Indonesia-Uni Eropa Kerja Sama Berantas Pembalakan Liar
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Indonesia menerbitkan kajian penerapan Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT) sebagai upaya untuk mendukung pemberantasan pembalakan liar , mencegah kerusakan hutan, dan peningkatan perdagangan kayu legal.
Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Agus Justianto mengatakan, kajian tersebut sebagai tindak lanjut dari Perjanjian Kemitraan Sukarela (VPA) FLEGT dengan Uni Eropa sejak September 2013.
”Indonesia menginisiasi suatu kajian tentang implementasi FLEGT dan pergeseran kebijakan di pasar global sehubungan dengan perdagangan produk hasil hutan dan pertanian dikaitkan dengan aspek deforestasi dan kerusakan hutan,” ujarnya, Sabtu, (24/9/2022).
Agus menjelaskan kajian itu merupakan tonggak penting untuk mengetahui kebijakan global terkait aspek legalitas produk dan kelestarian hutan dalam perdagangan hasil hutan. Kajian ini juga memberikan gambaran mengenai perkembangan di negara-negara produsen selain Indonesia dalam mengembangkan, menegosiasikan dan mengimplementasikan FLEGT-VPA.
"Kajian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai penerimaan, pengakuan, persepsi, dan insentif pasar, khususnya pasar Eropa atas kayu berlisensi FLEGT," ujarnya.
Lebih lanjut, Agus menyampaikan kajian tersebut merupakan tindak lanjut dari diskusi tingkat tinggi antara Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan para Duta Besar RI untuk Eropa. Kajian dilaksanakan oleh tim dari Universitas Freiburg Jerman dan Institut Sebijak Universitas Gajah Mada didukung Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Republik Federal Jerman dan dari Pemerintah Inggris.
"Kajian diharapkan dapat memberikan informasi tentang bagaimana perjanjian itu berfungsi, khususnya di Indonesia dan Eropa, dan apa implikasinya bagi negara-negara produsen seperti Indonesia dari kebijakan dan kerangka hukum internasional yang baru dan berkembang ini," katanya.
Agus menegaskan harapan Indonesia agar perjanjian dapat diimplementasikan secara konsisten oleh kedua belah pihak di sisi negara produsen maupun negara konsumen.
"Negara produsen perlu memberikan pengakuan pasar yang lebih luas atas sistem nasional melalui kemitraan yang menerapkan prinsip-prinsip saling percaya, saling menghormati dan saling menguntungkan pihak-pihak yang terlibat," tegasnya.
Usai peluncuran hasil kajian mengenai implementasi FLEGT dan implikasi dari perubahan kebijakan global terkait legalitas kayu, kelestarian hutan dan deforestasi di Eropa, Amerika dan China ini, KLHK bersama dengan Kedutaan Besar RI di Republik Jerman menyelenggarakan pertemuan guna membahas mengenai hasil kajian serta rekomendasi terkait kebijakan yang perlu diambil ke depan.
”Pertemuan tersebut membahas dua isu utama. Pertama, hambatan perdagangan yang dihadapi negara produsen kayu dalam dan upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut. Kedua, strategi apa saja yang dapat digunakan untuk memperkuat skema nasional di masing-masing negara produsen,” katanya.
Hasil kajian tersebut selanjutnya akan menjadi basis bagi perumusan kerja sama pengakuan skema penjaminan legalitas dan kelestarian di negara-negara produsen yang akan dibahas antara lain di forum kebijakan ‘Broader market recognition’ di London pada 26-27 September 2022 dan di forum Conference of Parties (COP) 27 di Cairo, Mesir.
Pada kesempatan tersebut, Agus juga memperbarui perkembangan implementasi SVLK di Indonesia, khususnya terkait transformasi dari ‘Sistem Verifikasi Legalitas Kayu’ menjadi ‘Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian. Peluncuran logo baru SVLK telah dilakukan di UNFCCC COP-26 di Glasgow.
Pada saat ini, KLHK bersama dengan para pemangku kepentingan sedang dalam proses untuk meninjau dan merevisi peraturan turunan tentang pedoman dan standar SVLK untuk mencakup verifikasi kedua aspek tersebut. Rebranding SVLK menegaskan kembali komitmen Indonesia terhadap upaya untuk mencapai pengelolaan hutan yang berkelanjutan serta untuk memasok pasar dengan produk kayu yang dipanen secara legal dan berkelanjutan.
Pertemuan yang dilaksanakan secara hybrid (daring dan luring) selama dua hari pada 23-24 September 2022 ini, diikuti lebih dari 130 peserta yang merupakan perwakilan dari Indonesia yakni, Kementerian LHK, Kemendag dan Kemlu. Sedangkan, perwakilan negara konsumen yakni, Inggris dan Jerman.
