Faktor Finansial Diduga Jadi Penyebab Pergantian Ketum PPP
loading...
A
A
A
JAKARTA - Suharso Monoarfa resmi diberhentikan dari jabatan Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) . Pemberhentian ini dilakukan oleh Majelis dan Mahkamah Partai dalam Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) di Serang, Banten, Senin (5/9/2022).
Suharso kemudian digantikan oleh Muhammad Mardiono yang ditunjuk sebagai Plt Ketua Umum DPP PPP. Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin mencoba menganalisis apa yang sebenarnya terjadi di balik pergantian Ketum DPP PPP ini.
Baca juga: Bimtek Legislator PPP Ricuh, Pemberhentian Suharso Dipertanyakan
Faktor finansial disebut menjadi salah satu faktor penyebab pergantian Ketum DPP PPP ini. Diketahui, mengutip laman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diakses melalui elhkpn.kpk.go.id, harta Mardiono mencapai Rp1.270.833.511.147 (Rp1,27 triliun).
Sementara Suharso, dalam LHKPN yang dilaporkannya ke KPK, kekayaannya mencapai Rp99.966.251.075. Namun, dia mencatatkan kepemilikan utang sebesar Rp26.901.999.595. Total hartanya menjadi Rp73.064.251.480.
"Bisa jadi seperti itu, banyak faktor dalam konteks Pemilu 2024, finansial memang menjadi penting," kata Ujang Komarudin, Senin (5/9/2022).
"Lalu terkait juga dana kampanye yang besar, ya mohon maaf tanpa kekuatan finansial yang besar, khawatir PPP tergelincir dan tidak lolos ke Senayan, bisa saja itu menjadi faktornya," tambahnya.
Namun begitu menurut Ujang, selain finansial ada juga faktor lain, seperti adanya dugaan ketidaksukaan pengurus terkait kebijakan Suharso.
"Misalnya, masuknya PPP ke KIB itu mungkin banyak juga yang tidak suka di internal. Kemudian terkait juga ucapan masalah ampolop kiai," ucap Ujang.
Ujang meminta, konflik internal yang kerap terjadi di tubuh partai berlambang Ka'bah itu disudahi. Dimulai dari Suryadharma Ali harus melepaskan jabatannya pada 16 Oktober 2014 karena tersangkut kasus korupsi.
Selepas Suryadharma Ali, PPP kembali diguncang konflik internal dan sempat terbelah, yakni kubu Muhammad Romahurmuziy dan Djan Faridz.
"Tentu ini tidak bagus bagi partai Islam yang mempunyai sejarah panjang di Indonesia," ujarnya.
Ia berharap, PPP berkaca pada konflik yang ada pada Partai Hanura. Pasca konflik, Hanura tidak lagi mendapatkan kursi di DPR pada 2019-2024. "Nah PPP harusnya belajar dari Hanura, jangan sampai 2024 nanti tidak mendapat kursi," tegasnya.
"Ini sangat berbahaya dan menyakitkan kader PPP, mestinya menjaga kader PPP menjaga kebersamaan dan kesolidan untuk menghadapi Pilpres dan Pileg 2024," tutupnya.
Lihat Juga: Nah Lho! Muncul Deklarasi Partai Perubahan Tanpa Keterlibatan Anies Baswedan, Bikinan Siapa?
Suharso kemudian digantikan oleh Muhammad Mardiono yang ditunjuk sebagai Plt Ketua Umum DPP PPP. Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin mencoba menganalisis apa yang sebenarnya terjadi di balik pergantian Ketum DPP PPP ini.
Baca juga: Bimtek Legislator PPP Ricuh, Pemberhentian Suharso Dipertanyakan
Faktor finansial disebut menjadi salah satu faktor penyebab pergantian Ketum DPP PPP ini. Diketahui, mengutip laman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diakses melalui elhkpn.kpk.go.id, harta Mardiono mencapai Rp1.270.833.511.147 (Rp1,27 triliun).
Sementara Suharso, dalam LHKPN yang dilaporkannya ke KPK, kekayaannya mencapai Rp99.966.251.075. Namun, dia mencatatkan kepemilikan utang sebesar Rp26.901.999.595. Total hartanya menjadi Rp73.064.251.480.
"Bisa jadi seperti itu, banyak faktor dalam konteks Pemilu 2024, finansial memang menjadi penting," kata Ujang Komarudin, Senin (5/9/2022).
"Lalu terkait juga dana kampanye yang besar, ya mohon maaf tanpa kekuatan finansial yang besar, khawatir PPP tergelincir dan tidak lolos ke Senayan, bisa saja itu menjadi faktornya," tambahnya.
Namun begitu menurut Ujang, selain finansial ada juga faktor lain, seperti adanya dugaan ketidaksukaan pengurus terkait kebijakan Suharso.
"Misalnya, masuknya PPP ke KIB itu mungkin banyak juga yang tidak suka di internal. Kemudian terkait juga ucapan masalah ampolop kiai," ucap Ujang.
Ujang meminta, konflik internal yang kerap terjadi di tubuh partai berlambang Ka'bah itu disudahi. Dimulai dari Suryadharma Ali harus melepaskan jabatannya pada 16 Oktober 2014 karena tersangkut kasus korupsi.
Selepas Suryadharma Ali, PPP kembali diguncang konflik internal dan sempat terbelah, yakni kubu Muhammad Romahurmuziy dan Djan Faridz.
"Tentu ini tidak bagus bagi partai Islam yang mempunyai sejarah panjang di Indonesia," ujarnya.
Ia berharap, PPP berkaca pada konflik yang ada pada Partai Hanura. Pasca konflik, Hanura tidak lagi mendapatkan kursi di DPR pada 2019-2024. "Nah PPP harusnya belajar dari Hanura, jangan sampai 2024 nanti tidak mendapat kursi," tegasnya.
"Ini sangat berbahaya dan menyakitkan kader PPP, mestinya menjaga kader PPP menjaga kebersamaan dan kesolidan untuk menghadapi Pilpres dan Pileg 2024," tutupnya.
Lihat Juga: Nah Lho! Muncul Deklarasi Partai Perubahan Tanpa Keterlibatan Anies Baswedan, Bikinan Siapa?
(maf)