PDIP Vs Nasdem Memanas, Akankah Berujung Reshuffle Kabinet?

Jum'at, 14 Oktober 2022 - 06:10 WIB
loading...
PDIP Vs Nasdem Memanas,...
Hubungan antara elite Partai Nasdem dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memanas pascadeklarasi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden (capres) 2024. Foto: Ilustrasi/Dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Hubungan antara elite Partai Nasdem dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memanas pascadeklarasi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden ( capres ) 2024. Elite partai pendukung Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) - Ma’ruf Amin itu terlibat saling sindir.

Adapun Partai Nasdem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai bakal capres 2024 pada Senin 3 Oktober 2022. Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menyebut deklarasi itu membawa kesan ingin pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin cepat selesai.

Hasto juga menyinggung ada warna biru yang lepas dari pemerintahan Jokowi. Sindiran itu disampaikan Hasto usai acara talk show bertajuk TNI adalah Kita di Kantor DPP PDIP Gedung B, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu 9 Oktober 2022.





Awalnya awak media bertanya kepada Hasto Kristiyanto mengapa membahas soal insiden Hotel Yamato. "Itu di Hotel Yamato, di hotel itu para pejuang kita melihat ada bendera Belanda, birunya dilepas. Dan ternyata birunya juga terlepas dari pemerintahan Jokowi sekarang karena punya calon presiden sendiri," kata Hasto.

Pernyataan Hasto Kristiyanto mengenai deklarasi Anies Baswedan sebagai bakal capres 2024 pun direspons oleh elite Partai Nasdem Bestari Barus. Bestari Barus meminta Hasto Kristiyanto lebih banyak belajar terkait pencapresan.

Menurut Bestari, Hasto harus berhenti mengeluarkan pernyataan minor. Dia juga menilai pernyataan-pernyataan Hasto belakangan ini seperti menutupi lambannya PDIP dalam mengusung capres 2024.



Dia pun menantang PDIP segera mendeklarasikan capres 2024 jika khawatir terhadap permasalahan bangsa. "Jangan malah mencampuri capres dan urusan partai lain,” kata Bestari Barus.

Di sisi lain, Bestari menegaskan jangan pernah ada yang mempertanyakan loyalitas Nasdem pada pemerintahan saat ini. "Tapi kalau hari ini kami membuat gelisah PDIP itu bagian demokrasi. Artinya dia yang perlu belajar,” ujar Bestari.

Ia menegaskan tidak ada koalisi yang abadi sepanjang waktu. "Proses untuk menentukan satu nama juga membutuhkan waktu yang cukup panjang. Tidak ujug-ujug. Lagi pula batas koalisi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin kan sampai 2024," kata Bestari.



Dia menjelaskan, Partai Nasdem dalam memilih capres tidak sekadar menunjuk petugas partai tapi juga memberikan keleluasaan bagi sang capres yang diusung untuk memilih cawapresnya. "Nah, untuk 2024 ke 2029 tentu Partai NasDem butuh waktu yang cepat, supaya bisa menemukan figur terbaik untuk memimpin bangsa Indonesia ke depan. NasDem mencari pemimpin nasional bukan sekadar petugas partai," katanya.

Bestari juga menegaskan Anies Baswedan tidak ada kaitannya dengan koalisi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin saat ini. "Perlu digarisbawahi Anies itu untuk periode 2024-2029. Jadi, tidak ada kaitannya dengan koalisi hari ini, karena 2024 tongkat estafet perlu diberikan kepada yang lain," kata Bestari.

Relawan pendukung Jokowi pun mendesak dilakukannya perombakan atau reshuffle kabinet. Presiden Jokowi pun memberi sinyal akan adanya reshuffle kabinet.



Menteri Nasdem menjadi perhatian usai deklarasi pencapresan Anies Baswedan. "Rencana selalu ada (reshuffle). Pelaksanaan nanti diputuskan," ujar Jokowi di Stasiun Kereta Cepat Indonesia China di Stasiun Kereta Cepat Tegalluar, Cileunyi, Kabupaten Bandung, Kamis (13/10/2022).

Sekadar diketahui, Partai Nasdem memiliki tiga jatah kursi di Kabinet Jokowi-Ma’ruf. Mereka adalah Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, dan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

Lalu, apakah perseteruan antara elite kedua parpol itu berujung pada reshuffle kabinet atau berimbas pada jatah kursi menteri Nasdem?

