Soal Potensi Indonesia Alami Gelombang Panas seperti di Eropa, Ini Penjelasan BMKG
loading...
A
A
A
JAKARTA - Fenomena gelombang panas melanda sejumlah negara di Eropa dalam beberapa waktu belakangan ini. Bahkan, gelombang panas di Eropa dilaporkan telah menelan banyak korban jiwa. Ribuan orang di Eropa meninggal akibat gelombang panas yang diprediksi masih akan terjadi dalam beberapa waktu ke depan.
Lantas, apakah Indonesia perlu waspada akan terjadinya potensi gelombang panas seperti di Eropa? Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memastikan bahwa Indonesia tidak akan mengalami gelombang panas seperti di Eropa. Indonesia hanya mengalami suhu panas yang tinggi kisaran 34 hingga 36 derajat celcius pada siang hari.
"Di Indonesia tidak ada fenomena gelombang panas, suhu panas terik di wilayah Indonesia umumnya berkisar antara 34-36 C terjadi pada siang hari," ujar Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto melalui pesan singkatnya, Sabtu (23/7/2022).
Guswanto menerangkan cuaca ekstrem sangat dipengaruhi oleh kondisi dinamika atmosfer tertentu di suatu wilayah. Oleh karenanya, cuaca ekstrem di suatu wilayah berbeda-beda. Tak hanya itu, kata Guswanto, perubahan kondisi dinamika atmosfer juga dapat tergantung pada bagaimana perubahan yang terjadi pada bumi itu sendiri.
"Ketika pemanasan global terjadi sebagai dampak dari olah manusia, maka dapat menimbulkan terjadinya perubahan iklim yang pada ujungnya dapat berdampak negatif terhadap kehidupan manusia," beber Guswanto.
Menurut World Meteorological Organization (WMO), dibeberkan Guswanto, gelombang panas atau populer dikenal dengan 'heatwave' merupakan fenomena kondisi udara panas yang berkepanjangan selama 5 hari atau lebih secara berturut-turut. Di mana suhu maksimum harian lebih tinggi dari suhu maksimum rata-rata hingga 5 derajat celsius atau lebih.
"Fenomena gelombang panas ini biasanya terjadi di wilayah lintang menengah-tinggi seperti wilayah Eropa dan Amerika yang dipicu oleh kondisi dinamika atmosfer di lintang menengah," kata Guswanto.
"Sedangkan yang terjadi di wilayah Indonesia adalah fenomena kondisi suhu panas atau terik dalam skala variabilitas harian yang biasanya relatif lebih panas terjadi pada siang di musim kemarau atau pada saat periode siang tidak ada tutupan awan," tuturnya.
Lebih lanjut, Guswanto menjelaskan gelombang panas yang terjadi di wilayah Eropa atau Amerika biasanya terjadi pada saat periode musim panas berlangsung. Secara umum, gelombang panas dipicu oleh kondisi dinamika atmosfer di wilayah Eropa ataupun Amerika.
"Di mana ketika terdapat pola tekanan udara tinggi di atmosfer yang dapat terjadi selama beberapa hari bahkan beberapa minggu yang kemudian dapat mendorong pergerakan massa udara hangat dan terkompresi di sekitar permukaan sehingga menimbulkan kondisi suhu udara yang lebih panas dan cenderung lembab," paparnya.
Berbeda dengan Indonesia, fenomena suhu panas yang terjadi di Indonesia lebih kepada pengaruh posisi matahari dan kondisi tutupan awan yang sangat kurang pada siang hari. Ditekankan Guswanto, kedua faktor ini menjadi penyebab utama kondisi suhu panas di wilayah Indonesia.
"Gelombang panas tidak selalu terjadi setiap tahun. Meskipun demikian, gerak semu tahunan matahari yang menyebabkan perubahan musim di lintang menengah dan tinggi umumnya memicu adanya daerah bertekanan tinggi (high pressure area) yang merupakan pemicu terjadinya gelombang panas," ungkapnya.
Sementara pada wilayah Indonesia, kata Guswanto, yang terjadi belakangan ini adalah fenomena kondisi suhu panas atau terik dalam skala variabilitas harian yang umumnya disebabkan oleh kondisi musim kemarau. Saat ini, sejumlah wilayah Indonesia masih berada dalam musim kemarau.
"Pada periode April-Mei posisi semu matahari berada di sekitar utara ekuator, meskipun belum mencapai titik terjauh di belahan bumi utara (biasanya terjadi pada Juni), kondisi tersebut dapat memberikan tingkat penyinaran matahari yang cukup signifikan ke wilayah Indonesia," kata Guswanto menerangkan.
"Posisi semu matahari di utara mengindikasikan bahwa sebagian wilayah Indonesia sedang memasuki periode pancaroba dan menjelang musim kemarau (terutama di wilayah Indonesia selatan ekuator)," sambungnya.
Guswanto mengimbau kepada masyarakat untuk senantiasa menjaga kondisi stamina dan kecukupan cairan tubuh di saat terjadinya suhu tinggi di Indonesia. Terutama, bagi warga yang beraktivitas di luar ruangan pada siang hari supaya tidak terjadi dehidrasi, kelelahan, dan dampak buruk lainnya.
"Suhu yang tinggi dapat mempengaruhi kemampuan tubuh dalam mengatur suhu tubuh dan memicu serangkaian gangguan kesehatan seperti mual, pusing, sakit kepala, kram panas, kelelahan, keringat berlebih, heatstroke," beber Guswanto.
