Lonjakan Inflasi Global dan Normalisasi Kebijakan
loading...
A
A
A
Ryan Kiryanto
Ekonom, Co-Founder dan Dewan Pakar Institute of Social, Economic and Digital/ISED
PADA awal periode pandemi Covid-19 terjadi di seluruh dunia, pada umumnya inflasi global bergerak melambat. Bahkan tren penurunan inflasi mengarah deflasi terjadi hingga menjelang krisis kesehatan global pada 2020 lalu.
Namun, lonjakan harga sejak akhir 2020 telah mendorong inflasi bergerak lebih tinggi. Biaya hidup secara global rata-rata telah meningkat lebih besar dalam satu setengah tahun terakhir sejak awal 2021. Bahkan rata-rata kenaikannya melampaui kenaikan pada periode gabungan lima tahun sebelumnya.
Sektor makanan dan energi adalah pendorong utama inflasi. Memang, sejak awal 2021 lalu, kontribusi rata-rata inflasi dari sektor makanan melebihi tingkat inflasi rata-rata keseluruhan selama kurun waktu 2016-2020. Dengan kata lain, inflasi pangan saja telah mengikis standar hidup global pada tingkat yang sama dengan inflasi semua konsumsi dalam lima tahun sebelum pandemi.
Kisah serupa berlaku untuk sektor energi, yang muncul baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui biaya transportasi yang melonjak lebih tinggi. Kondisi ini telah merembet ke barang-barang konsumsi lainnya. Misalnya, inflasi sektor jasa atau layanan telah meningkat di Amerika Serikat (AS) dan Kawasan Euro. Dampak relatif dari sektor makanan, energi, dan barang-barang lainnya dalam mendorong inflasi sangat bervariasi di setiap negara, bergantung pada ketersediaan dan kelancaran distribusi.
Di Jerman dan Perancis, dalam beberapa minggu terakhir harga energi listrik melonjak drastis. Alasannya sederhana, yakni kelangkaan pasokan.
Sejak itu inflasi terus naik hingga Juli, meskipun sedikit lebih lambat. Kendati keadaan bervariasi di setiap negara, pengamatan terbaru menunjukkan sedikit perubahan dalam komposisi inflasi, dengan sektor makanan berkontribusi lebih tinggi, sementara sektor terkait energi sedikit mereda. Hal ini konsisten dengan kemungkinan bahwa kenaikan harga energi global telah diteruskan ke konsumen lebih cepat daripada harga makanan grosir yang lebih tinggi.
Normalisasi Kebijakan di Negara Maju
Pada laporan Global Economic Outlook edisi Juli 2022 oleh Dana Moneter Internasional (IMF), inflasi diproyeksikan mencapai 6,6% tahun ini di negara maju dan 9,5% di pasar negara berkembang — yang merupakan revisi ke atas masing-masing 0,9% dan 0,8% dari perkiraan April. Solusinya, bank-bank sentral akan menaikkan suku bunga acuan untuk melandaikan inflasi, dengan ekonomi global tumbuh hanya 2,9% dan pada gilirannya memperlambat kenaikan harga di seluruh dunia.
Sebuah survei yang dilakukan tak lama setelah invasi Rusia ke Ukraina menemukan bahwa inflasi menjadi perhatian nomor satu sejumlah bank sentral di dunia, diikuti oleh geopolitik. Invasi Rusia ke Ukraina dan dampak pandemi yang berkelanjutan telah membuat negara-negara di seluruh dunia tertatih-tatih, dimana rangkaian krisis tanpa henti telah memukul Eropa paling keras, menyebabkan lonjakan harga energi paling tajam, beberapa tingkat inflasi tertinggi dan risiko resesi terbesar.
Lebih dari 75% bank sentral yang disurvei oleh Global Public Investor edisi 2022 percaya inflasi akan terus meningkat atau lebih fluktuatif untuk jangka waktu yang lama. Hanya 20% yang berpikir inflasi akan bersifat sementara. Semua itu bersumbu pada dampak dari perang yang mengancam benua itu dengan apa yang ditakuti sebagian orang bisa menjadi krisis ekonomi dan keuangan yang paling menantang dalam beberapa dekade.