Pengamat Politik dan Direktur IndoStrategi Research and Consulting Arif Nurul Imam menilai saling sindir elite kedua parpol itu merupakan bentuk rivalitas politik antara Nasdem dengan PDIP terkait Pilpres 2024. “Nasdem dan PDIP sama-sama berkepentingan dalam suksesi Pilpres 2024, apalagi telah terlihat kemungkinan akan berbeda dalam poros politik nanti,” kata Arif Nurul Imam kepada SINDOnews, Kamis (13/10/2022).



Dia melihat deklarasi Anies Baswedan sebagai bakal capres 2024 oleh Nasdem berdampak pada eskalasi perpolitikan Tanah Air. Arif menilai Nasdem terbilang berani mendeklarasikan Anies Baswedan. “Hal ini karena kita tahu Anies merupakan sosok yang selama ini dianggap sebagai kontra pemerintah,” tutur Arif.

Sementara itu, Peneliti Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro menilai tudingan Hasto mengenai Nasdem yang sudah tidak lagi sejalan dengan pemerintahan Jokowi karena mendeklarasikan Anies Baswedan sangat tidak mendasar.

“Penilaian apakah Partai Nasdem masih sejalan atau tidak sejalan lagi dengan pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak bisa didasarkan atas hal tersebut, melainkan didasarkan pada komitmen dalam menjalankan program-program pemerintahan oleh menteri-menteri dari Partai Nasdem di kabinet,” kata Bawono Kumoro.

Dia berpendapat, keputusan Partai Nasdem mendeklarasikan Anies Baswedan harus ditempatkan di dalam konteks menjalankan salah satu fungsi dari partai politik sebagai sarana rekrutmen kepemimpinan nasional. “Jadi jangan itu ditempatkan di luar konteks tersebut sehingga memunculkan asumsi negatif tidak perlu,” pungkasnya.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin melihat perseteruan antara elite PDIP dengan Nasdem itu hanya mengenai perbedaan kepentingan terkait Pilpres 2024. “Apakah berujung reshuffle? Saya sih meyakini tidak, kecil kemungkinan reshuffle itu,” kata Ujang.

Karena, Ujang meyakini Presiden Jokowi tidak akan gegabah. “Karena soal komitmen koalisi itu kan lima tahunan,” tutur Ujang.

Terlebih, kata dia, Nasdem sudah menyampaikan komitmennya hingga 2024. Dia melihat sejumlah parpol pendukung pemerintah sudah bermanuver untuk Pilpres 2024.

“Mungkin karena Anies dianggap antitesa dari pemerintahan Jokowi, maka dimusuhi oleh partai-partai koalisi Jokowi termasuk oleh PDIP,” imbuhnya.

Dia juga menilai berbahaya jika reshuffle kabinet terhadap menteri Nasdem itu dilakukan. “Nanti kalau Anies menang (Pilpres 2024), berisiko, Jokowi ketika sudah tidak menjabat akan dikerjai, akan menjadi lawan pemerintahan yang baru dan itu berbahaya buat Jokowi,” katanya.

Hal senada juga dikatakan oleh Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI Kunto Adi Wibowo. “Jauhlah kalau soal reshuffle. Saya pikir Nasdem sudah memberikan komitmennya pada Pak Jokowi, oke kita akan berbeda di 2024 tapi sampai akhir pemerintahan Pak Jokowi saya pikir Nasdem masih tetap loyal dengan Pak Jokowi, saya tidak melihat ada kebutuhan serius melakukan reshuffle kabinet terutama terhadap menteri-menteri dari Nasdem,” kata Kunto.

Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai sah-sah saja Jokowi mengurangi jatah kursi menteri Nasdem. “Saya sih hakulyakin menjawab kalau besok direshuffle itu kan bukan kinerja kan, ini karena enggak disiplin di dalam koalisi kan gitu, atau tidak manut atau loyal, kalau basisnya kinerja enggak sih,” kata Pangi.

Menurutnya, perlu alasan yang kuat untuk mengurangi jatah kursi kabinet partai koalisi. “Tinggal Jokowi mau berpolitik bermartabat atau berpolitik menghalalkan berbagai cara itu kan haknya dia,” katanya.

Namun, diakuinya reshuffle merupakan hak prerogatif presiden. “Memang tidak ada salahnya juga, diberhentikan 3 menteri dari Nasdem karena dianggap tidak loyal, tidak disiplin, loyalitas ganda misalnya, itu sah saja tapi enggak fair menurut saya,” pungkasnya.
(rca)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1851 seconds (0.1#10.140)