Dinilai Bukan Marah, Fahri Hamzah Kasihan Lihat Jokowi Frustrasi

Senin, 29 Juni 2020 - 20:02 WIB
loading...
Dinilai Bukan Marah, Fahri Hamzah Kasihan Lihat Jokowi Frustrasi
Kemarahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tidak puas dengan capaian-capaian para pembantunya menyita perhatian banyak pihak, seperti dari Fahri Hamzah. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Kemarahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tidak puas dengan capaian-capaian para pembantunya menyita perhatian banyak pihak. Tak terkecuali Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Fahri Hamzah. Kemarahan Presiden Jokowi sebelas hari yang lalu itu baru muncul saat ini, justru membuat Fahri Hamzah miris dan kasihan melihatnya.

"Saya, terus terang baru melihat presiden marah rada serius (karena tidak pegang teks). Meski pun sebenarnya itu, kemarahan yang dipandu dengan teks. Saya kasihan juga melihat presiden bisa frustasi seperti itu," ujar Fahri Hamzah dalam keterangan tertulisnya, Senin (29/6/2020).

(Baca juga: Nasdem Sarankan Jokowi Perhatikan Masukan Publik dan Survei Sebelum Reshuffle)

Akan tetapi, yang menjadi pertanyaan Fahri Hamzah adalah kenapa Presiden Jokowi marah sepuluh hari yang lalu, kemudian baru diunggah di laman resmi akun sosial media Sekretariat Negara, 10 kemudian.

"Dan nyaris 10 hari itu tidak ada bocoran sama sekali? Karena sepertinya itu adalah pidato di ruang tertutup yang diikuti oleh Pimpinan Lembaga-Lembaga Negara yang merupakan bukan anak buahnya presiden, karena ada Gubernur BI, juga pimpinan-pimpinan lembaga yang afiliat dengan kerja-kerja eksekutif," ujarnya.

(Baca juga: Ditanya Soal Reshuffle, Moeldoko: Presiden Katakan Akan Ambil Risiko)

Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019 itu mengaku jika sebenarnya banyak sekali respons tentang cara lembaga Kepresidenan dalam mengelola lembaga negara. Karena, Fahri Hamzah kebetulan mempelajari dan juga hampir dua puluh tahun terlibat di dalam pemerintahan yang memantau dan mengawasi kerja eksekutif.

Pertama-tama, Fahri Hamzah tidak setuju dengan istilah penggunaan rapat sebenarnya. "Dia (presiden) enggak perlu rapat, karena rakyat yang memilih dan dia sendiri di ruang eksekutif itu, dia yang memimpin. Apalagi dalam sistem presidential, ini bukan sistem parlementer," katanya.

(Baca juga: Bertambah 1.082, Kasus Positif Covid di Indonesa Menjadi 55.092)

Dia menambahkan, dalam sistem parlementer, Perdana Menteri (PM) sebagai kepala eksekutif kerap rapat dengan anggota Parlemen. Karena PM dipilih oleh koalisi Parlemen, makanya disebut dengan parlementarisme.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1824 seconds (0.1#10.140)