PBHI Sebut 7.000 Pengungsi dari Afganistan Berada di Indonesia

Selasa, 13 September 2022 - 01:30 WIB
loading...
A A A
“Kamp ini terletak di negara tetangga, Papua Nugini bukan di Australia. Sebelumnya sempat para pengungsi ditampung di Pulau Christmas di selatan Sukabumi, Jawa Barat,” ucapnya.

Kamp Manus yang juga disebut Manus Regional Processing Centre, awalnya ditujukan untuk para imigran gelap yang mencoba masuk ke Australia. Sempat ditutup pada 2008 lalu, namun di 2012 kembali dibuka. Sejak itu pula, terutama oleh pemerintahan Perdana Menteri Kevin Rudd digunakan untuk menampung para pengungsi atau pencari suaka.

”Saat itu PM Kevin Rudd menyatakan mereka yang tiba dengan perahu tidak akan pernah bisa menetap di Australia. Hal ini kembali ditegaskan oleh pemerintahan Perdana Menteri Australia Tony Abbot yang menyatakan pencari suaka yang datang dengan perahu tidak akan pernah direlokasi di Australia,” paparnya.

Sejak saat itulah banyak pencari suaka yang tiba dengan perahu di pesisir Australia, langsung dipindahkan ke Kamp Pulau Manus. Potensi konflik sudah bisa terbaca. Pasalnya, para penghuni dengan berbagai latar belakang budaya, ideologi dan politik disatukan dalam satu tempat. Perselisihan demi perselisihan terjadi. Puncaknya, Februari 2014 terjadi kerusuhan di kamp Pulau Manus.

“Akibatnya, salah seorang pengungsi dari Iran, Reza Berati tewas akibat penganiayaan oleh petugas. Sementara, puluhan pengungsi lainnya luka-luka,” kata dia.

Sekretaris Jaksa Agung Australia, Robert Cornall menyebut, kerusuhan terjadi dikarenakan memuncaknya rasa frustasi dan kemarahan para pengungsi karena permohonan mereka yang tidak pernah ada kejelasan. Kekerasan fisik, aksi mogok makan, menjahit mulut, kerusuhan dengan penduduk setempat mewarnai penderitaan pengungsi di Kamp Pulau Manus.

”Behrouz Boochani salah seorang pengungsi asal Iran mengatakan kondisi mengenaskan di kamp pengungsi Pulau Manus bukanlah barang baru. Semuanya sudah terjadi begitu lama dan tidak ada perubahan yang nyata,” katanya.

Menurut Behrouz, kata Julius, para pengungsi tidak mendapat kejelasan tentang status mereka yang digantung bertahun-tahun. Bahkan saat mengosongkan kamp pengungsi Pulau Manus, para pengungsi mendapat tindak kekerasan.

”Bersama Janet Galbraith, Behrouz Boochani menulis satu artikel yang menyoroti kasus petenis kelas dunia, Novak Djokovic yang saat itu ditahan oleh imigrasi Australia karena tidak divaksin Covid19, sebagai persyaratan untuk mengikuti turnamen Autralia Open. Novak Djokovic ditahan di Park Hotel, tempat yang sama di mana 32 pengungsi menunggu giliran untuk mendapatkan perawatan medis yang dibutuhkan,” katanya.

Behrouz menekankan betapa beruntungnya Novak yang punya hak dalam hukum, terwakilkan haknya, dan bisa mendapat kepastian hukum dalam waktu yang singkat. Sementara, para pengungsi yang kebetulan satu hotel dengannya, sudah bertahun-tahun terkatung-katung tanpa kejelasan nasib.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1948 seconds (0.1#10.140)