Harga BBM Naik, DPR Minta Pemerintah Jamin Ketersediaan Pertalite dan Solar
loading...
A
A
A
Menurut Said, sebagai negara nett importir minyak, situasi ini berpengaruh terhadap produksi dan konsumsi oil energy di dalam negeri. Selama satu semester 2022 realisasi lifting minyak bumi Indonesia hanya mencapai 614,5 ribu barel per hari, dari target lifiting APBN 2022 sebesar 635-703 ribu barel per hari.
Selama rentang Januari–Agustus 2022 penggunaan pertalite telah mencapai 19,5 juta kiloliter, dari kuota 23 juta kiloliter. Terhadap penggunaan solar subsidi pada rentang waktu yang sama mencapai 11,4 juta kiloliter dari kuota 14,9 juta kiloliter.
Said menilai permintaan tinggi terhadap pertalite dan solar sejalan dengan makin membaiknya pemulihan ekonomi masyarakat. Pada kuartal II 2022 lalu pertumbuhan ekonomi Indonesia telah mencapai 5,44% (yoy). Pertumbuhan ini telah memposisikan situasi ekonomi Indonesia sedikit lebih baik dari sebelum pandemi Covid-19.
"Ekonomi kita yang pulih ini wajib kita syukuri, tetapi ada risiko kebutuhan pertalite dan solar yang meningkat drastis," katanya.
Akibatnya pemerintah menghadapi dua persoalan sekaligus yang harus diselesaikan, yakni tekanan harga karena tingginya harga BBM, sekaligus membangkaknya kebutuhan pertalite dan solar karena permintaan yang naik. Terhadap tingginya harga minyak dunia, karena sebagian besar kebutuhan minyak dari impor, pemerintah telah menaikkan harga BBM, baik yang subsidi maupun kompensasi pada 3 September 2022 lalu.
Pemerintah telah menambah kuota BBM bersubsidi, untuk Pertalite dari semula 23 juta kiloliter menjadi 29 juta kiloliter, sedangkan untuk solar dari semula 14,9 juta kiloliter menjadi 17,4 juta kiloliter. Atas kebijakan ini maka berkonsekuensi penambahan anggaran subsidi dan kompensasi energi yang semula Rp502 triliun menjadi Rp698 triliun. Asumsi ini belum memperhitungkan kenaikan harga BBM per 3 September lalu. Dengan memasukkan komponen perubahan harga harga BBM per 3 September 2022 lalu diperkirakan anggaran subsidi dan kompensasi energi menjadi Rp650 triliun.
Apakah penambahan anggaran subsidi dan kompensasi BBM telah mendapatkan persetujuan kepada DPR? Said menjelaskan bahwa APBN 2022 masih terikat dengan kerangka Undang Undang Nomor 2 tahun 2020 tentang Perppu No 1 Tahun 2020. Perppu itu memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk melakukan relokasi dan refokusing anggaran. Hal itu telah ditempuh oleh pemerintah melalui Program PEN sejak 2020. Relokasi dan refocusing anggaran cukup ditetapkan melalui Peraturan Presiden.
Sesuai Perppu No 1 tahun 2020, pemerintah berwenang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN, yang anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut belum tersedia atau tidak cukup tersedia, serta menentukan proses dan metode pengadaan barang jasa, termasuk penggunaan anggaran SAL, dana abadi pendidikan, dan anggaran BLU. Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang ini, maka pemerintah berhak menetapkan besaran belanja subsidi dan kompensasi BBM.
"Berbeda dengan tahun depan, karena APBN 2023 tidak lagi terikat dengan Undang-Undang No 2 Tahun 2020, maka setiap melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN, yang anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut belum tersedia atau tidak cukup tersedia harus mendapatkan persetujuan DPR," katanya.
Lihat Juga: Mengaca Hinaan Gus Miftah ke Penjual Es Teh, DPR: Jangan Undang Dai Tanpa Kapasitas Agama
Selama rentang Januari–Agustus 2022 penggunaan pertalite telah mencapai 19,5 juta kiloliter, dari kuota 23 juta kiloliter. Terhadap penggunaan solar subsidi pada rentang waktu yang sama mencapai 11,4 juta kiloliter dari kuota 14,9 juta kiloliter.
Said menilai permintaan tinggi terhadap pertalite dan solar sejalan dengan makin membaiknya pemulihan ekonomi masyarakat. Pada kuartal II 2022 lalu pertumbuhan ekonomi Indonesia telah mencapai 5,44% (yoy). Pertumbuhan ini telah memposisikan situasi ekonomi Indonesia sedikit lebih baik dari sebelum pandemi Covid-19.
"Ekonomi kita yang pulih ini wajib kita syukuri, tetapi ada risiko kebutuhan pertalite dan solar yang meningkat drastis," katanya.
Akibatnya pemerintah menghadapi dua persoalan sekaligus yang harus diselesaikan, yakni tekanan harga karena tingginya harga BBM, sekaligus membangkaknya kebutuhan pertalite dan solar karena permintaan yang naik. Terhadap tingginya harga minyak dunia, karena sebagian besar kebutuhan minyak dari impor, pemerintah telah menaikkan harga BBM, baik yang subsidi maupun kompensasi pada 3 September 2022 lalu.
Pemerintah telah menambah kuota BBM bersubsidi, untuk Pertalite dari semula 23 juta kiloliter menjadi 29 juta kiloliter, sedangkan untuk solar dari semula 14,9 juta kiloliter menjadi 17,4 juta kiloliter. Atas kebijakan ini maka berkonsekuensi penambahan anggaran subsidi dan kompensasi energi yang semula Rp502 triliun menjadi Rp698 triliun. Asumsi ini belum memperhitungkan kenaikan harga BBM per 3 September lalu. Dengan memasukkan komponen perubahan harga harga BBM per 3 September 2022 lalu diperkirakan anggaran subsidi dan kompensasi energi menjadi Rp650 triliun.
Apakah penambahan anggaran subsidi dan kompensasi BBM telah mendapatkan persetujuan kepada DPR? Said menjelaskan bahwa APBN 2022 masih terikat dengan kerangka Undang Undang Nomor 2 tahun 2020 tentang Perppu No 1 Tahun 2020. Perppu itu memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk melakukan relokasi dan refokusing anggaran. Hal itu telah ditempuh oleh pemerintah melalui Program PEN sejak 2020. Relokasi dan refocusing anggaran cukup ditetapkan melalui Peraturan Presiden.
Sesuai Perppu No 1 tahun 2020, pemerintah berwenang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN, yang anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut belum tersedia atau tidak cukup tersedia, serta menentukan proses dan metode pengadaan barang jasa, termasuk penggunaan anggaran SAL, dana abadi pendidikan, dan anggaran BLU. Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang ini, maka pemerintah berhak menetapkan besaran belanja subsidi dan kompensasi BBM.
"Berbeda dengan tahun depan, karena APBN 2023 tidak lagi terikat dengan Undang-Undang No 2 Tahun 2020, maka setiap melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN, yang anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut belum tersedia atau tidak cukup tersedia harus mendapatkan persetujuan DPR," katanya.
Lihat Juga: Mengaca Hinaan Gus Miftah ke Penjual Es Teh, DPR: Jangan Undang Dai Tanpa Kapasitas Agama
(abd)