Risma Bentuk Satgas Filantropi, PKS Minta Fokus Benahi Sengkarut Bansos
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi VIII DPR RI Hidayat Nur Wahid menyoroti Kementerian Sosial (Kemensos) yang membentuk Satgas Pengawasan Filantropi. Dia meminta sebaiknya Kemensos fokus dan serius melakukan pembenahan internal, khususnya terkait program bantuan sosial (bansos).
Politikus PKS ini menyarakan agar validasi data maupun ketepatan sasaran program diperbaiki sebagaimana temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan lembaga pengawas lainnya.
"Sudah banyak dan berulang temuan berbagai lembaga pengawas seperti BPK, PPATK, KPK, BPKP, dan lain-lain terkait masalah dalam penyaluran bansos baik validasi data maupun ketepatan sasaran, tapi masalah sejenis masih terus terjadi. Itu harus juga jadi perhatian serius, agar efektif hadirkan kepercayaan Rakyat dan kesuksesan program, ketika Kemensos mau menjangkau pembenahan yang lebih luas," kata HNW dalam keterangannya dikutip Senin (1/8/2022).
Bila rekomendasi itu tidak dijalankan maksimal, kata HNW, bahkan tanpa sanksi hukum, publik akan sulit mempercayai niat baik tersebut. Bahkan bisa jadi mencurigai adanya ketidakadilan dan ketidakwajaran karena di dalam internal Kemensos sendiri terus muncul beragam permasalahan yang dinilai merugikan negara hingga tiliunan Rupiah.
Hidayat mencontohkan, BPK pada 28 Juli 2022, BPK masih melaporkan temuan adanya berbagai penyelewengan bansos dan ketidaktepatan sasaran, seperti ketidaksesuaian data penerima, adanya ASN dan orang kaya yang ikut menerima bansos, yang diperkirakan sekitar 2,5% dari total penyaluran bansos, atau mencapai Rp 3 triliun. Dalam IHPS II Tahun 2021, BPK juga menemukan adanya KPM yang tidak terdata di DTKS, sudah dinonaktifkan, meninggal, NIK invalid, dan penyaluran ganda yang membuat kerugian negara hingga Rp 6,93 triliun.
"Bahkan, Rp600 miliar dari Rp6 triliun temuan BPK terkait bansos pada Laporan Kemensos tahun 2021 belum diselesaikan oleh Kemensos hingga hari ini, di mana Rp200 miliar di antaranya merupakan penahanan pengembalian dana bansos gagal salur oleh sejumlah bank Himbara," ungkapnya.
Menurut Wakil Ketua MPR ini, angka yang ditahan tersebut awalnya berjumlah Rp1,1 triliun, sangat jauh lebih besar dari kasus yang penyimpangan anggaran yang dituduhkan terjadi di salah satu lembaga filantropi yang tidak bersumber dari APBN. Seperti misalnya ACT penyelewengannya sebesar Rp34 miliar, dan Kemensos sampai membuat satgas dengan menggandeng PPATK.
"Maka pembenahan terkait dana bansos yang bersumber dari APBN, dengan nominal dan kerugian keuangan negaranya mencapai triliunan Rupiah, mestinya lebih mendesak dan diprioritaskan oleh Kemensos. Kemensos juga seharusnya menggandeng aparat penegak hukum untuk melakukan penagihan pada bansos yang gagal salur dan tidak tepat sasaran," sarannya.
Apalagi, kata Hidayat, ada aturan perundangan yang mestinya dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan juga oleh Kemensos, yaitu baik dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang (UU PUB), maupun pada Permensos No. 8 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan PUB, di sana tegas disebutkan sejumlah hal yang seharusnya dilakukan oleh Kemensos, yakni pembinaan, pengawasan, pemantauan, dan evaluasi.
Politikus PKS ini menyarakan agar validasi data maupun ketepatan sasaran program diperbaiki sebagaimana temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan lembaga pengawas lainnya.
"Sudah banyak dan berulang temuan berbagai lembaga pengawas seperti BPK, PPATK, KPK, BPKP, dan lain-lain terkait masalah dalam penyaluran bansos baik validasi data maupun ketepatan sasaran, tapi masalah sejenis masih terus terjadi. Itu harus juga jadi perhatian serius, agar efektif hadirkan kepercayaan Rakyat dan kesuksesan program, ketika Kemensos mau menjangkau pembenahan yang lebih luas," kata HNW dalam keterangannya dikutip Senin (1/8/2022).
Baca Juga
Bila rekomendasi itu tidak dijalankan maksimal, kata HNW, bahkan tanpa sanksi hukum, publik akan sulit mempercayai niat baik tersebut. Bahkan bisa jadi mencurigai adanya ketidakadilan dan ketidakwajaran karena di dalam internal Kemensos sendiri terus muncul beragam permasalahan yang dinilai merugikan negara hingga tiliunan Rupiah.
Hidayat mencontohkan, BPK pada 28 Juli 2022, BPK masih melaporkan temuan adanya berbagai penyelewengan bansos dan ketidaktepatan sasaran, seperti ketidaksesuaian data penerima, adanya ASN dan orang kaya yang ikut menerima bansos, yang diperkirakan sekitar 2,5% dari total penyaluran bansos, atau mencapai Rp 3 triliun. Dalam IHPS II Tahun 2021, BPK juga menemukan adanya KPM yang tidak terdata di DTKS, sudah dinonaktifkan, meninggal, NIK invalid, dan penyaluran ganda yang membuat kerugian negara hingga Rp 6,93 triliun.
"Bahkan, Rp600 miliar dari Rp6 triliun temuan BPK terkait bansos pada Laporan Kemensos tahun 2021 belum diselesaikan oleh Kemensos hingga hari ini, di mana Rp200 miliar di antaranya merupakan penahanan pengembalian dana bansos gagal salur oleh sejumlah bank Himbara," ungkapnya.
Menurut Wakil Ketua MPR ini, angka yang ditahan tersebut awalnya berjumlah Rp1,1 triliun, sangat jauh lebih besar dari kasus yang penyimpangan anggaran yang dituduhkan terjadi di salah satu lembaga filantropi yang tidak bersumber dari APBN. Seperti misalnya ACT penyelewengannya sebesar Rp34 miliar, dan Kemensos sampai membuat satgas dengan menggandeng PPATK.
"Maka pembenahan terkait dana bansos yang bersumber dari APBN, dengan nominal dan kerugian keuangan negaranya mencapai triliunan Rupiah, mestinya lebih mendesak dan diprioritaskan oleh Kemensos. Kemensos juga seharusnya menggandeng aparat penegak hukum untuk melakukan penagihan pada bansos yang gagal salur dan tidak tepat sasaran," sarannya.
Apalagi, kata Hidayat, ada aturan perundangan yang mestinya dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan juga oleh Kemensos, yaitu baik dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang (UU PUB), maupun pada Permensos No. 8 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan PUB, di sana tegas disebutkan sejumlah hal yang seharusnya dilakukan oleh Kemensos, yakni pembinaan, pengawasan, pemantauan, dan evaluasi.