Heboh Hacker Bjorka, BIN dan Ombudsman Dorong RUU Pelindungan Data Pribadi Disahkan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Intelijen Negara (BIN) dan Ombudsman RI mendorong pengesahan RUU Pelindungan Data Pribadi ( PDP ). Diketahui, hacker Bjorka mengklaim telah meretas data dari sejumlah instansi pemerintah hingga operator seluler.
Anggota Ombudsman RI Jemsly Hutabarat menyoroti isu terkait kebocoran data IndiHome. Jemsly meminta pihak Telkom berupaya meningkatkan kualitas dan inovasi pelayanan telekomunikasi untuk memberikan kepuasan pengguna layanan serta meningkatkan responsivitas terhadap keluhan pengguna layanan.
"Jadi yang relatif berhubungan dengan ini adalah adanya ketidakkompetenan dari SDM yang ada di sana. Yang kedua ada penyalahgunaan wewenang 10% dan tidak patut 1%," katanya dalam diskusi Trijaya FM, Sabtu (10/9/2022).
Untuk itu, Jemsly mengatakan, perlu adanya percepatan pengesahan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi beserta peraturan turunannya sebagai perlindungan kepada konsumen. PT Telkom Indonesia juga diminta meningkatkan kualitas layanan karena tuntutan pelanggan akan kebutuhan teknologi informasi di publik terus berkembang.
"Sebenarnya ini kan Permen Kominfo itu sudah ada ya Permen Nomor 20 Tahun 2016, habis itu ada lagi Undang-Undang telekomunikasi keterbukaan publik dan di sana disebutkan memang kita harus menyimpan dalam bentuk enkripsi, jadi enkripsi yang sebenarnya secara undang-undang sebenarnya katakan deh belum undang-undang, ya kita yang menunggu (pengesahan) Rancangan Undang-Undang PDP ini tapi Permen Kominfo sudah cukup untuk mengayomi sementara undang-undang itu belum ada," jelasnya.
Sebagai informasi, dikutip dari keterangan resmi Ombudsman, sejak 2018 hingga Agustus 2022, Ombudsman RI telah menerima 313 laporan terkait pelayanan telekomunikasi dan informasi yang diselenggarakan oleh PT Telkom Indonesia, termasuk layanan Indihome. Tercatat laporan tertinggi diterima pada 2020 dengan jumlah 153 laporan, 148 laporan di antaranya merupakan pengaduan layanan Indihome.
Maladministrasi yang terjadi dalam laporan tersebut adalah 41% penundaan berlarut, 21% penyimpangan prosedur, 15% tidak memberikan pelayanan, 12% tidak kompeten dari SDM yang melayani, 10% penyalahgunaan wewenang dan 1% tidak patut.
Senada, Badan Intelijen Negara (BIN) juga mendorong DPR RI dan pemerintah mengesahkan RUU Pelindungan Data Pribadi (PDP). Hal itu ditujukan untuk menangkal kejahatan siber seperti pencurian data pribadi.
"Dan ini kita ingin ada satu percepatan untuk RUU PDP," ujar Juru Bicara BIN Wawan Hari Purwanto dalam talkshow MNC Trijaya, Sabtu (10/9/2022).
Menurutnya, keberadaan payung hukum PDP itu dapat memberikan tupoksi jelas untuk lembaga penegak hukum. Terlebih, ada besaran sanksi serta denda yang diatur untuk menghukum para pelaku pencuri data digital. "Nah ini yang kita dorong untuk ditindak lanjuti," terang Wawan.
Selain memberikan kewenangan untuk menindak hukum, kata Wawan, keberadaan UU PDP juga dinilai penting. Apalagi ia merasa situasi pencurian data pribadi tengah marak di jagat maya.
"Kan banyak ya (kasus) pinjol, (data) dipakai untuk disebarluaskan ke sekelilingnya kalau ada tunggakan. Atau juga dulu ada credit card yang datanya dioper-oper. Ada juga di layanan lain dari pengguna ke koleganya tanpa izin. Nah itu yang berbahaya," terang Wawan.
Dia mengatakan, kejahatan pencurian data pribadi itu dilakukan atas motif ekonomi maupun untuk melakukan aksi kejahatan. "Nah yang untuk khusus kejahatan ini kan bisa mengguncang sistem yang ada, karena kejahatan kan bermacam-macam baik pribadi maupun lebih sekadar pribadi. Itu lah sebabnya kita ingin tertibkan lah ya hal-hal seperti ini. Tentu dengan bertanggung jawab dari mereka," tandas Wawan.