"Serta hipertermia yang dapat menyebabkan kematian akibat kondisi kesehatan yang menurun drastis karena tertekan kondisi suhu panas berlebih yang tidak dapat dikendalikan oleh tubuh," pungkasnya.
Lantas, apakah Indonesia perlu waspada akan terjadinya potensi gelombang panas seperti di Eropa? Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memastikan bahwa Indonesia tidak akan mengalami gelombang panas seperti di Eropa. Indonesia hanya mengalami suhu panas yang tinggi kisaran 34 hingga 36 derajat celcius pada siang hari.
"Di Indonesia tidak ada fenomena gelombang panas, suhu panas terik di wilayah Indonesia umumnya berkisar antara 34-36 C terjadi pada siang hari," ujar Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto melalui pesan singkatnya, Sabtu (23/7/2022).
Guswanto menerangkan cuaca ekstrem sangat dipengaruhi oleh kondisi dinamika atmosfer tertentu di suatu wilayah. Oleh karenanya, cuaca ekstrem di suatu wilayah berbeda-beda. Tak hanya itu, kata Guswanto, perubahan kondisi dinamika atmosfer juga dapat tergantung pada bagaimana perubahan yang terjadi pada bumi itu sendiri.
"Ketika pemanasan global terjadi sebagai dampak dari olah manusia, maka dapat menimbulkan terjadinya perubahan iklim yang pada ujungnya dapat berdampak negatif terhadap kehidupan manusia," beber Guswanto.
Menurut World Meteorological Organization (WMO), dibeberkan Guswanto, gelombang panas atau populer dikenal dengan 'heatwave' merupakan fenomena kondisi udara panas yang berkepanjangan selama 5 hari atau lebih secara berturut-turut. Di mana suhu maksimum harian lebih tinggi dari suhu maksimum rata-rata hingga 5 derajat celsius atau lebih.
"Fenomena gelombang panas ini biasanya terjadi di wilayah lintang menengah-tinggi seperti wilayah Eropa dan Amerika yang dipicu oleh kondisi dinamika atmosfer di lintang menengah," kata Guswanto.
"Sedangkan yang terjadi di wilayah Indonesia adalah fenomena kondisi suhu panas atau terik dalam skala variabilitas harian yang biasanya relatif lebih panas terjadi pada siang di musim kemarau atau pada saat periode siang tidak ada tutupan awan," tuturnya.
Lebih lanjut, Guswanto menjelaskan gelombang panas yang terjadi di wilayah Eropa atau Amerika biasanya terjadi pada saat periode musim panas berlangsung. Secara umum, gelombang panas dipicu oleh kondisi dinamika atmosfer di wilayah Eropa ataupun Amerika.
"Di mana ketika terdapat pola tekanan udara tinggi di atmosfer yang dapat terjadi selama beberapa hari bahkan beberapa minggu yang kemudian dapat mendorong pergerakan massa udara hangat dan terkompresi di sekitar permukaan sehingga menimbulkan kondisi suhu udara yang lebih panas dan cenderung lembab," paparnya.
Berbeda dengan Indonesia, fenomena suhu panas yang terjadi di Indonesia lebih kepada pengaruh posisi matahari dan kondisi tutupan awan yang sangat kurang pada siang hari. Ditekankan Guswanto, kedua faktor ini menjadi penyebab utama kondisi suhu panas di wilayah Indonesia.
"Gelombang panas tidak selalu terjadi setiap tahun. Meskipun demikian, gerak semu tahunan matahari yang menyebabkan perubahan musim di lintang menengah dan tinggi umumnya memicu adanya daerah bertekanan tinggi (high pressure area) yang merupakan pemicu terjadinya gelombang panas," ungkapnya.
Sementara pada wilayah Indonesia, kata Guswanto, yang terjadi belakangan ini adalah fenomena kondisi suhu panas atau terik dalam skala variabilitas harian yang umumnya disebabkan oleh kondisi musim kemarau. Saat ini, sejumlah wilayah Indonesia masih berada dalam musim kemarau.
"Pada periode April-Mei posisi semu matahari berada di sekitar utara ekuator, meskipun belum mencapai titik terjauh di belahan bumi utara (biasanya terjadi pada Juni), kondisi tersebut dapat memberikan tingkat penyinaran matahari yang cukup signifikan ke wilayah Indonesia," kata Guswanto menerangkan.
"Posisi semu matahari di utara mengindikasikan bahwa sebagian wilayah Indonesia sedang memasuki periode pancaroba dan menjelang musim kemarau (terutama di wilayah Indonesia selatan ekuator)," sambungnya.
Guswanto mengimbau kepada masyarakat untuk senantiasa menjaga kondisi stamina dan kecukupan cairan tubuh di saat terjadinya suhu tinggi di Indonesia. Terutama, bagi warga yang beraktivitas di luar ruangan pada siang hari supaya tidak terjadi dehidrasi, kelelahan, dan dampak buruk lainnya.
"Suhu yang tinggi dapat mempengaruhi kemampuan tubuh dalam mengatur suhu tubuh dan memicu serangkaian gangguan kesehatan seperti mual, pusing, sakit kepala, kram panas, kelelahan, keringat berlebih, heatstroke," beber Guswanto.
"Serta hipertermia yang dapat menyebabkan kematian akibat kondisi kesehatan yang menurun drastis karena tertekan kondisi suhu panas berlebih yang tidak dapat dikendalikan oleh tubuh," pungkasnya.
(kri)