabat di Kementerian Perhubungan merangkap komisaris di Pegadaian itu kan enggak nyambung ya menurut saya lebih kepada memberikan tempat saja," jelasnya
Oleh karena itu, dalam pengecekan kompetensi ini sangat penting adannya fit and proper tes. Proses seleksi ini juga nantinya harus melibatkan beberapa lembaga terakit.
(Baca: Enaknya Jadi Komisaris Rangkap BUMN, Gaji Dobel Kerja Asal-asalan)
Sebagai salah satu contohnya adalah dalam memilih Komisaris di Perbankan plat merah. Maka pemeritnah perlu melibatkan Otoritas Jasa Keuanga (OJK) yang memiliki kewenangan dalam mengatur dan mengawasi perbankan.
"Kemudian dalam rekrutmen kami juga melihat ada proses untuk BUMN tertentu okey dia Ada fit and proper dulu misalnya perbankan oleh OJK kemudian ditetapkan oleh Menteri BUMN," kata Alamsyah.
Dan yang terakhir lanjut Alamsyah, perlu ada evaluasi secara berkala oleh Kementerian BUMN kepada posisi Komisaris perusahaan milik negara ini. Hal ini penting untuk mengetahui bagaiaman kinerja dari Komisaris selama dia mejabat karena berkaitan pada kinerja BUMN ke depan.
"Terakhir kami melihat dalam rekrutmen itu tidak ada evaluasi berkali atas kinerja dari komisaris yang sudah ditetapkan itu kan juga harus dilakukan. Sehingga demikian dalam proses rekrutmen sistem itu harus kita perbaiki satu persatu sehingga lebih proper," jelasnya.
Anggota Ombudsman RI Alamsyah Saragih mengatakan, Presiden Joko Widodo perlu mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) untuk mengatur batasan-batasan dalam penetapan Komisaris di tubuh BUMN. Sebab, jika melihat aturan Undang-Undang baik TNI maupun Polri aktif dilarang untuk rangkap jabatan.
Oleh karena itu, pemerintah perlu mendorong perubahan undang-undang jika memang masih memaksa bahwa pejabat pemerintahan boleh mengisi komisaris di BUMN. Namun jika merubah Undang-undang, memerlukan waktu yang cukup lama karena harus ada mekanisme yang dilalui.
(Baca: Erick Thohir Tunjuk Aparat Hukum Aktif di BUMN, Ombudsman: Ada Benturan Regulasi)
"Misalnya untuk TNI Polri prioritaskan dulu yang sudah tidak aktif. Dan kalaupun masih aktif harus ditempatkan di BUMN yang mana yang relevan. Jadi jangan semua BUMN ditempatkan begitu saja. Sesuai dengan kompetensinya. ," ujarnya dalam acara market review IDX Channel, Senin (6/7/2020).
Lalu yang kedua adalah, pemerintah harus melakukan pengecekan pada kompetensi masing-masing individu atau pejabat yang akan dipilih sebagai Komisaris di Perusahaan plat merah. Menurutnya, kompetensi individu yang akan dipilih ini harus sesuai dengan kemampuan dan latar belakang serta kebutuhan perusahaan.
"Kedua kemudian cek kompetensinya jangan sampai ada misalnya salah satu pejabat di Kementerian Perhubungan merangkap komisaris di Pegadaian itu kan enggak nyambung ya menurut saya lebih kepada memberikan tempat saja," jelasnya
Oleh karena itu, dalam pengecekan kompetensi ini sangat penting adannya fit and proper tes. Proses seleksi ini juga nantinya harus melibatkan beberapa lembaga terakit.
(Baca: Enaknya Jadi Komisaris Rangkap BUMN, Gaji Dobel Kerja Asal-asalan)
Sebagai salah satu contohnya adalah dalam memilih Komisaris di Perbankan plat merah. Maka pemeritnah perlu melibatkan Otoritas Jasa Keuanga (OJK) yang memiliki kewenangan dalam mengatur dan mengawasi perbankan.
"Kemudian dalam rekrutmen kami juga melihat ada proses untuk BUMN tertentu okey dia Ada fit and proper dulu misalnya perbankan oleh OJK kemudian ditetapkan oleh Menteri BUMN," kata Alamsyah.
Dan yang terakhir lanjut Alamsyah, perlu ada evaluasi secara berkala oleh Kementerian BUMN kepada posisi Komisaris perusahaan milik negara ini. Hal ini penting untuk mengetahui bagaiaman kinerja dari Komisaris selama dia mejabat karena berkaitan pada kinerja BUMN ke depan.
"Terakhir kami melihat dalam rekrutmen itu tidak ada evaluasi berkali atas kinerja dari komisaris yang sudah ditetapkan itu kan juga harus dilakukan. Sehingga demikian dalam proses rekrutmen sistem itu harus kita perbaiki satu persatu sehingga lebih proper," jelasnya.
(muh)