Anggota Ombudsman RI Jemsly Hutabarat menyoroti isu terkait kebocoran data IndiHome. Jemsly meminta pihak Telkom berupaya meningkatkan kualitas dan inovasi pelayanan telekomunikasi untuk memberikan kepuasan pengguna layanan serta meningkatkan responsivitas terhadap keluhan pengguna layanan.
"Jadi yang relatif berhubungan dengan ini adalah adanya ketidakkompetenan dari SDM yang ada di sana. Yang kedua ada penyalahgunaan wewenang 10% dan tidak patut 1%," katanya dalam diskusi Trijaya FM, Sabtu (10/9/2022).
Untuk itu, Jemsly mengatakan, perlu adanya percepatan pengesahan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi beserta peraturan turunannya sebagai perlindungan kepada konsumen. PT Telkom Indonesia juga diminta meningkatkan kualitas layanan karena tuntutan pelanggan akan kebutuhan teknologi informasi di publik terus berkembang.
"Sebenarnya ini kan Permen Kominfo itu sudah ada ya Permen Nomor 20 Tahun 2016, habis itu ada lagi Undang-Undang telekomunikasi keterbukaan publik dan di sana disebutkan memang kita harus menyimpan dalam bentuk enkripsi, jadi enkripsi yang sebenarnya secara undang-undang sebenarnya katakan deh belum undang-undang, ya kita yang menunggu (pengesahan) Rancangan Undang-Undang PDP ini tapi Permen Kominfo sudah cukup untuk mengayomi sementara undang-undang itu belum ada," jelasnya.
Sebagai informasi, dikutip dari keterangan resmi Ombudsman, sejak 2018 hingga Agustus 2022, Ombudsman RI telah menerima 313 laporan terkait pelayanan telekomunikasi dan informasi yang diselenggarakan oleh PT Telkom Indonesia, termasuk layanan Indihome. Tercatat laporan tertinggi diterima pada 2020 dengan jumlah 153 laporan, 148 laporan di antaranya merupakan pengaduan layanan Indihome.
Maladministrasi yang terjadi dalam laporan tersebut adalah 41% penundaan berlarut, 21% penyimpangan prosedur, 15% tidak memberikan pelayanan, 12% tidak kompeten dari SDM yang melayani, 10% penyalahgunaan wewenang dan 1% tidak patut.
Senada, Badan Intelijen Negara (BIN) juga mendorong DPR RI dan pemerintah mengesahkan RUU Pelindungan Data Pribadi (PDP). Hal itu ditujukan untuk menangkal kejahatan siber seperti pencurian data pribadi.
"Dan ini kita ingin ada satu percepatan untuk RUU PDP," ujar Juru Bicara BIN Wawan Hari Purwanto dalam talkshow MNC Trijaya, Sabtu (10/9/2022).
Menurutnya, keberadaan payung hukum PDP itu dapat memberikan tupoksi jelas untuk lembaga penegak hukum. Terlebih, ada besaran sanksi serta denda yang diatur untuk menghukum para pelaku pencuri data digital. "Nah ini yang kita dorong untuk ditindak lanjuti," terang Wawan.
Selain memberikan kewenangan untuk menindak hukum, kata Wawan, keberadaan UU PDP juga dinilai penting. Apalagi ia merasa situasi pencurian data pribadi tengah marak di jagat maya.
"Kan banyak ya (kasus) pinjol, (data) dipakai untuk disebarluaskan ke sekelilingnya kalau ada tunggakan. Atau juga dulu ada credit card yang datanya dioper-oper. Ada juga di layanan lain dari pengguna ke koleganya tanpa izin. Nah itu yang berbahaya," terang Wawan.
Dia mengatakan, kejahatan pencurian data pribadi itu dilakukan atas motif ekonomi maupun untuk melakukan aksi kejahatan. "Nah yang untuk khusus kejahatan ini kan bisa mengguncang sistem yang ada, karena kejahatan kan bermacam-macam baik pribadi maupun lebih sekadar pribadi. Itu lah sebabnya kita ingin tertibkan lah ya hal-hal seperti ini. Tentu dengan bertanggung jawab dari mereka," tandas Wawan.
(rca)