Terbongkar! Uang Suap Hakim Agung Sudrajad Dimyati di Kotak Ajaib
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar modus baru dalam menyembunyikan uang dugaan suap . Uang dugaan suap pengurusan perkara yang menjerat Hakim Mahkamah Agung (MA) Sudrajad Dimyati itu disembunyikan di sebuah kotak ajaib yang dimodifikasi seperti buku kamus bahasa Inggris.
Kotak ajaib berisikan uang itu ditampilkan tim KPK saat mempertunjukkan barang bukti hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) terkait suap pengurusan perkara di MA.
Kotak ajaib tempat menyimpan uang dolar Singapura yang diduga akan menjadi bancakan oknum pegawai dan hakim MA tersebut menjadi sorotan Ketua KPK Firli Bahuri saat menggelar konferensi pers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, pada Jumat, 23 September 2022.
"Ini luar biasa ini, buku dalamnya ada uang. (Bukunya) The New English Dictionary. Wah ini luar biasa ini," kata Firli sambil mempertunjukkan kotak ajaib tempat menyimpan uang dugaan suap pengurusan perkara di MA.
Sementara itu, Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengakui bahwa modus dan cara para pelaku tindak pidana korupsi dalam menyembunyikan uang hasil rasuah semakin berkembang dan beragam. Salah satunya, seperti yang terungkap dalam kasus dugaan suap yang menjerat Hakim Agung Sudrajad Dimyati.
"Modus dan cara menyembunyikan hasil korupsi beraneka ragam," kata Ali saat dikonfirmasi, Selasa (27/9/2022).
Ali menjelaskan, tim penyelidik maupun penyidik mempunyai strategi tersendiri dalam mengungkap berbagai tempat penyembunyian uang hasil korupsi. Salah satunya, dengan mendalami serta menganalisis setiap informasi yang berkembang dalam sebuah perkara.
Baca juga: Kasus Suap Hakim Agung, Mahfud MD Sebut Industri Hukum di Indonesia Gila-gilaan
"Untuk mengungkap suatu tindak pidana korupsi tentu memerlukan analisis tajam setiap informasi yang diterima. Dari analisis inilah fakta-fakta akan terungkap, termasuk keberadaan barang bukti hasil korupsi. Kami akan terus kembangkan lebih lanjut," ucapnya.
Untuk diketahui, KPK sempat mengamankan uang tunai senilai SGD205.000 saat menggelar OTT di Semarang dan Jakarta pada Rabu, 21 September 2022. Uang itu diamankan dari kediaman PNS pada Kepaniteraan MA, Desy Yustria (DY).
Uang senilai SGD205.000 atau setara Rp2,17 miliar tersebut diduga merupakan suap terkait pengurusan upaya kasasi di MA atas putusan pailit Koperasi Simpan Pinjam Intidana. Uang SGD205.000 itu disinyalir disimpan oleh Desy dalam 'kotak ajaib' bertuliskan The New English Dictionary.
Setelah dilakukan gelar perkara, KPK kemudian menetapkan 10 orang sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). Mereka adalah Hakim Agung, Sudrajad Dimyati (SD); Hakim Yustisial sekaligus Panitera Pengganti MA, Elly Tri Pangestu (ETP).
Kemudian, empat PNS MA, Desy Yustria (DS), Muhajir Habibie (MH), Nurmanto Akmal (NA), dan Albasri (AB). Selanjutnya, dua Pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES). Terakhir, dua Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana, Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).
Dalam kasus ini, Sudrajad, Elly, Desy Yustria, Muhajir Habibie, Nurmanto Akmal, dan Albasri diduga telah menerima sejumlah uang dari Heryanto Tanaka serta Ivan Dwi Kusuma Sujanto. Uang itu diserahkan Heryanto dan Ivan melalui Pengacaranya, Yosep dan Eko Suparno.
Sejumlah uang tersebut diduga terkait pengurusan upaya kasasi di MA atas putusan pailit Koperasi Simpan Pinjam Intidana. Adapun, total uang tunai yang diserahkan oleh Yosep Parera dan Eko Suparno terkait pengurusan perkara tersebut yakni sekira 202 ribu dolar Singapura atau setara Rp2,2 miliar.
Uang tersebut kemudian dibagi-bagi kepada hakim serta pegawai MA. Rinciannya, Desy Yustria mendapatkan jatah sebesar Rp250 juta; Muhajir Habibie sebesar Rp850 juta; Elly Tri Pangestu sebesar Rp100 juta; dan Sudrajad Dimyati sebesar Rp800 juta.
