Harga BBM Naik, DPR Minta Pemerintah Jamin Ketersediaan Pertalite dan Solar
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah meminta pemerintah melakukan operasi pasar untuk memastikan ketersediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis pertalite dan solar di seluruh wilayah Indonesia. Selisih harga yang tinggi antara BBM bersubsidi dan tidak bersubsidi berpotensi memunculkan pelanggaran.
Untuk diketahui, pemerintah telah menaikkan harga BBM pada 3 September 2022. Harga pertalite naik hampir 31%, dari sebelumnya Rp7.650 menjadi Rp10.000 per liter; harga solar bersubsidi naik lebih dari 32%, dari Rp5.150 menjadi Rp6.800 per liter, sedangkan harga pertamax naik sebesar 16%, dari Rp12.500 menjadi Rp14.500 per liter.
"Potensial para pengguna pertamax berpindah ke pertalite, meskipun pemerintah telah melakukan pembatasan para pengguna pertalite," kata Said Abdullah dalam keterangan tertulisnya, Kamis (8/9/2022).
Menurut Said, tingginya permintaan terhadap pertalite dan solar berpotensi diselundupkan atau ditimbun. Bahkan kejadian ini telah beberapa kali terungkap oleh kepolisian. Karena itu pemerintah perlu memastikan distribusi dan ketersediaan pertalite dan solar di seluruh wilayah Tanah Air.
"Untuk mencegah penyelundupan pertalite dan solar, TNI harus memberikan dukungan operasi-operasi di laut, sebab wilayah laut menjadi ruang potensial penyelundupan BBM bersubsidi kita," kata anggota DPR dari Fraksi PDIP ini.
Said menambahkan, pemerintah juga harus memastikan kebutuhan solar dan pertalite untuk petani, nelayan, pelaku usaha mikro, dan tukang ojek terpenuhi. Pendataan oleh Pertamina tidak boleh mempersulit akses mereka terhadap BBM tersebut. Integrasi data kepemilikan kendaraan di Korlantas Polri dengan My Pertamina harus segera dilakukan, sehingga warga tidak perlu melakukan input manual ke MY Pertamina.
Operasi dan intervensi pasar atas kenaikan beberapa kebutuhan bahan pokok karena kenaikan harga BBM, kata Said, juga perlu dilakukan. Dari laporan media, saat ini beberapa bahan pangan perlahan naik di beberapa wilayah. "Oleh sebab itu kegiatan operasi dan intervensi pasar harus cekatan, serta mempersiapkan dukungan kemampuan stok Bulog," katanya.
Baca juga: Fadli Zon Ungkap Narasi Menyesatkan di Balik Kenaikan Harga BBM
Untuk diketahui, menghadapi tekanan eksternal berupa tingginya harga minyak dunia, pada 19 Mei 2022, Banggar DPR telah menyetujui usulan pemerintah mengubah asumsi Indonesia Crude Price (ICP) yang semula dipatok USD63 menjadi USD100 per barel. Penyesuian ini memberikan ruang gerak fiskal yang cukup bagi pemerintah untuk merespons harga minyak dunia yang masih volatile tetapi di harga tinggi. Minyak jenis brent misalnya sepanjang Agustus sampai September 2022 di level USD91-USD105 per barel.
Menurut Said, sebagai negara nett importir minyak, situasi ini berpengaruh terhadap produksi dan konsumsi oil energy di dalam negeri. Selama satu semester 2022 realisasi lifting minyak bumi Indonesia hanya mencapai 614,5 ribu barel per hari, dari target lifiting APBN 2022 sebesar 635-703 ribu barel per hari.
Selama rentang Januari–Agustus 2022 penggunaan pertalite telah mencapai 19,5 juta kiloliter, dari kuota 23 juta kiloliter. Terhadap penggunaan solar subsidi pada rentang waktu yang sama mencapai 11,4 juta kiloliter dari kuota 14,9 juta kiloliter.
Said menilai permintaan tinggi terhadap pertalite dan solar sejalan dengan makin membaiknya pemulihan ekonomi masyarakat. Pada kuartal II 2022 lalu pertumbuhan ekonomi Indonesia telah mencapai 5,44% (yoy). Pertumbuhan ini telah memposisikan situasi ekonomi Indonesia sedikit lebih baik dari sebelum pandemi Covid-19.
"Ekonomi kita yang pulih ini wajib kita syukuri, tetapi ada risiko kebutuhan pertalite dan solar yang meningkat drastis," katanya.
