Bijak Menyikapi Potensi Resesi Global

Jum'at, 07 Oktober 2022 - 04:58 WIB
loading...
Bijak Menyikapi Potensi Resesi Global
Menghadapi ancaman resesi tahun depan, masyarakat, perlu mengelola keuangan dengan bijak, misalnya dengan berinvestasi pada instrumen keuangan yang aman dan memberi keuntungan optimal. (KORAN SINDO/Wawan Bastian)
A A A
MESKIPUN masih prediksi, namun gaung ancaman resesi sudah membuat masyarakat dunia cemas. Wacana atau prediksi yang membuat masyarakat ketar-ketir itu bermuara dari hasil survei dari Forum Ekonomi Dunia yang berbasis di Swiss, tujuh dari 10 responden dalam sampel 22 ekonom mengatakan, mereka percaya resesi global mungkin terjadi pada tahun 2023.

Hal yang sama diprediksi oleh Bank Dunia (World Bank) dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Alasannya, resesi global terjadi karena dampak dari perang Rusia-Ukraina, inflasi yang tidak terkendali di banyak Negara di dunia, kekhawatiran terhadap Bank Sentral AS( The Fed) yang diperkirakan akan menaikkan suku bunga. Hingga potensi bank sentral di seluruh dunia menaikkan suku bunga sebagai respons terhadap inflasi.

Baca Juga: koran-sindo.com

Namun Dana Moneter Internasional (IMF) justru meyakini, hanya beberapa negara saja yang diperkirakan akan mengalami resesi pada 2023. IMF menilai, belum tentu akan terjadi resesi global.

Meskipun baru prediksi, namun perlu diantisipasi, terutama oleh masyarakat. Terlebih setelah kondisi keuangan masyarakat khususnya kelas menengah bawah babak belur dihantam kenaikan harga BBM. Kondisi di dalam negeri tak menguntungkan tersebut, termasuk pengaruh kondisi global berpotensi menurunkan daya beli masyarakat.

Kalangan menengah akan menggunakan dananya untuk memenuhi kebutuhan pokok terlebih dahulu dibandingkan dengan kebutuhan sekunder maupun konsumtif. Sedangkan kalangan atas saat resesi umumnya menaruh dananya di instrumen invesrasi yang aman. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap pergerakan sektor riil yang masih belum pulih betul akibat badai pandemi Covid-19 selama dua tahun.

Jika ekonomi melambat, tentu berpengaruh terhadap kapasitas produksi yang berpotensi menimbulkan pengurangan tenaga kerja di beberapa sektor, khususnya yang terkait dengan sektor konsumsi.

Berkaca dari krisis ekonomi global 2008 yang dipicu masalah yang populer disebut subprime mortgage akibat kredit macet di sektor perumahan AS, Indonesia memiliki kekuatan fundamental yang lebih baik dibandingkan dengan negara kawasan lainnya.

Imbas krisis baru terasa menjelang akhir 2008. Setelah mencatat pertumbuhan ekonomi di atas 6% sampai dengan triwulan III-2008, perekonomian Indonesia mulai mendapat tekanan berat pada triwulan IV-2008. Hal itu tercermin pada perlambatan ekonomi secara signifikan terutama karena anjloknya kinerja ekspor. Hal itu lantaran banyak negara, khususnya Eropa masih berjibaku untuk menjaga pondasi perekonomian negaranya dari dampak krisis subprime mortgage itu.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 1.9015 seconds (0.1#10.140)