Kemen PPPA Terus Kawal Kasus Penyekapan 53 PMI di Kamboja

Sabtu, 30 Juli 2022 - 14:22 WIB
loading...
Kemen PPPA Terus Kawal Kasus Penyekapan 53 PMI di Kamboja
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) terus mengawal kasus penyekapan 53 pekerja migran Indonesia (PMI) di Kamboja. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) terus mengawal kasus penyekapan 53 pekerja migran Indonesia (PMI) di Kamboja. Hal ini dikatakan oleh Deputi Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA, Ratna Susianawati.

Terutama kata Ratna, jika ditemukan adanya indikasi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), maka proses pemulangan, rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, hingga reintegrasi sosial. Kemen PPPA juga akan melakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku.

"Artinya para korban merupakan undocumented PMI maka kami akan berkoordinasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan terkait treatment dan tindak lanjut apa sajakah yang diperlukan, termasuk berkoordinasi dengan K/L terkait tentang pendampingan yang dibutuhkan," kata Ratna dikutip dalam rilis resmi Kemen PPPA, Sabtu (30/7/2022).



Menteri PPPA secara khusus meminta agar kasus tersebut ditangani sebaik mungkin sehingga para korban dapat segera dibebaskan dan dipulangkan kembali ke Indonesia.

"Selain itu, Menteri PPPA mengapresiasi kinerja Kementerian Luar Negeri, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kamboja, Bareskrim Polri, dan semua pihak terlibat yang terus menjalin komunikasi dengan pihak Kepolisian Kamboja sebagai upaya pembebasan dan pemulangan PMI," kata dia.

Berdasarkan koordinasi Tim Kemen PPPA, didapatkan informasi kronologi kasus ini diawali ketika para korban tergiur dengan informasi lowongan pekerjaan melalui media sosial untuk bekerja di Kamboja sebagai operator, call center, dan bagian keuangan marketing dengan iming-iming gaji sebesar US$ 1.000-1.500 atau sekitar Rp15 juta-Rp22,5 juta.

Namun, ketika sampai di Kamboja, korban tidak memperoleh sesuai yang dijanjikan pada saat perekrutan. "Para korban justru dipekerjakan sebagai operator untuk melakukan penipuan dengan modus investasi bodong dengan lokasi penempatan yang juga tidak sesuai dengan kesepakatan. Bahkan, sesampainya di Kamboja, paspor para korban pun diambil oleh agen yang bertanggung jawab," tuturnya.

Selain itu, selama bekerja para korban juga mengalami berbagai macam kekerasan dan eksploitasi seperti gaji yang dibayarkan tidak sesuai dengan kesepakatan. Para korban pun tidak memiliki kebebasan untuk berinteraksi dengan dunia luar dikarenakan ketatnya penjagaan dan pelarangan keluar gedung tempat bekerja.

Kemudian fasilitas dan makanan yang tidak memadai dan layak pun dirasakan oleh para korban, di mana para korban tidur dengan hanya beralaskan matras di dalam kamar dengan empat belas (14) orang lainnya. Para korban pun diharuskan membayar sebesar US$ 3.000-US$ 4.000 atau sekitar Rp45 juta-Rp60 juta kepada agen jika ingin dipulangkan, serta diancam akan dijual ke perusahaan lain jika tidak memenuhi target/omzet perusahaan.

"Setelah ditelusuri, modus pemberangkatan yang dilakukan oleh pelaku secara unprocedural atau tidak sesuai dengan prosedur menggunakan agensi perseorangan di Indonesia. Hingga saat ini, sudah dilakukan penanganan pada kasus ini, Direktur Intelejen Keimigrasian telah berkoordinasi dengan KBRI di Kamboja dan aparat setempat untuk melakukan penjemputan pada lima puluh tiga (53) orang PMI," ujar Ratna.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2098 seconds (0.1#10.140)