Akibatnya pemerintah menghadapi dua persoalan sekaligus yang harus diselesaikan, yakni tekanan harga karena tingginya harga BBM, sekaligus membangkaknya kebutuhan pertalite dan solar karena permintaan yang naik. Terhadap tingginya harga minyak dunia, karena sebagian besar kebutuhan minyak dari impor, pemerintah telah menaikkan harga BBM, baik yang subsidi maupun kompensasi pada 3 September 2022 lalu.
Pemerintah telah menambah kuota BBM bersubsidi, untuk Pertalite dari semula 23 juta kiloliter menjadi 29 juta kiloliter, sedangkan untuk solar dari semula 14,9 juta kiloliter menjadi 17,4 juta kiloliter. Atas kebijakan ini maka berkonsekuensi penambahan anggaran subsidi dan kompensasi energi yang semula Rp502 triliun menjadi Rp698 triliun. Asumsi ini belum memperhitungkan kenaikan harga BBM per 3 September lalu. Dengan memasukkan komponen perubahan harga harga BBM per 3 September 2022 lalu diperkirakan anggaran subsidi dan kompensasi energi menjadi Rp650 triliun.
Apakah penambahan anggaran subsidi dan kompensasi BBM telah mendapatkan persetujuan kepada DPR? Said menjelaskan bahwa APBN 2022 masih terikat dengan kerangka Undang Undang Nomor 2 tahun 2020 tentang Perppu No 1 Tahun 2020. Perppu itu memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk melakukan relokasi dan refokusing anggaran. Hal itu telah ditempuh oleh pemerintah melalui Program PEN sejak 2020. Relokasi dan refocusing anggaran cukup ditetapkan melalui Peraturan Presiden.
Sesuai Perppu No 1 tahun 2020, pemerintah berwenang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN, yang anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut belum tersedia atau tidak cukup tersedia, serta menentukan proses dan metode pengadaan barang jasa, termasuk penggunaan anggaran SAL, dana abadi pendidikan, dan anggaran BLU. Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang ini, maka pemerintah berhak menetapkan besaran belanja subsidi dan kompensasi BBM.
"Berbeda dengan tahun depan, karena APBN 2023 tidak lagi terikat dengan Undang-Undang No 2 Tahun 2020, maka setiap melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN, yang anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut belum tersedia atau tidak cukup tersedia harus mendapatkan persetujuan DPR," katanya.
Untuk diketahui, pemerintah telah menaikkan harga BBM pada 3 September 2022. Harga pertalite naik hampir 31%, dari sebelumnya Rp7.650 menjadi Rp10.000 per liter; harga solar bersubsidi naik lebih dari 32%, dari Rp5.150 menjadi Rp6.800 per liter, sedangkan harga pertamax naik sebesar 16%, dari Rp12.500 menjadi Rp14.500 per liter.
"Potensial para pengguna pertamax berpindah ke pertalite, meskipun pemerintah telah melakukan pembatasan para pengguna pertalite," kata Said Abdullah dalam keterangan tertulisnya, Kamis (8/9/2022).
Menurut Said, tingginya permintaan terhadap pertalite dan solar berpotensi diselundupkan atau ditimbun. Bahkan kejadian ini telah beberapa kali terungkap oleh kepolisian. Karena itu pemerintah perlu memastikan distribusi dan ketersediaan pertalite dan solar di seluruh wilayah Tanah Air.
"Untuk mencegah penyelundupan pertalite dan solar, TNI harus memberikan dukungan operasi-operasi di laut, sebab wilayah laut menjadi ruang potensial penyelundupan BBM bersubsidi kita," kata anggota DPR dari Fraksi PDIP ini.
Said menambahkan, pemerintah juga harus memastikan kebutuhan solar dan pertalite untuk petani, nelayan, pelaku usaha mikro, dan tukang ojek terpenuhi. Pendataan oleh Pertamina tidak boleh mempersulit akses mereka terhadap BBM tersebut. Integrasi data kepemilikan kendaraan di Korlantas Polri dengan My Pertamina harus segera dilakukan, sehingga warga tidak perlu melakukan input manual ke MY Pertamina.
Operasi dan intervensi pasar atas kenaikan beberapa kebutuhan bahan pokok karena kenaikan harga BBM, kata Said, juga perlu dilakukan. Dari laporan media, saat ini beberapa bahan pangan perlahan naik di beberapa wilayah. "Oleh sebab itu kegiatan operasi dan intervensi pasar harus cekatan, serta mempersiapkan dukungan kemampuan stok Bulog," katanya.
