Suara Nasdem Justru Akan Melejit karena Anies Effect
loading...
A
A
A
Asep Lukman
Pegiat Tajdid Insitute
MENGENAI spekulasi dari sebagian pengamat dan ahli tentang kemungkinan akan merosotnya suara Partai Nasdem pascadiumumkanya Anies Baswedan sebagai calon presidennya, hal tersebut tidak lebih hanya sebagai “Bullying” dari pihak yang sebenarnya kontra.
Saya meragukan motivasi mereka jika disebut sebagai analis yang independen karena beberapa alasan. Pertama, tidak sedikit survei pra-pemilu lebih merupakan penggiringan opini daripada potret keadaan yang sesungguhnya.
Sebagai contoh, survei yang pernah dirilis 2013 oleh lembaga survei Indikator Politik, yang menyatakan bila PDI Perjuangan mencapreskan Jokowi, maka perolehan suara PDI Perjuangan diprediksi mencapai 37,8%. Sementara, jika tidak mengusung Jokowi, perolehan suara PDI Perjuangan hanya 14,4%.
Mereka mengklaim hanya memiliki margin of error sebesar 2,9% dan tingkat kepercayaan sebesar 95%. Rupanya suara PDI Perjuangan hanya 19,26%. Artinya, soal kecurigaan adanya kegiatan dari lembaga survei hanya untuk meneror psikologi orang-orang partai agar mau didikte lembaga survei itu sangat mungkin terjadi.
Kedua, mari kita amati perjalan partai yang pernah memiliki loncatan suara besar akibat didukung kelompok non partisan dan pemilih swing voters.
Susilo Bambang Yudhoyono Effect yang dirasakan Partai Demokrat. Dari hasil Pemilu 2009, Partai Demokrat menjadi Pemenang Pemilu Legislatif dengan memperoleh 150 kursi (26,4%) di DPR RI, setelah mendapat 21.703.137 total suara (20,4%).
Lalu Prabowo Effect. Pada Pileg 2009, Partai Gerindra hanya memiliki 26 kursi (4.64%). Namun melejit setelah mencalonkan Prabowo jadi presiden, Gerindra mampu menarik perhatian masyarakat “swing voters” dari kelompok nasionalis religius beralih ke Gerindra. Hingga puncaknya pada Pileg 2019 menjadi partai politik kedua terbesar menempati 78 kursi di DPR setelah meraih suara 13,57%. Keduanya memberi coattail effect kepada partainya masing-masing.
Bagaimana dengan Anies Effect. Padahal banyak orang memprediksi Anies Baswedan memiliki electoral lebih besar di atas Prabowo dan bahkan hampir melampaui SBY.
Cukup logis jika Anies dianggap memilki daya tarik lebih besar, pertama baik SBY atau Prabowo hanya mendapat dukungan dari pemilih basis oposisi, sementara Anies Baswedan dianggap sebagai simbol perubahan bagi masyarakat oposisi tapi juga mampu memikat Partai Nasdem yang notabene partai pro kekuasaan. Bahkan masih memilki kemungkinan mendapat dukungan dari partai lainnya yang sekarang berada di kekuasaan.
Pegiat Tajdid Insitute
MENGENAI spekulasi dari sebagian pengamat dan ahli tentang kemungkinan akan merosotnya suara Partai Nasdem pascadiumumkanya Anies Baswedan sebagai calon presidennya, hal tersebut tidak lebih hanya sebagai “Bullying” dari pihak yang sebenarnya kontra.
Saya meragukan motivasi mereka jika disebut sebagai analis yang independen karena beberapa alasan. Pertama, tidak sedikit survei pra-pemilu lebih merupakan penggiringan opini daripada potret keadaan yang sesungguhnya.
Sebagai contoh, survei yang pernah dirilis 2013 oleh lembaga survei Indikator Politik, yang menyatakan bila PDI Perjuangan mencapreskan Jokowi, maka perolehan suara PDI Perjuangan diprediksi mencapai 37,8%. Sementara, jika tidak mengusung Jokowi, perolehan suara PDI Perjuangan hanya 14,4%.
Mereka mengklaim hanya memiliki margin of error sebesar 2,9% dan tingkat kepercayaan sebesar 95%. Rupanya suara PDI Perjuangan hanya 19,26%. Artinya, soal kecurigaan adanya kegiatan dari lembaga survei hanya untuk meneror psikologi orang-orang partai agar mau didikte lembaga survei itu sangat mungkin terjadi.
Kedua, mari kita amati perjalan partai yang pernah memiliki loncatan suara besar akibat didukung kelompok non partisan dan pemilih swing voters.
Susilo Bambang Yudhoyono Effect yang dirasakan Partai Demokrat. Dari hasil Pemilu 2009, Partai Demokrat menjadi Pemenang Pemilu Legislatif dengan memperoleh 150 kursi (26,4%) di DPR RI, setelah mendapat 21.703.137 total suara (20,4%).
Lalu Prabowo Effect. Pada Pileg 2009, Partai Gerindra hanya memiliki 26 kursi (4.64%). Namun melejit setelah mencalonkan Prabowo jadi presiden, Gerindra mampu menarik perhatian masyarakat “swing voters” dari kelompok nasionalis religius beralih ke Gerindra. Hingga puncaknya pada Pileg 2019 menjadi partai politik kedua terbesar menempati 78 kursi di DPR setelah meraih suara 13,57%. Keduanya memberi coattail effect kepada partainya masing-masing.
Bagaimana dengan Anies Effect. Padahal banyak orang memprediksi Anies Baswedan memiliki electoral lebih besar di atas Prabowo dan bahkan hampir melampaui SBY.
Cukup logis jika Anies dianggap memilki daya tarik lebih besar, pertama baik SBY atau Prabowo hanya mendapat dukungan dari pemilih basis oposisi, sementara Anies Baswedan dianggap sebagai simbol perubahan bagi masyarakat oposisi tapi juga mampu memikat Partai Nasdem yang notabene partai pro kekuasaan. Bahkan masih memilki kemungkinan mendapat dukungan dari partai lainnya yang sekarang berada di kekuasaan.