Berdaulat Pangan dari Desa

Jum'at, 14 Oktober 2022 - 12:15 WIB
loading...
A A A
Ini ditandai oleh sistem pangan yang seragam dan terpusat, diproduksi petani kecil dan miskin, ditopang impor, bertumpu pada sumber daya yang rentan dan terbatas, rantai pasok yang tidak adil, dan besar dalam pemborosan pangan (food lost and waste). Pertanyaannya, di manakah harapan masa depan pangan Indonesia ditumpukan?

Jawabannya adalah desa. Setidaknya ada tiga alasan mengapa desa jadi tumpuan. Pertama, 82% dari 74.961 jumlah desa hidup dari sektor pertanian. Ada desa persawahan sebagai produsen beras, desa nelayan produsen ikan dan hasil laut lain, desa perkebunan sebagai penghasil hasil kebun, seperti sayuran, kopi, karet, kakao, tembakau, dan lain-lain. Kedua, desa mencakup 91% pemerintahan terendah, sisanya berupa kelurahan. Ketiga, desa didiami 71% warga negara Indonesia.

Jadi, memastikan produksi pangan di level desa sejatinya menggaransi pangan bagi sebagian besar anak bangsa di Nusantara.

Berpuluh tahun relasi desa-kota berujung pada marjinalisasi desa. Konsep urban-rural linkages tidak berjalan karena kenyataannya kota makin perkasa, sedangkan desa justru kian merana dan tertinggal. Kota dan daerah-daerah maju menarik jutaan tenaga kerja terdidik dan terlatih meninggalkan desa dan membuat desa makin tertinggal. Yang tersisa adalah pekerja di ujung produktif. Itu suasana 1990-2000-an.

Sepuluh tahun terakhir, ada kecenderungan pekerja produktif bermukim di desa. Secara sadar mereka meninggalkan pekerjaan yang semula ditekuni di kota, lalu berkarya dan hidup di desa.

Anda bisa Googling dengan keyword “petani muda” atau “petani milenial”, Anda akan menemukan sosok-sosok muda yang secara sadar ingin berkarya dan hidup di desa. Berbeda dengan gerenasi pendahulu, mereka ini selalu terpapar internet, lebih terbuka, pembelajar, dan teknologi minded.

Dengan bantuan internet, mereka memasarkan produk yang dihasilkan. Kembalinya penduduk usia produktif meniscayakan tersedia SDM potensial dan mumpuni di desa. Berpadu dengan lahan produktif, dana desa, dan hadirnya lembaga ekonomi perdesaan, BUMDES, terbuka besar peluang desa berdaulat pangan.

Peran pemerintah desa sebagai penggerak ekonomi jadi penting. Yang memandu adalah membangun kemandirian dengan menyatukan kekuatan. Langkah Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi yang mengkreasi desa peternakan terpadu berkelanjutan di 7 kabupaten di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat bisa jadi contoh.

Caranya, sejumlah desa membentuk BUMDES Bersama. Desa menyediakan lahan pakan ternak, lalu BUMDES Bersama mendirikan kandang ternak terintegrasi. Ada juga empang pemeliharaan ikan dan aneka tanaman hortikultura.

Warga desa menjadi konsumen hasil peternakan terpadu. Daging sapi, daging kambing, daging dan telur ayam, sayuran, buah-buahan, dan ikan dijual lewat BUMDES Bersama untuk kebutuhan warga desa setempat. Untuk menghindari peran tengkulak, surplus produksi harus dijual lewat BUMDES Bersama.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1367 seconds (0.1#10.140)