Ekonom, Co-Founder dan Dewan Pakar Institute of Social, Economic and Digital/ISED
PADA awal periode pandemi Covid-19 terjadi di seluruh dunia, pada umumnya inflasi global bergerak melambat. Bahkan tren penurunan inflasi mengarah deflasi terjadi hingga menjelang krisis kesehatan global pada 2020 lalu.
Namun, lonjakan harga sejak akhir 2020 telah mendorong inflasi bergerak lebih tinggi. Biaya hidup secara global rata-rata telah meningkat lebih besar dalam satu setengah tahun terakhir sejak awal 2021. Bahkan rata-rata kenaikannya melampaui kenaikan pada periode gabungan lima tahun sebelumnya.
Sektor makanan dan energi adalah pendorong utama inflasi. Memang, sejak awal 2021 lalu, kontribusi rata-rata inflasi dari sektor makanan melebihi tingkat inflasi rata-rata keseluruhan selama kurun waktu 2016-2020. Dengan kata lain, inflasi pangan saja telah mengikis standar hidup global pada tingkat yang sama dengan inflasi semua konsumsi dalam lima tahun sebelum pandemi.
Kisah serupa berlaku untuk sektor energi, yang muncul baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui biaya transportasi yang melonjak lebih tinggi. Kondisi ini telah merembet ke barang-barang konsumsi lainnya. Misalnya, inflasi sektor jasa atau layanan telah meningkat di Amerika Serikat (AS) dan Kawasan Euro. Dampak relatif dari sektor makanan, energi, dan barang-barang lainnya dalam mendorong inflasi sangat bervariasi di setiap negara, bergantung pada ketersediaan dan kelancaran distribusi.
Di Jerman dan Perancis, dalam beberapa minggu terakhir harga energi listrik melonjak drastis. Alasannya sederhana, yakni kelangkaan pasokan.
Sejak itu inflasi terus naik hingga Juli, meskipun sedikit lebih lambat. Kendati keadaan bervariasi di setiap negara, pengamatan terbaru menunjukkan sedikit perubahan dalam komposisi inflasi, dengan sektor makanan berkontribusi lebih tinggi, sementara sektor terkait energi sedikit mereda. Hal ini konsisten dengan kemungkinan bahwa kenaikan harga energi global telah diteruskan ke konsumen lebih cepat daripada harga makanan grosir yang lebih tinggi.
Normalisasi Kebijakan di Negara Maju
Pada laporan Global Economic Outlook edisi Juli 2022 oleh Dana Moneter Internasional (IMF), inflasi diproyeksikan mencapai 6,6% tahun ini di negara maju dan 9,5% di pasar negara berkembang — yang merupakan revisi ke atas masing-masing 0,9% dan 0,8% dari perkiraan April. Solusinya, bank-bank sentral akan menaikkan suku bunga acuan untuk melandaikan inflasi, dengan ekonomi global tumbuh hanya 2,9% dan pada gilirannya memperlambat kenaikan harga di seluruh dunia.
Sebuah survei yang dilakukan tak lama setelah invasi Rusia ke Ukraina menemukan bahwa inflasi menjadi perhatian nomor satu sejumlah bank sentral di dunia, diikuti oleh geopolitik. Invasi Rusia ke Ukraina dan dampak pandemi yang berkelanjutan telah membuat negara-negara di seluruh dunia tertatih-tatih, dimana rangkaian krisis tanpa henti telah memukul Eropa paling keras, menyebabkan lonjakan harga energi paling tajam, beberapa tingkat inflasi tertinggi dan risiko resesi terbesar.
Lebih dari 75% bank sentral yang disurvei oleh Global Public Investor edisi 2022 percaya inflasi akan terus meningkat atau lebih fluktuatif untuk jangka waktu yang lama. Hanya 20% yang berpikir inflasi akan bersifat sementara. Semua itu bersumbu pada dampak dari perang yang mengancam benua itu dengan apa yang ditakuti sebagian orang bisa menjadi krisis ekonomi dan keuangan yang paling menantang dalam beberapa dekade.