Profil Ishak Daud, Panglima GAM yang Disegani pada Zamannya

Sabtu, 20 Agustus 2022 - 16:15 WIB
loading...
Profil Ishak Daud, Panglima GAM yang Disegani pada Zamannya
Ishak Daud merupakan panglima GAM yang disegani pada zamannya. FOTO/TANGKAPAN LAYAR YOUTUBE
A A A
JAKARTA - Ishak Daud merupakan panglima GAM yang disegani pada zamannya. Nama Ishak Daud melambung lantaran milisi di bawah kendalinya menyandera dua wartawan RCTI, Ersa Siregar dan Fery Santoso, serta dua orang istri perwira TNI AU yaitu Safrida dan Suraya, selama hampir setahun.

Penyanderaan itu terjadi pada 2003-2004. Awalnya, Ersa dan Fery dilaporkan hilang pada 1 Juni 2003. Empat hari kemudian, mobil yang ditumpangi keduanya ditemukan di Langsa, Aceh Timur, yang dikenal sebagai basis Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Namun, keempatnya telah dibawa oleh pasukan yang dipimpin Panglima GAM wilayah Peureulak, Aceh Timur, Ishak Daud.

Sejak saat itulah, Ersa Siregar, Fery Santoso, Safrida, dan Suraya menjadi tawanan GAM. Mereka ikut berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, keluar masuk hutan, menyeberangi sungai, untuk menghindari kejaran TNI.

Baca juga: Mantan Kombatan GAM Dapat Sertifikat Lahan Pertanian Seluas 2.800 Hektare

Namun Ersa Siregar akhirnya meninggal dunia akibat tertembak dalam baku tembak antara pasukan GAM dan TNI di Kuala Maniham, Simpang Ulim, Aceh Timur, pada 29 Desember 2003. Sementara Fery Santoso dan dua sandera lainnya baru dibebaskan pada 16 Mei 2004 setelah melalui berulang kali negosiasi.

Selama proses penyanderaan, nama Ishak Daud kian populer. Dia menjadi primadona media massa untuk mendapatkan kabar terbaru dari kondisi sandera serta penyambung lidah tuntutan dari organisasi GAM. Memiliki paras yang ganteng dan wawasan luas juga menjadi salah satu namanya menjadi kian populer.

Gaya berpakaiannya pun terbilang keren. Ishak Daud selalu tampil rapi dengan kemeja dimasukkan ke dalam celana. Kumis tipis menghiasi atas bibirnya. Dia kerap menenteng senjata semi otomatis AK 47 dan sepucuk senjata FN selalu terselip di pinggangnya.

Baca juga: Sejarah Pemberontakan GAM dan Dugaan Keterlibatan Libya

Mengenai perawakan Ishak Daud pernah dituliskan oleh wartawan senior, Nani Afrida dalam blog pribadinya pada Januari 2013 silam. Menurutnya, Ishak Daud bertubuh tinggi besar dan tegap. Cara bicaranya tegas berlogat melayu.

"Beberapa orang yang dekat dengannya memanggil Teungku (Teungku Ishak Daud) ini dengan sebutan "Abusyik" atau kakek," tulis Nani Afrida dalam artikel berjudul "Panglima Ishak Daud di Mata Saya (Bagian I)" dikutip, Sabtu (20/8/2022).

Profil Ishak Daud
Nama lengkapnya Teungku Ishak Daud. Ia lahir dari pasangan Muhammad Daud bin Tengku Basyah dan Nuriah di Desa Blang Glumpang Kuala Idie, Kecamatan Idie Rayeuk, Aceh Timur pada 12 Januari 1960.

Ishak Daud lahir dari keluarga miskin. Ayahnya merupakan seorang nelayan, sedangkan ibunya berjualan kue. Tak hanya keluarganya, waktu itu, mayoritas masyarakat Desa Blang Glumpang Kuala Idie juga berada di bawah garis kemiskinan.