Kegiatani juga dihadiri, akademisi/lembaga penelitian dari Freiburg University, UGM, and IPB University, serta CIFOR, UNEP. Kemudian pelaku bisnis dan sebagainya.
Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Agus Justianto mengatakan, kajian tersebut sebagai tindak lanjut dari Perjanjian Kemitraan Sukarela (VPA) FLEGT dengan Uni Eropa sejak September 2013.
”Indonesia menginisiasi suatu kajian tentang implementasi FLEGT dan pergeseran kebijakan di pasar global sehubungan dengan perdagangan produk hasil hutan dan pertanian dikaitkan dengan aspek deforestasi dan kerusakan hutan,” ujarnya, Sabtu, (24/9/2022).
Agus menjelaskan kajian itu merupakan tonggak penting untuk mengetahui kebijakan global terkait aspek legalitas produk dan kelestarian hutan dalam perdagangan hasil hutan. Kajian ini juga memberikan gambaran mengenai perkembangan di negara-negara produsen selain Indonesia dalam mengembangkan, menegosiasikan dan mengimplementasikan FLEGT-VPA.
"Kajian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai penerimaan, pengakuan, persepsi, dan insentif pasar, khususnya pasar Eropa atas kayu berlisensi FLEGT," ujarnya.
Lebih lanjut, Agus menyampaikan kajian tersebut merupakan tindak lanjut dari diskusi tingkat tinggi antara Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan para Duta Besar RI untuk Eropa. Kajian dilaksanakan oleh tim dari Universitas Freiburg Jerman dan Institut Sebijak Universitas Gajah Mada didukung Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Republik Federal Jerman dan dari Pemerintah Inggris.
"Kajian diharapkan dapat memberikan informasi tentang bagaimana perjanjian itu berfungsi, khususnya di Indonesia dan Eropa, dan apa implikasinya bagi negara-negara produsen seperti Indonesia dari kebijakan dan kerangka hukum internasional yang baru dan berkembang ini," katanya.
Agus menegaskan harapan Indonesia agar perjanjian dapat diimplementasikan secara konsisten oleh kedua belah pihak di sisi negara produsen maupun negara konsumen.
"Negara produsen perlu memberikan pengakuan pasar yang lebih luas atas sistem nasional melalui kemitraan yang menerapkan prinsip-prinsip saling percaya, saling menghormati dan saling menguntungkan pihak-pihak yang terlibat," tegasnya.
Usai peluncuran hasil kajian mengenai implementasi FLEGT dan implikasi dari perubahan kebijakan global terkait legalitas kayu, kelestarian hutan dan deforestasi di Eropa, Amerika dan China ini, KLHK bersama dengan Kedutaan Besar RI di Republik Jerman menyelenggarakan pertemuan guna membahas mengenai hasil kajian serta rekomendasi terkait kebijakan yang perlu diambil ke depan.
”Pertemuan tersebut membahas dua isu utama. Pertama, hambatan perdagangan yang dihadapi negara produsen kayu dalam dan upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut. Kedua, strategi apa saja yang dapat digunakan untuk memperkuat skema nasional di masing-masing negara produsen,” katanya.
Hasil kajian tersebut selanjutnya akan menjadi basis bagi perumusan kerja sama pengakuan skema penjaminan legalitas dan kelestarian di negara-negara produsen yang akan dibahas antara lain di forum kebijakan ‘Broader market recognition’ di London pada 26-27 September 2022 dan di forum Conference of Parties (COP) 27 di Cairo, Mesir.
Pada kesempatan tersebut, Agus juga memperbarui perkembangan implementasi SVLK di Indonesia, khususnya terkait transformasi dari ‘Sistem Verifikasi Legalitas Kayu’ menjadi ‘Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian. Peluncuran logo baru SVLK telah dilakukan di UNFCCC COP-26 di Glasgow.
Pada saat ini, KLHK bersama dengan para pemangku kepentingan sedang dalam proses untuk meninjau dan merevisi peraturan turunan tentang pedoman dan standar SVLK untuk mencakup verifikasi kedua aspek tersebut. Rebranding SVLK menegaskan kembali komitmen Indonesia terhadap upaya untuk mencapai pengelolaan hutan yang berkelanjutan serta untuk memasok pasar dengan produk kayu yang dipanen secara legal dan berkelanjutan.
Pertemuan yang dilaksanakan secara hybrid (daring dan luring) selama dua hari pada 23-24 September 2022 ini, diikuti lebih dari 130 peserta yang merupakan perwakilan dari Indonesia yakni, Kementerian LHK, Kemendag dan Kemlu. Sedangkan, perwakilan negara konsumen yakni, Inggris dan Jerman.
Kegiatani juga dihadiri, akademisi/lembaga penelitian dari Freiburg University, UGM, and IPB University, serta CIFOR, UNEP. Kemudian pelaku bisnis dan sebagainya.
(cip)