Imbas Kondisi Pandemi COVID-19, Psikologis Anak Rentan Terganggu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Masa adaptasi kebiasaan baru (AKB) atau populer dikenal era New Normal saat pandemi COVID-19 bukan hal mudah bagi anak maupun orang tua. Setiap individu perlu beradaptasi kembali pada perilaku yang tidak biasa.
Psikolog dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), Debora Basaria menilai kondisi itu tidak hanya terjadi pada orang dewasa. Menurutnya, psikologis anak juga rentan terganggu karena situasi yang saat ini tidak menentu. (Baca juga: Tiga Kasus Baru, Total 1.118 WNI di Luar Negeri Terkonfirmasi Covid-19)
“Anak-anak tidak begitu mengerti tentang kondisi saat ini. Anak-anak juga dapat merasa tertekan akibat rasa takut, cemas, dan kebingungan yang dilihat dari lingkungan di sekitarnya. Kondisi masing-masing anak bisa jadi berbeda, tergantung pada pemaknaan anak itu sendiri,” ujar Debora siaran pers Kementerian PPPA yang diperoleh SINDOnews, Kamis (2/7/2020).
Menilik dari The Union Journal, ada berbagai dampak yang mungkin terjadi pada anak seperti perilaku regresif. Misalnya, anak mengalami kemunduran dalam bersikap dan berperilaku, perubahan nafsu makan, dan mengalami gangguan tidur. Perubahan suasana hati itu antara lain, mudah marah dan menangis, mencari jaminan perlindungan dari orang tua, keluhan somatik, hingga sulit berkonsentrasi.
Debora mengatakan ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi dampak tersebut. Bagi orang tua, jelaskan pada anak kondisi saat ini dan hal yang harus mereka antisipasi dengan menggunakan bahasa yang sederhana dan konkret. Luangkan waktu lebih, dukung anak selama belajar di rumah dan sediakan waktu untuk bermain.
“Sedangkan bagi anak, disarankan lebih banyak berbicara dan berdiskusi bersama orang dewasa seperti orang tua, atau saudara. Keluarkan apa yang dipikirkan dan dirasakan, tidak perlu merasa takut atau khawatir,” jelas dia.
Sementara itu, menurut Psikolog Klinis Annisa Poedji, cara anak berbeda-beda dalam menyampaikan pikiran dan mengekspresikan perasaannya. Ia menilai orang tua atau teman sebaya perlu memikirkan cara-cara terbaik untuk melakukan pendekatan pada anak.
“Bisa jadi ada anak yang jarang bicara karena karakternya tertutup atau introvert atau cara mengekspresikan perasaannya tidak melalui verbal atau lisan. Kita yang perlu proaktif pendekatan dan menawarkan berbagai alternatif untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan tidak hanya lewat verbal, tapi bisa lewat tulisan atau gambar,” ujar Annisa. ( )
Ia berkeyakinan melalui media tulisan atau gambar bisa membantu anak bercerita dengan lebih nyaman pada orang tua. Di sisi lain, dirinya juga menyarankan agar orang tua juga bisa memilih tempat ngobrol yang nyaman sehingga anak bisa mengekspresikan apa yang dirasakan.
Psikolog dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), Debora Basaria menilai kondisi itu tidak hanya terjadi pada orang dewasa. Menurutnya, psikologis anak juga rentan terganggu karena situasi yang saat ini tidak menentu. (Baca juga: Tiga Kasus Baru, Total 1.118 WNI di Luar Negeri Terkonfirmasi Covid-19)
“Anak-anak tidak begitu mengerti tentang kondisi saat ini. Anak-anak juga dapat merasa tertekan akibat rasa takut, cemas, dan kebingungan yang dilihat dari lingkungan di sekitarnya. Kondisi masing-masing anak bisa jadi berbeda, tergantung pada pemaknaan anak itu sendiri,” ujar Debora siaran pers Kementerian PPPA yang diperoleh SINDOnews, Kamis (2/7/2020).
Menilik dari The Union Journal, ada berbagai dampak yang mungkin terjadi pada anak seperti perilaku regresif. Misalnya, anak mengalami kemunduran dalam bersikap dan berperilaku, perubahan nafsu makan, dan mengalami gangguan tidur. Perubahan suasana hati itu antara lain, mudah marah dan menangis, mencari jaminan perlindungan dari orang tua, keluhan somatik, hingga sulit berkonsentrasi.
Debora mengatakan ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi dampak tersebut. Bagi orang tua, jelaskan pada anak kondisi saat ini dan hal yang harus mereka antisipasi dengan menggunakan bahasa yang sederhana dan konkret. Luangkan waktu lebih, dukung anak selama belajar di rumah dan sediakan waktu untuk bermain.
“Sedangkan bagi anak, disarankan lebih banyak berbicara dan berdiskusi bersama orang dewasa seperti orang tua, atau saudara. Keluarkan apa yang dipikirkan dan dirasakan, tidak perlu merasa takut atau khawatir,” jelas dia.
Sementara itu, menurut Psikolog Klinis Annisa Poedji, cara anak berbeda-beda dalam menyampaikan pikiran dan mengekspresikan perasaannya. Ia menilai orang tua atau teman sebaya perlu memikirkan cara-cara terbaik untuk melakukan pendekatan pada anak.
“Bisa jadi ada anak yang jarang bicara karena karakternya tertutup atau introvert atau cara mengekspresikan perasaannya tidak melalui verbal atau lisan. Kita yang perlu proaktif pendekatan dan menawarkan berbagai alternatif untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan tidak hanya lewat verbal, tapi bisa lewat tulisan atau gambar,” ujar Annisa. ( )
Ia berkeyakinan melalui media tulisan atau gambar bisa membantu anak bercerita dengan lebih nyaman pada orang tua. Di sisi lain, dirinya juga menyarankan agar orang tua juga bisa memilih tempat ngobrol yang nyaman sehingga anak bisa mengekspresikan apa yang dirasakan.
(kri)