Kondisi ini memaksa Ishak Daud pergi merantau ke Malaysia pada usia 24 tahun. Dia bekerja serabutan, dari mulai kuli bangunan hingga penjaga restoran. Namun ia tidak betah sehingga memutuskan pindah merantau ke Singapura. Meski sama-sama bekerja serabutan, tapi paling tidak banyak orang Aceh di Negeri Singa tersebut.

Ishak Daud mulai mengenal Gerakan Aceh Merdeka di Singapura. Ia sering mengikuti pertemuan-pertemuan yang digelar oleh para aktivis GAM yang akhirnya membentuk pemikirannya tentang Aceh dan sejarahnya. Hatinya pun bulat ingin bergabung dengan GAM.

Pada Juni 1987, ia akhirnya resmi bergabung dengan GAM setelah disumpah oleh Tengku Abdullah Musa. Ishak Daud kemudian terpilih menjadi salah satu dari 40 pemuda yang dikirim pemimpin GAM Hasan Tiro ke Libya untuk berlatih perang.

Selesai latihan perang di Libya, Ishak Daud kembali ke kampungnya. Namun, ia tak langsung menunjukkan diri sebagai anggota GAM. Ia bekerja sebagai pedagang ikan sambil diam-diam merekrut pemuda untuk masuk menjadi anggota GAM.Setelah dirasa cukup mendapatkan pengikut, Ishak Daud kemudian memulai perjuangannya sebagai anggota GAM.

Salah satu momen penting yang dilakukan adalah mengibarkan bendera Aceh Merdeka di SMA Idi Rayeuk, Aceh Timur pada 4 Desember 1989. Ini adalah pengibaran bendera Aceh Merdeka kedua setelah Hasan Tiro di Gunung Halimun, Pidie.

Serangan besar yang pernah dilakukan Ishak Daud dan kelompoknya terjadi pada 20 Mei 1990. Panglima Perang GAM wilayah Peureulak itu menyerang pos ABRI di Buloh Blang Ara, Aceh Utara. Dalam serangan itu, dua anggota TNI dan seorang pelajar SMP tewas. Kelompok Ishak Daud berhasil mengambil 22 pucuk senjata M-16 dan senjata jenis minimi.

Ishak Daud akhrinya tertangkap. Atas serangan ke pos ABRI itu, dia divonis hukuman 20 tahun penjara. Namun baru dua tahun menjalani hukuman, Presiden Abdurrahman Wahid membebaskannya pada 21 Mei 2000.

Api keinginan untuk memerdekakan Aceh masih menyala di hati Ishak Daud meski telah dibebaskan pemerintah Indonesia. Ia kembali ke hutan untuk bergabung dengan GAM. Ishak Daud menjadi salah satu corong utama GAM ketika berhadap dengan media ataupun fasilitator perdamaian.

"Bagaimana mungkin bisa damai kalau tidak ada kepercayaan," kata Ishak Daud saat berbincang dengan wartawan terkait kondisi kekinian Aceh menjelang perdamaian pada 2002 dikutip dari tulisan Nani Afrida, Panglima Ishak Daud di Mata Saya (Bagian II). Ketidakpercayaan Ishak Daud karena itu ia melihat TNI tetap saja melakukan operasi di Aceh.

Seperti operasi TNI pada 8 September 2004 di Alue Nireh, Aceh Timur yang akhirnya menewaskan Ishak Daud. Ia tertembak dalam sebuah pertempuran. Turut meninggal dalam pertempuran itu, sang istri, Cut Rostina, dan dua pengawal Ishak Daud.

Jenazah Ishak Daud dan Cut Rostina kemudian dimakamkan di Desa Blang Glumpang, Kecamatan Idi Rayeuk, Aceh Timur. Lokasinya sekitar 300 meter dari rumah ibundanya, Nuriah.

Kematian Ishak Daud menyisakan kesedihan mendalam bagi anggota GAM dan masyarakat Aceh Timur. Empat hari kemudian GAM mengumumkan Ishak Daud mati syahid.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1214 seconds (0.1#10.140)