Muhammadiyah Tegaskan Jangan Jauhkan Agama dari Merah Putih
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, nilai-nilai agama harus hadir sebagai kanopi suci dalam melakukan spiritualisasi yang mencerdaskan dan mencerahkan.
Menurutnya, telah sejak lama, dari Samudera Pasai hingga Ternate dan Tidore, bangsa Indonesia telah menjadikan agama sebagai petunjuk, pembimbing, spirit perjuangan melawan penjajah, dan fondasi nilai yang membawa kebahagiaan hidup umat manusia di dunia menuju kehidupan akhirat.
"Jangan menjauhkan agama dan segala hal yang bersifat simbol keagamaan dari Merah Putih, dari negara Pancasila. Kalau ada tokoh bangsa atau pejabat negara yang alergi menggunakan kata iman dan takwa, itu pemahaman sejarahnya kurang baik!" kata Haedar dikutip dalam laman resmi Muhammadiyah, Selasa (16/8/2022).
Jika ada pihak-pihak yang beragama melakukan tindakan di luar batas, maka tugas semua pihak untuk meluruskan pemahaman ekstrem tersebut.
"Kalau yang radikal yang teror itu bukan hanya dari kalangan agama, dari ideologi lain juga akan selalu ada, baik di Indonesia maupun di kancah internasional. Maka dengan kearifan kita bahwa agama dan umat beragama menjadi sumber rahmat," ujar dia.
Selain itu, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, peran umat beragama, kkata Haedar itu begitu kuat. Saat akan menentukan dasar negara pada 18 Agustus 1945, misalnya, beberapa pihak keberatan dengan isi dari Piagam Jakarta, terutama pada sila pertama yang berbunyi ‘Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.’
Dengan kebesaran hati, umat Islam yang diwakili Ki Bagus Hadikusumo pada saat itu luluh dan menggantinya dengan ‘Ketuhanan yang Maha Esa’. Menurutnya hal inilah menjadi kado umat Islam untuk bangsa Indonesia.
"Akhirnya umat Islam memberikan kado terbaik dengan mencoret tujuh kata itu, ikhlas. Dari sini bahwa kompromi ini benar tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah kita merajut persatuan bangsa yang mungkin saat itu pecah kalau umat Islam mau main menang-menangan," tuturnya.
Menurutnya, telah sejak lama, dari Samudera Pasai hingga Ternate dan Tidore, bangsa Indonesia telah menjadikan agama sebagai petunjuk, pembimbing, spirit perjuangan melawan penjajah, dan fondasi nilai yang membawa kebahagiaan hidup umat manusia di dunia menuju kehidupan akhirat.
"Jangan menjauhkan agama dan segala hal yang bersifat simbol keagamaan dari Merah Putih, dari negara Pancasila. Kalau ada tokoh bangsa atau pejabat negara yang alergi menggunakan kata iman dan takwa, itu pemahaman sejarahnya kurang baik!" kata Haedar dikutip dalam laman resmi Muhammadiyah, Selasa (16/8/2022).
Jika ada pihak-pihak yang beragama melakukan tindakan di luar batas, maka tugas semua pihak untuk meluruskan pemahaman ekstrem tersebut.
"Kalau yang radikal yang teror itu bukan hanya dari kalangan agama, dari ideologi lain juga akan selalu ada, baik di Indonesia maupun di kancah internasional. Maka dengan kearifan kita bahwa agama dan umat beragama menjadi sumber rahmat," ujar dia.
Selain itu, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, peran umat beragama, kkata Haedar itu begitu kuat. Saat akan menentukan dasar negara pada 18 Agustus 1945, misalnya, beberapa pihak keberatan dengan isi dari Piagam Jakarta, terutama pada sila pertama yang berbunyi ‘Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.’
Dengan kebesaran hati, umat Islam yang diwakili Ki Bagus Hadikusumo pada saat itu luluh dan menggantinya dengan ‘Ketuhanan yang Maha Esa’. Menurutnya hal inilah menjadi kado umat Islam untuk bangsa Indonesia.
"Akhirnya umat Islam memberikan kado terbaik dengan mencoret tujuh kata itu, ikhlas. Dari sini bahwa kompromi ini benar tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah kita merajut persatuan bangsa yang mungkin saat itu pecah kalau umat Islam mau main menang-menangan," tuturnya.
(maf)