Baca juga: Fadli Zon Ungkap Narasi Menyesatkan di Balik Kenaikan Harga BBM
Untuk diketahui, menghadapi tekanan eksternal berupa tingginya harga minyak dunia, pada 19 Mei 2022, Banggar DPR telah menyetujui usulan pemerintah mengubah asumsi Indonesia Crude Price (ICP) yang semula dipatok USD63 menjadi USD100 per barel. Penyesuian ini memberikan ruang gerak fiskal yang cukup bagi pemerintah untuk merespons harga minyak dunia yang masih volatile tetapi di harga tinggi. Minyak jenis brent misalnya sepanjang Agustus sampai September 2022 di level USD91-USD105 per barel.
Menurut Said, sebagai negara nett importir minyak, situasi ini berpengaruh terhadap produksi dan konsumsi oil energy di dalam negeri. Selama satu semester 2022 realisasi lifting minyak bumi Indonesia hanya mencapai 614,5 ribu barel per hari, dari target lifiting APBN 2022 sebesar 635-703 ribu barel per hari.
Selama rentang Januari–Agustus 2022 penggunaan pertalite telah mencapai 19,5 juta kiloliter, dari kuota 23 juta kiloliter. Terhadap penggunaan solar subsidi pada rentang waktu yang sama mencapai 11,4 juta kiloliter dari kuota 14,9 juta kiloliter.
Said menilai permintaan tinggi terhadap pertalite dan solar sejalan dengan makin membaiknya pemulihan ekonomi masyarakat. Pada kuartal II 2022 lalu pertumbuhan ekonomi Indonesia telah mencapai 5,44% (yoy). Pertumbuhan ini telah memposisikan situasi ekonomi Indonesia sedikit lebih baik dari sebelum pandemi Covid-19.
"Ekonomi kita yang pulih ini wajib kita syukuri, tetapi ada risiko kebutuhan pertalite dan solar yang meningkat drastis," katanya.
Akibatnya pemerintah menghadapi dua persoalan sekaligus yang harus diselesaikan, yakni tekanan harga karena tingginya harga BBM, sekaligus membangkaknya kebutuhan pertalite dan solar karena permintaan yang naik. Terhadap tingginya harga minyak dunia, karena sebagian besar kebutuhan minyak dari impor, pemerintah telah menaikkan harga BBM, baik yang subsidi maupun kompensasi pada 3 September 2022 lalu.
Pemerintah telah menambah kuota BBM bersubsidi, untuk Pertalite dari semula 23 juta kiloliter menjadi 29 juta kiloliter, sedangkan untuk solar dari semula 14,9 juta kiloliter menjadi 17,4 juta kiloliter. Atas kebijakan ini maka berkonsekuensi penambahan anggaran subsidi dan kompensasi energi yang semula Rp502 triliun menjadi Rp698 triliun. Asumsi ini belum memperhitungkan kenaikan harga BBM per 3 September lalu. Dengan memasukkan komponen perubahan harga harga BBM per 3 September 2022 lalu diperkirakan anggaran subsidi dan kompensasi energi menjadi Rp650 triliun.
Apakah penambahan anggaran subsidi dan kompensasi BBM telah mendapatkan persetujuan kepada DPR? Said menjelaskan bahwa APBN 2022 masih terikat dengan kerangka Undang Undang Nomor 2 tahun 2020 tentang Perppu No 1 Tahun 2020. Perppu itu memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk melakukan relokasi dan refokusing anggaran. Hal itu telah ditempuh oleh pemerintah melalui Program PEN sejak 2020. Relokasi dan refocusing anggaran cukup ditetapkan melalui Peraturan Presiden.
Sesuai Perppu No 1 tahun 2020, pemerintah berwenang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN, yang anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut belum tersedia atau tidak cukup tersedia, serta menentukan proses dan metode pengadaan barang jasa, termasuk penggunaan anggaran SAL, dana abadi pendidikan, dan anggaran BLU. Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang ini, maka pemerintah berhak menetapkan besaran belanja subsidi dan kompensasi BBM.
"Berbeda dengan tahun depan, karena APBN 2023 tidak lagi terikat dengan Undang-Undang No 2 Tahun 2020, maka setiap melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN, yang anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut belum tersedia atau tidak cukup tersedia harus mendapatkan persetujuan DPR," katanya.
(abd)