Dirjen HAM: Negara Tidak Bisa Larang Aliran atau Agama Berkembang di Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (HAM) Mualimin Abdi menyatakan bahwa pemerintah ataupun negara tidak bisa melarang aliran maupun agama berkembang di Indonesia. Syaratnya, aliran atau agama tersebut masih berdasar pada Ketuhanan Yang Maha Esa sesuai dengan sila pertama Pancasila.
Demikian disampaikan Mualimin Abdi saat menghadiri persiapan konferensi internasional yang bertema 'International Conference: Religious Freedom , Rule Of Law, and Cross-Cultural Religious Literacy' di Lobby Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia kantor Kemenkumham, Jakarta Selatan, Jumat (9/9/2022).
"Negara tidak bisa melarang aliran atau agama apapun yang masuk dan berkembang di Indonesia sepanjang sesuai dengan prinsip Ketuhanan yang Maha Esa dan tidak menyinggung prinsip dan kepercayaan umat agama lainnya," kata Mualimin.
Baca juga: Pemimpin Agama Terkemuka dari Seluruh Dunia Akan Berkumpul Hadiri Forum R20 di Bali
Ia menjelaskan, Pasal 18 Deklarasi Universal HAM menyatakan setiap orang berhak atas berpikir, berkeyakinan, dan beragama. Hal ini selaras dengan UUD NRI 1945 yang menempatkan HAM dalam porsi yang cukup signifikan sebagaimana tercantum dalam Pasal 28A sampai 28J.
Pasal 28E ayat (1) menegaskan bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. Hak kebebasan beragama juga dijamin dalam Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia 1945. Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing, dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya.
"Oleh karena itu, menjadi salah satu tugas negara untuk melindungi hak kebebasan setiap orang dalam beragama dan beribadat," katanya.
Baca juga: Kisah Pengembara yang Pindah dari Satu Agama ke Agama Lain
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho mengatakan, pemahaman masyarakat akan pentingnya kebebasan beragama sebagaimana dilindungi Konstitusi adalah modal penting bagi kemajuan bangsa Indonesia yang majemuk di tengah meningkatnya tantangan polarisasi di dunia.
Dalam konteks itu, Matius Ho menjelaskan, konferensi internasional yang diadakan Kemenkumham bersama Institut Leimena bertujuan mendorong sinergi negara dan masyarakat dalam membangun budaya yang toleran, menjunjung tinggi supremasi hukum, serta menghindari perilaku yang berpotensi memecah belah.
"Negara dan masyarakat sipil diharapkan dapat bekerja sama menjadi penggerak utama dalam memperkokoh supremasi hukum untuk melindungi dan memajukan kebebasan beragama sesuai amanat UUD 1945," kata Matius.
Ia menjelaskan konferensi internasional merupakan implementasi perjanjian kerja sama antara Kemenkumham dan Institut Leimena pada 8 Juni 2022. Acara ini bagian dari program Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) yang telah dimulai Institut Leimena sejak 2021 bersama berbagai mitra nasional dan telah diikuti lebih dari 2.400 guru dari 33 provinsi, melalui pelatihan, lokakarya dan konferensi internasional.
Demikian disampaikan Mualimin Abdi saat menghadiri persiapan konferensi internasional yang bertema 'International Conference: Religious Freedom , Rule Of Law, and Cross-Cultural Religious Literacy' di Lobby Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia kantor Kemenkumham, Jakarta Selatan, Jumat (9/9/2022).
"Negara tidak bisa melarang aliran atau agama apapun yang masuk dan berkembang di Indonesia sepanjang sesuai dengan prinsip Ketuhanan yang Maha Esa dan tidak menyinggung prinsip dan kepercayaan umat agama lainnya," kata Mualimin.
Baca juga: Pemimpin Agama Terkemuka dari Seluruh Dunia Akan Berkumpul Hadiri Forum R20 di Bali
Ia menjelaskan, Pasal 18 Deklarasi Universal HAM menyatakan setiap orang berhak atas berpikir, berkeyakinan, dan beragama. Hal ini selaras dengan UUD NRI 1945 yang menempatkan HAM dalam porsi yang cukup signifikan sebagaimana tercantum dalam Pasal 28A sampai 28J.
Pasal 28E ayat (1) menegaskan bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. Hak kebebasan beragama juga dijamin dalam Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia 1945. Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing, dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya.
"Oleh karena itu, menjadi salah satu tugas negara untuk melindungi hak kebebasan setiap orang dalam beragama dan beribadat," katanya.
Baca juga: Kisah Pengembara yang Pindah dari Satu Agama ke Agama Lain
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho mengatakan, pemahaman masyarakat akan pentingnya kebebasan beragama sebagaimana dilindungi Konstitusi adalah modal penting bagi kemajuan bangsa Indonesia yang majemuk di tengah meningkatnya tantangan polarisasi di dunia.
Dalam konteks itu, Matius Ho menjelaskan, konferensi internasional yang diadakan Kemenkumham bersama Institut Leimena bertujuan mendorong sinergi negara dan masyarakat dalam membangun budaya yang toleran, menjunjung tinggi supremasi hukum, serta menghindari perilaku yang berpotensi memecah belah.
"Negara dan masyarakat sipil diharapkan dapat bekerja sama menjadi penggerak utama dalam memperkokoh supremasi hukum untuk melindungi dan memajukan kebebasan beragama sesuai amanat UUD 1945," kata Matius.
Ia menjelaskan konferensi internasional merupakan implementasi perjanjian kerja sama antara Kemenkumham dan Institut Leimena pada 8 Juni 2022. Acara ini bagian dari program Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) yang telah dimulai Institut Leimena sejak 2021 bersama berbagai mitra nasional dan telah diikuti lebih dari 2.400 guru dari 33 provinsi, melalui pelatihan, lokakarya dan konferensi internasional.
(abd)