Pahlawan Nasional yang Dimakamkan di TPU Tanah Kusir: Bung Hatta hingga Buya Hamka
loading...
A
A
A
Abdurrahman Baswedan atau lebih dikenal publik dengan sebutan AR Baswedan, lahir di Kampung Ampel, Surabaya, Jawa Timur, 9 September 1908. AR Baswedan merupakan anak dari pasangan Awad Baswedan dan Aliyah binti Abdullah Jarhum.
Dikutip dari https://direktoratk2krs.kemsos.go.id, AR Baswedan terlibat dalam dunia pergerakan dengan mengusung cita-cita mewujudkan bangsa Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Pada masanya, dia menjadi juru dakwah Muhamadiyah dan juga aktif dalam Jong Islamieten Bond (JIB).
Secara konsisten, AR Baswedan memperjuangkan integrasi keturunan Arab ke dalam bangsa Indonesia. Perjuangannya dilakukan melalui dunia jurnalistik, yaitu dengan tulisan-tulisannya di berbagai surat kabar. AR Baswedan menyebarkan pemikirannya bahwa keturunan Arab mempunyai kewajiban yang sama untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia.
AR Baswedan juga merupakan anggota BPUPKI. Dia juga anggota dalam misi diplomasi RI ke negara Arab dan Mesir. Setelah Proklamasi 1945, AR Baswedan ergabung ke Partai Masyumi, menjadi Menteri Muda Penerangan Kabinet Sjahrir II, dan juga mewakili Masyumi dalam parlemen (KNIP dan DPR) serta Badan Konstituante hasil Pemilu 1955.
Pada tahun 1960, setelah keluar dari dunia politik, AR Baswedan mengalihkan perjuangannya ke dalam dunia pendidikan, dakwah, dan budaya.
AR Baswedan meninggal dunia pada 16 Maret 1986. Jenazahnya dimakamkan di TPU Tanah Kusir. Sejumlah tokoh hadir dalam pemakamannya, antara lain Abdul Gafur dan Harmoko.
Kakek dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ini dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 2018, berdasarkan SK 123/TK/Tahun 2018 tertanggal 6 November 2018.
3. Buya Hamka
Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka) atau yang lebih dikenal dengan sebutan Buya Hamka, lahir di Maninjau, Sumatera Barat pada 17 Februari 1908. Hamka merupakan putra pertama dari pasangan Abdul Karim Amrullah dan Shaffiah.
Dikutip dari direktoratk2krs.kemsos.go.id, Hamka mempelajari agama dan mendalami Bahasa Arab di Sumatera Thawalib, Padang Panjang yang didirikan oleh ayahnya. Hamka juga mengikuti pelajaran agama di surau dan masjid yang diberikan ulama terkenal seperti Syekh Ibrahim Muda, Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjopranoto, dan Ki Bagus Hadikusumo.·
Dikutip dari https://direktoratk2krs.kemsos.go.id, AR Baswedan terlibat dalam dunia pergerakan dengan mengusung cita-cita mewujudkan bangsa Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Pada masanya, dia menjadi juru dakwah Muhamadiyah dan juga aktif dalam Jong Islamieten Bond (JIB).
Secara konsisten, AR Baswedan memperjuangkan integrasi keturunan Arab ke dalam bangsa Indonesia. Perjuangannya dilakukan melalui dunia jurnalistik, yaitu dengan tulisan-tulisannya di berbagai surat kabar. AR Baswedan menyebarkan pemikirannya bahwa keturunan Arab mempunyai kewajiban yang sama untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia.
AR Baswedan juga merupakan anggota BPUPKI. Dia juga anggota dalam misi diplomasi RI ke negara Arab dan Mesir. Setelah Proklamasi 1945, AR Baswedan ergabung ke Partai Masyumi, menjadi Menteri Muda Penerangan Kabinet Sjahrir II, dan juga mewakili Masyumi dalam parlemen (KNIP dan DPR) serta Badan Konstituante hasil Pemilu 1955.
Pada tahun 1960, setelah keluar dari dunia politik, AR Baswedan mengalihkan perjuangannya ke dalam dunia pendidikan, dakwah, dan budaya.
AR Baswedan meninggal dunia pada 16 Maret 1986. Jenazahnya dimakamkan di TPU Tanah Kusir. Sejumlah tokoh hadir dalam pemakamannya, antara lain Abdul Gafur dan Harmoko.
Kakek dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ini dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 2018, berdasarkan SK 123/TK/Tahun 2018 tertanggal 6 November 2018.
3. Buya Hamka
Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka) atau yang lebih dikenal dengan sebutan Buya Hamka, lahir di Maninjau, Sumatera Barat pada 17 Februari 1908. Hamka merupakan putra pertama dari pasangan Abdul Karim Amrullah dan Shaffiah.
Dikutip dari direktoratk2krs.kemsos.go.id, Hamka mempelajari agama dan mendalami Bahasa Arab di Sumatera Thawalib, Padang Panjang yang didirikan oleh ayahnya. Hamka juga mengikuti pelajaran agama di surau dan masjid yang diberikan ulama terkenal seperti Syekh Ibrahim Muda, Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjopranoto, dan Ki Bagus Hadikusumo.·