Soal Subsidi BBM Pemerintah Harus Terbuka

Kamis, 25 Agustus 2022 - 18:17 WIB
loading...
Soal Subsidi BBM Pemerintah Harus Terbuka
Rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi, yakni Pertalite dan solar mendapat penolakan banyak pihak. Pemerintah dinilai lebih baik mengoptimalkan pengawasan distribusi BBM bersubsidi agar tidak diselewengkan.(KORAN SINDO/Wawan Bastian)
A A A
WACANA pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM) dengan menaikkan harga Pertalite terus menggelinding di masyarakat. Bahkan, produk ini sebelumnya bukan merupakan barang yang mendapatkan subsidi atau kompensasi.

Pemerintah menetapkan jenis bensin RON 90 dengan nama dagang Pertalite menjadi Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP) menggantikan bensin RON 88 atau Premium.

Penetapan ini tercantum dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 37.K/HK.02/MEM.M/2022 tentang Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan yang diteken tanggal 10 Maret 2022. Meskipun ditetapkan pada akhir triwulan pertama, namun berlaku surut.

Sehingga selisih harga Pertalite mulai Januari 2022 bisa ditagihkan ke pemerintah. Kuota JBKP bensin RON 90 atau jenis Pertalite pada tahun ini ditetapkan sebesar 23,05 juta kilo liter. Sedangkan kuota solar sebagai Jenis BBM Tertentu (JBT) ditetapkan 15,1 juta kiloliter.

Yang kini membuat masyarakat tercengang yakni subsidi BBM disebut-sebut mencapai Rp502 triliun, kemudian berubah menjadi Rp520 triliun, bahkan disebut-sebut berpotensi menembus Rp600 triliun. Tentu masyarakat bertanya, dan menilai tak masuk akal, dengan mobilitas masyarakat yang baru mulai pulih dalam beberapa bulan, terjadi lonjakan berpuluh kali lipat konsumsi BBM. Bahkan lebih besar dari kondisi normal pada periode 2018-2019 silam.

Masyarakat pun tentu mempertanyakan, dasar penetapan Pertalite sebagai JBKP namun mendapatkan dana subsidi dengan istilah baru yakni kompensasi dari selisih harga jual dengan harga keekonomian. Harga keekonomian, dana kompensasi menjadi dua diksi yang populer di masyarakat. Meskipun skema penghitung nilai keekonomian maupun kompensasi itu tak dijelaskan dengan detil. Terlihat, yang penting bagi pemerintah adalah pengumuman subsidi sangat besar dan diumumkan secara terus menerus kepada masyarakat.

Sebagai stakeholder, tentu masyarakat memiliki hak untuk tahu tentang biaya penyediaan, skema subsidi atau pembayaran kompensasi, hingga proses distribusi BBM ke masyarakat. Terlebih, saat ini dimunculkan narasi bahwa sejatinya produk BBM tertentu seperti Pertamax juga mendapatkan subsidi.

Sebagai negara berkembang dengan pendapatan per kapita dan daya beli yang masih lemah, tentu masyarakat masih perlu mendapatkan subsidi. Upaya pemaksaan untuk menaikkan harga BBM khususnya Pertalite tentu bukan langkah yang bijak. Mengingat produk tersebut digunakan langsung oleh masyarakat secara perorangan.

Sedangkan bahan bakar jenis solar bisa diakses oleh siapapun dengan leluasa. Termasuk industri besar, industri pertambangan, perkebunan sawit, yang sejatinya bukan masuk ke dalam golongan yang layak mendapatkan subsidi.

Narasi BBM berkeadilan, subsidi tak tepat sasaran, yang digaungkan terkesan hanya untuk menekan rakyat. Sedangkan korporasi dan industri sama sekali tak tersentuh.

Menaikkan harga Pertalite tentu akan membebankan akibat kurang cermatnya pengelolaan energi kepada masyarakat. Selain memperbanyak jumlah rakyat miskin, menaikkan harga Pertalite tak memberikan dampak signifikan bagi penghematan anggaran, mengingat solar masih bisa diakses oleh industri pertambangan, perkebunan kelapa sawit dan industry lainnya. Tentu naiknya harga Pertalite akan meningkatkan inflasi dan memukul daya beli masyarakat.

Langkah yang bisa dilakukan yakni melakukan pembatasan dalam penggunaan BBM bersubsidi. Sebab, selama ini, penyaluran BBM bersubsidi khususnya solar nyaris tanpa pengawasan. Pembatasan bisa dilakukan berdasarkan tahun kendaraan maupun didasarkan profil pemilik kendaraan. Hal itu tak hanya dilakukan untuk Pertalite saja tetapi juga untuk solar yang banyak ditemukan penyelewengan.

Baca Juga: koran-sindo.com
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2576 seconds (0.1#10.140)