Sosok Abdulkadir Widjojoatmodjo, Orang Indonesia yang Berpihak kepada Belanda
loading...
A
A
A
JAKARTA - Abdulkadir Widjojoatmodjo, nama yang cukup asing bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Padahal, pada zaman penjajahan, dia merupakan salah satu orang Indonesia yang berpihak kepada Belanda.
Abdulkadir Widjojoatmodjo dikenal sebagai seorang Kolonel KNIL dan juga diplomat Hindia Belanda . Pria kelahiran Salatiga 1904 ini pernah meniti pendidikan di sekolah Belanda dan mengikuti pelatihan di Leiden University di bawah Christiaan Snouck Hurgronje.
Baca juga : Di Masa Gubernur Jenderal Hindia Belanda Ini Banyak Prestasi juga Marak Korupsi
Setelahnya, dia mendapat rekomendasi dan bekerja sebagai administrator Hindia Belanda. Pada perkembangannya, dia beberapa kali pindah pekerjaan namun tetap di lingkup kekuasaan Belanda.
Pada Maret 1944, dia pernah menjabat sebagai konsultan dalam pelayanan umum Wakil Gubernur Jenderal Hubertus van Mook.
Salah satu sepak terjang Abdulkadir Widjojoatmodjo yang cukup kontroversial adalah kala dirinya menjadi perwakilan delegasi Belanda dalam perjanjian Renville tahun 1948.
Sekadar informasi yang dilansir dari berbagai sumber, usai melanggar perjanjian Linggarjati, Belanda melakukan Agresi Militer dan menyerang beberapa kota di Indonesia. Hal ini lantas membuat PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) yang beranggotakan Australia sebagai wakil Indonesia (Richard C. Kirby), Belgia sebagai perwakilan Belanda (Paul Van Zeeland), dan Amerika Serikat sebagai penengah (Prof. Dr. Frank Graham).
Perundingan tersebut dikenal sebagai Perjanjian Renville dan dilakukan di atas kapal Amerika Serikat yang bernama USS Renville, tepatnya pada 17 Januari 1948.
Adapun delegasi Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri Amir Syarifudin. Sedangkan delegasi Belanda diwakilkan oleh orang Indonesia bernama Abdulkadir Widjojoatmodjo.
Usut punya usut, penempatan orang Indonesia sebagai delegasi Belanda ini disinyalir sebagai strategi Belanda untuk memberikan kesan kepada dunia Internasional bahwa konflik yang terjadi hanyalah masalah dalam negeri, sehingga negara lain tidak perlu ikut campur.
Baca juga : Kisah Gundik dan Nyai Pribumi di Tangsi Tentara KNIL Masa Kolonial Belanda
Dalam hasilnya, Perjanjian Renville ini sangat merugikan pihak Indonesia. Hal ini juga berimbas pada sorotan yang mengarah kepada Amir Syarifudin selaku perwakilan Indonesia.
Saat Indonesia sudah sepenuhnya terbebas dari Belanda, Abdulkadir Widjojoatmodjo tetap tinggal di Indonesia. Hanya saja, dengan banyaknya stigma yang mengarah kepadanya atas keberpihakan kepada Belanda, dia terus hidup dalam kesulitan.
Pada akhirnya, dia menghabiskan sisa hidupnya di Belanda dan meninggal tepat 24 Desember 1992. Adapun kemudian dia dimakamkan di peristirahatan keluarganya yang berada di Karanganyar.
Abdulkadir Widjojoatmodjo dikenal sebagai seorang Kolonel KNIL dan juga diplomat Hindia Belanda . Pria kelahiran Salatiga 1904 ini pernah meniti pendidikan di sekolah Belanda dan mengikuti pelatihan di Leiden University di bawah Christiaan Snouck Hurgronje.
Baca juga : Di Masa Gubernur Jenderal Hindia Belanda Ini Banyak Prestasi juga Marak Korupsi
Setelahnya, dia mendapat rekomendasi dan bekerja sebagai administrator Hindia Belanda. Pada perkembangannya, dia beberapa kali pindah pekerjaan namun tetap di lingkup kekuasaan Belanda.
Pada Maret 1944, dia pernah menjabat sebagai konsultan dalam pelayanan umum Wakil Gubernur Jenderal Hubertus van Mook.
Salah satu sepak terjang Abdulkadir Widjojoatmodjo yang cukup kontroversial adalah kala dirinya menjadi perwakilan delegasi Belanda dalam perjanjian Renville tahun 1948.
Sekadar informasi yang dilansir dari berbagai sumber, usai melanggar perjanjian Linggarjati, Belanda melakukan Agresi Militer dan menyerang beberapa kota di Indonesia. Hal ini lantas membuat PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) yang beranggotakan Australia sebagai wakil Indonesia (Richard C. Kirby), Belgia sebagai perwakilan Belanda (Paul Van Zeeland), dan Amerika Serikat sebagai penengah (Prof. Dr. Frank Graham).
Perundingan tersebut dikenal sebagai Perjanjian Renville dan dilakukan di atas kapal Amerika Serikat yang bernama USS Renville, tepatnya pada 17 Januari 1948.
Adapun delegasi Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri Amir Syarifudin. Sedangkan delegasi Belanda diwakilkan oleh orang Indonesia bernama Abdulkadir Widjojoatmodjo.
Usut punya usut, penempatan orang Indonesia sebagai delegasi Belanda ini disinyalir sebagai strategi Belanda untuk memberikan kesan kepada dunia Internasional bahwa konflik yang terjadi hanyalah masalah dalam negeri, sehingga negara lain tidak perlu ikut campur.
Baca juga : Kisah Gundik dan Nyai Pribumi di Tangsi Tentara KNIL Masa Kolonial Belanda
Dalam hasilnya, Perjanjian Renville ini sangat merugikan pihak Indonesia. Hal ini juga berimbas pada sorotan yang mengarah kepada Amir Syarifudin selaku perwakilan Indonesia.
Saat Indonesia sudah sepenuhnya terbebas dari Belanda, Abdulkadir Widjojoatmodjo tetap tinggal di Indonesia. Hanya saja, dengan banyaknya stigma yang mengarah kepadanya atas keberpihakan kepada Belanda, dia terus hidup dalam kesulitan.
Pada akhirnya, dia menghabiskan sisa hidupnya di Belanda dan meninggal tepat 24 Desember 1992. Adapun kemudian dia dimakamkan di peristirahatan keluarganya yang berada di Karanganyar.
(bim)