Sebagai pemberi suap, Heryanto, Yosep, Eko, dan Ivan Dwi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan Sudrajad, Desy, Elly, Muhajir, Nurmanto Akmal, dan Albasri yang merupakan pihak penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Kotak ajaib berisikan uang itu ditampilkan tim KPK saat mempertunjukkan barang bukti hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) terkait suap pengurusan perkara di MA.
Kotak ajaib tempat menyimpan uang dolar Singapura yang diduga akan menjadi bancakan oknum pegawai dan hakim MA tersebut menjadi sorotan Ketua KPK Firli Bahuri saat menggelar konferensi pers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, pada Jumat, 23 September 2022.
"Ini luar biasa ini, buku dalamnya ada uang. (Bukunya) The New English Dictionary. Wah ini luar biasa ini," kata Firli sambil mempertunjukkan kotak ajaib tempat menyimpan uang dugaan suap pengurusan perkara di MA.
Sementara itu, Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengakui bahwa modus dan cara para pelaku tindak pidana korupsi dalam menyembunyikan uang hasil rasuah semakin berkembang dan beragam. Salah satunya, seperti yang terungkap dalam kasus dugaan suap yang menjerat Hakim Agung Sudrajad Dimyati.
"Modus dan cara menyembunyikan hasil korupsi beraneka ragam," kata Ali saat dikonfirmasi, Selasa (27/9/2022).
Ali menjelaskan, tim penyelidik maupun penyidik mempunyai strategi tersendiri dalam mengungkap berbagai tempat penyembunyian uang hasil korupsi. Salah satunya, dengan mendalami serta menganalisis setiap informasi yang berkembang dalam sebuah perkara.
Baca juga: Kasus Suap Hakim Agung, Mahfud MD Sebut Industri Hukum di Indonesia Gila-gilaan
"Untuk mengungkap suatu tindak pidana korupsi tentu memerlukan analisis tajam setiap informasi yang diterima. Dari analisis inilah fakta-fakta akan terungkap, termasuk keberadaan barang bukti hasil korupsi. Kami akan terus kembangkan lebih lanjut," ucapnya.
Untuk diketahui, KPK sempat mengamankan uang tunai senilai SGD205.000 saat menggelar OTT di Semarang dan Jakarta pada Rabu, 21 September 2022. Uang itu diamankan dari kediaman PNS pada Kepaniteraan MA, Desy Yustria (DY).
Uang senilai SGD205.000 atau setara Rp2,17 miliar tersebut diduga merupakan suap terkait pengurusan upaya kasasi di MA atas putusan pailit Koperasi Simpan Pinjam Intidana. Uang SGD205.000 itu disinyalir disimpan oleh Desy dalam 'kotak ajaib' bertuliskan The New English Dictionary.
Setelah dilakukan gelar perkara, KPK kemudian menetapkan 10 orang sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). Mereka adalah Hakim Agung, Sudrajad Dimyati (SD); Hakim Yustisial sekaligus Panitera Pengganti MA, Elly Tri Pangestu (ETP).
Kemudian, empat PNS MA, Desy Yustria (DS), Muhajir Habibie (MH), Nurmanto Akmal (NA), dan Albasri (AB). Selanjutnya, dua Pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES). Terakhir, dua Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana, Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).
Dalam kasus ini, Sudrajad, Elly, Desy Yustria, Muhajir Habibie, Nurmanto Akmal, dan Albasri diduga telah menerima sejumlah uang dari Heryanto Tanaka serta Ivan Dwi Kusuma Sujanto. Uang itu diserahkan Heryanto dan Ivan melalui Pengacaranya, Yosep dan Eko Suparno.
Sejumlah uang tersebut diduga terkait pengurusan upaya kasasi di MA atas putusan pailit Koperasi Simpan Pinjam Intidana. Adapun, total uang tunai yang diserahkan oleh Yosep Parera dan Eko Suparno terkait pengurusan perkara tersebut yakni sekira 202 ribu dolar Singapura atau setara Rp2,2 miliar.
Uang tersebut kemudian dibagi-bagi kepada hakim serta pegawai MA. Rinciannya, Desy Yustria mendapatkan jatah sebesar Rp250 juta; Muhajir Habibie sebesar Rp850 juta; Elly Tri Pangestu sebesar Rp100 juta; dan Sudrajad Dimyati sebesar Rp800 juta.
Sebagai pemberi suap, Heryanto, Yosep, Eko, dan Ivan Dwi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan Sudrajad, Desy, Elly, Muhajir, Nurmanto Akmal, dan Albasri yang merupakan pihak penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
(abd)