Integrasi Pendidikan Perubahan Iklim pada Kurikulum Merdeka
loading...
A
A
A
Latasha Safira
Head of Education Research - Center for Indonesian Policy Studies (CIPS)
PENDIDIKAN perubahan iklim atau akhlak pada alam perlu diintegrasikan ke dalam Kurikulum Merdeka untuk memberikan perspektif mengenai keberlanjutan kepada anak-anak kita sedari dini. Keberlanjutan bukanlah sesuatu yang mudah dipahami dan diresapi dalam satu malam.
Keberlanjutan memiliki arti yang luas dan tidak hanya mengenai lingkungan. Dibutuhkan upaya yang terus menerus untuk membuat perspektif berkelanjutan tertanam dan terefleksikan ke dalam perbuatan.
Baca Juga: koran-sindo.com
Indonesia membutuhkan pandangan dan strategi yang lebih komprehensif untuk memitigasi tantangan yang akan datang akibat perubahan iklim. Oleh karena itu, strategi nasional untuk mitigasi perubahan iklim harus juga dimasukkan dalam RPJMN 2025-2030, di mana pendidikan perubahan iklim sebagai tindakan pencegahan tercakup.
Latar Belakang
Dengan adanya gelombang panas di Eropa Barat dan hujan lebat yang membanjiri beberapa wilayah di Pakistan, perubahan iklim menjadi topik hangat. Sebulan lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa ancaman berbahaya selain Covid-19 di Indonesia adalah climate change yang kita tidak bisa remehkan dan sulit untuk dihindari.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melaporkan laju kenaikan suhu permukaan tertinggi terjadi di Kalimantan Timur (laju pertumbuhan 0,47°C per dekade). Pada 28 Juli 2022, kebutuhan manusia akan sumber daya alam dinyatakan telah melebihi biokapasitas Bumi untuk tahun ini.
Urgensi untuk menangani isu perubahan iklim semakin meningkat sehingga mencantumkannya ke dalam Kurikulum Merdeka adalah langkah pertama yang baik. Tujuan siswa untuk berakhlak pada alam adalah untuk membuatnya menyadari pentingnya merawat lingkungan sekitar sehingga ia menjaga alam supaya tetap layak dihuni oleh seluruh makhluk hidup.
Perkembangan akhlak kepada alam dan hasil pembelajaran disusun dan diterapkan dari usia dini (PAUD) sampai dengan usia 16-18 tahun. Contohnya, dalam jenjang SMP, siswa diharapkan untuk “memahami konsep sebab-akibat yang mempunyai dampak baik atau buruk terhadap alam semesta”.
Akan tetapi, penting untuk diperhatikan bahwa perkembangan yang dipetakan masih menyentuh permukaan isu tersebut. Dalam jangka panjang, masih ada banyak yang perlu dilakukan untuk mengatasi dampak dari perubahan iklim, terutama sebagai bentuk kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana lingkungan.
Head of Education Research - Center for Indonesian Policy Studies (CIPS)
PENDIDIKAN perubahan iklim atau akhlak pada alam perlu diintegrasikan ke dalam Kurikulum Merdeka untuk memberikan perspektif mengenai keberlanjutan kepada anak-anak kita sedari dini. Keberlanjutan bukanlah sesuatu yang mudah dipahami dan diresapi dalam satu malam.
Keberlanjutan memiliki arti yang luas dan tidak hanya mengenai lingkungan. Dibutuhkan upaya yang terus menerus untuk membuat perspektif berkelanjutan tertanam dan terefleksikan ke dalam perbuatan.
Baca Juga: koran-sindo.com
Indonesia membutuhkan pandangan dan strategi yang lebih komprehensif untuk memitigasi tantangan yang akan datang akibat perubahan iklim. Oleh karena itu, strategi nasional untuk mitigasi perubahan iklim harus juga dimasukkan dalam RPJMN 2025-2030, di mana pendidikan perubahan iklim sebagai tindakan pencegahan tercakup.
Latar Belakang
Dengan adanya gelombang panas di Eropa Barat dan hujan lebat yang membanjiri beberapa wilayah di Pakistan, perubahan iklim menjadi topik hangat. Sebulan lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa ancaman berbahaya selain Covid-19 di Indonesia adalah climate change yang kita tidak bisa remehkan dan sulit untuk dihindari.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melaporkan laju kenaikan suhu permukaan tertinggi terjadi di Kalimantan Timur (laju pertumbuhan 0,47°C per dekade). Pada 28 Juli 2022, kebutuhan manusia akan sumber daya alam dinyatakan telah melebihi biokapasitas Bumi untuk tahun ini.
Urgensi untuk menangani isu perubahan iklim semakin meningkat sehingga mencantumkannya ke dalam Kurikulum Merdeka adalah langkah pertama yang baik. Tujuan siswa untuk berakhlak pada alam adalah untuk membuatnya menyadari pentingnya merawat lingkungan sekitar sehingga ia menjaga alam supaya tetap layak dihuni oleh seluruh makhluk hidup.
Perkembangan akhlak kepada alam dan hasil pembelajaran disusun dan diterapkan dari usia dini (PAUD) sampai dengan usia 16-18 tahun. Contohnya, dalam jenjang SMP, siswa diharapkan untuk “memahami konsep sebab-akibat yang mempunyai dampak baik atau buruk terhadap alam semesta”.
Akan tetapi, penting untuk diperhatikan bahwa perkembangan yang dipetakan masih menyentuh permukaan isu tersebut. Dalam jangka panjang, masih ada banyak yang perlu dilakukan untuk mengatasi dampak dari perubahan iklim, terutama sebagai bentuk kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana lingkungan.