Guru Besar Hukum Sebut Ferdy Sambo Bisa Jadi Justice Collaborator untuk Perbaiki Polri
loading...
A
A
A
Sementara itu, Ketua Umum Peradi Otto Hasibuan mengakui banyak publik yang terjebak dalam kasus Ferdy Sambo. Mereka menilai bahwa kasus telah selesai dengan pengakuan Ferdy Sambo sebagai pelaku pembunuhan.
"Begitu hebatnya pemberitaan, sehingga kasus yang sebenarnya baru dimulai, seolah-olah telah sampai pada akhir cerita," katanya.
Ia mengingatkan, sejak kasus Ferdy Sambo mencuat telah ada skenario-skenario yang disusun untuk mempengaruhi hukum. Pada skenario pertama yang awalnya diyakini publik, ternyata gugur setelah ada pengakuan jujur dari Bharada E. "Namun meski sekarang skenario dua sudah makin menguat, bisa saja muncul skenario ketiga dan seterusnya. Semuanya serba mungkin," kata Otto.
Karena itu, sebagai kaum akademisi, Otto mengajak para dosen dan mahasiswa untuk mengkritisi persoalan ini dengan baik. "Kita harus tunggu akhir dari persidangan untuk menyimpulkan kasus ini," katanya.
Ia juga sepakat dengan Gayus bahwa substansi hukum mengenal adanya kebermanfaatan di samping keadilan dan kepastian hukum. Tujuannya agar hukum tak sekadar mengadili yang salah dan menjatuhkan hukuman sesuai aturan yang berlaku, tetapi hukum juga harus mampu memberi manfaat untuk mencegah agar kasus serupa tidak terjadi lagi.
"Harus ada kebermanfaatan dari penuntasan kasus hukum terhadap Sambo ini. Kita ingin agar di kemudian hari tidak muncul Sambo-Sambo yang lain," katanya.
Sementara itu, Rektor Unkris Ayub Muktiono mengatakan, seminar nasional dengan topik bahasan Ferdy Sambo menjadi bagian dari upaya Unkris memberikan pencerahan hukum kepada masyarakat luas sebagai bagian dari tugas para akademisi. "Kampus punya kebebasan akademis untuk memberikan kajian termasuk dalam kasus Sambo ini. Unkris merasa terpanggil memberikan pandangan dari sisi akademis," kata Ayub.
Ayub menegaskan, seminar nasional ini tidak bermaksud mempengaruhi proses hukum yang sedang berlangsung terhadap Sambo maupun pelaku lainnya tapi ingin melihat lebih luas aspek hukum dari kasus tersebut dengan maksud mencegah kasus serupa terjadi berulang. Seminar nasional dihadiri tidak hanya dosen dan mahasiswa Unkris tetapi juga akademisi dari berbagai kampus lain di Jabodetabek.
"Begitu hebatnya pemberitaan, sehingga kasus yang sebenarnya baru dimulai, seolah-olah telah sampai pada akhir cerita," katanya.
Ia mengingatkan, sejak kasus Ferdy Sambo mencuat telah ada skenario-skenario yang disusun untuk mempengaruhi hukum. Pada skenario pertama yang awalnya diyakini publik, ternyata gugur setelah ada pengakuan jujur dari Bharada E. "Namun meski sekarang skenario dua sudah makin menguat, bisa saja muncul skenario ketiga dan seterusnya. Semuanya serba mungkin," kata Otto.
Karena itu, sebagai kaum akademisi, Otto mengajak para dosen dan mahasiswa untuk mengkritisi persoalan ini dengan baik. "Kita harus tunggu akhir dari persidangan untuk menyimpulkan kasus ini," katanya.
Ia juga sepakat dengan Gayus bahwa substansi hukum mengenal adanya kebermanfaatan di samping keadilan dan kepastian hukum. Tujuannya agar hukum tak sekadar mengadili yang salah dan menjatuhkan hukuman sesuai aturan yang berlaku, tetapi hukum juga harus mampu memberi manfaat untuk mencegah agar kasus serupa tidak terjadi lagi.
"Harus ada kebermanfaatan dari penuntasan kasus hukum terhadap Sambo ini. Kita ingin agar di kemudian hari tidak muncul Sambo-Sambo yang lain," katanya.
Sementara itu, Rektor Unkris Ayub Muktiono mengatakan, seminar nasional dengan topik bahasan Ferdy Sambo menjadi bagian dari upaya Unkris memberikan pencerahan hukum kepada masyarakat luas sebagai bagian dari tugas para akademisi. "Kampus punya kebebasan akademis untuk memberikan kajian termasuk dalam kasus Sambo ini. Unkris merasa terpanggil memberikan pandangan dari sisi akademis," kata Ayub.
Ayub menegaskan, seminar nasional ini tidak bermaksud mempengaruhi proses hukum yang sedang berlangsung terhadap Sambo maupun pelaku lainnya tapi ingin melihat lebih luas aspek hukum dari kasus tersebut dengan maksud mencegah kasus serupa terjadi berulang. Seminar nasional dihadiri tidak hanya dosen dan mahasiswa Unkris tetapi juga akademisi dari berbagai kampus lain di Jabodetabek.
(abd)