Curah Hujan Rendah, Indonesia Mulai Memasuki Musim Kemarau
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG ) menyatakan, sebagian wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau. Berdasarkan analisis BMKG hingga 20 Juni 2020 menunjukkan 51,2% wilayah Indonesia telah mengalami musim kemarau sedangkan sisanya masih mengalami musim hujan.
Wilayah yang telah memasuki musim kemarau meliputi pesisir timur Aceh, bagian barat Sumatera Utara, pantai timur Riau –Jambi, pesisir utara Banten, Jawa Barat bagian utara, Jawa Tengah bagian utara dan timur, sebagian besar Jawa Timur, sebagian Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat bagian selatan, pesisir selatan Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara bagian utara, Pulau Buru, dan Papua Barat bagian timur. (Baca juga: Tinjau Lokasi Banjir, IDP: Normalisasi Sungai Masamba Terus Dilakukan)
“Musim kemarau ditandai oleh berkurangnya hari hujan dan rendahnya jumlah curah hujan yang terukur di permukaan,” tandas Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal melalui rilis yang diterima SINDOnews, Jumat (26/6/2020).
Sebagian besar wilayah di Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Bali, dan Jawa Timur telah mengalami hari tanpa hujan berturut-turut (deret hari kering) berkisar antara 20 – 60 hari. Sedangkan sebagian besar wilayah di Jawa Tengah dan Jawa Barat bagian utara telah mengalami hari tanpa hujan berturut-turut berkisar antara 10 – 30 hari.
“Umumnya curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia pada pertengahan Juni 2020 berada pada kriteria rendah (0 - 50 mm/dasarian),” paparnya.
Sedangkan curah hujan kriteria menengah (50-150 mm/dasarian) terjadi di Aceh bagian selatan, Riau, Lampung bagian selatan, Jawa Tengah bagian barat, Kalimantan Barat bagian barat laut, dan Maluku Utara.
Untuk curah hujan kategori tinggi (>150 mm/dasarian) terjadi di Sulawesi Tengah bagian selatan, Sulawesi Tenggara bagian utara, Pulau Seram bagian barat, Papua Barat bagian barat, dan Papua bagian tengah khususnya di sekitar Timika.
“Dibandingkan dengan curah hujan normalnya (rata-rata iklim 1981-2010) pada bulan Juni, 50% dari wilayah-wilayah tersebut menunjukkan kondisi Atas Normal (lebih basah dari biasanya),” ungkap Herizal.
Sedangkan 30% wilayah yang lebih kering (Bawah Normal) terjadi di Sumatera Utara bagian tengah, Jawa Barat bagian tengah, Jawa Tengah bagian tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah bagian utara, Papua Barat bagian timur, Jayapura, dan Papua bagian utara dan tengah.
Prediksi curah hujan pada akhir Juni hingga pertengahan Juli 2020 umumnya akan berada pada kisaran kriteria rendah (0 – 50 mm/dasarian) hingga menengah (50 – 150 mm/dasarian) di sebagian besar wilayah.
Potensi curah hujan rendah (<50 mm) diprakirakan dapat terjadi di Sumatera khusunya di Riau dengan peluang >70%. Sementara itu, potensi curah hujan rendah di Jawa (kecuali Banten), Bali, NTB, NTT, sebagian Sulawesi Selatan bagian selatan dan Papua bagian selatan di sekitar Merauke memiliki peluang > 90%.
“Hasil monitoring indikator anomali iklim Samudera Pasifik yaitu suhu muka laut wilayah indikator ENSO (Nino 3.4) sampai dengan pertengahan Juni dalam kondisi Netral (fluktuasi suhu muka laut tidak menyimpang lebih dari 0,5°C dari rata rata normal klimatologisnya),” ungkapnya.
Sebagian besar Lembaga Meteorologi dunia memprediksi anomali suhu muka laut di Nino 3.4 sampai akhir tahun berkisar antara Netral dan La Nina Lemah. Kondisi La Nina lemah dinyatakan apabila penyimpangan suhu muka laut di wilayah indikator ENSO lebih dingin -0,5° s.d -1,0°C dari normal klimatologisnya.
Apabila kondisi La Nina dapat terjadi, hal tersebut dapat menambah peluang peningkatan curah hujan di sebagian wilayah Indonesia, sehingga musim kemarau terkesan lebih basah karena lebih banyak hujan daripada kemarau biasanya.
Sementara itu monitoring anomali iklim Samudera Hindia menunjukkan beda suhu muka laut perairan timur Afrika dan sebelah barat Sumatera sebagai indikator Dipole Mode Samudera Hindia (IOD) bernilai positif (IOD+) pada pertengahan Juni. “Kondisi IOD+ diprediksi akan kembali Netral pada Juli hingga November 2020,” ujarnya.
Monitoring terhadap kondisi suhu muka laut perairan Indonesia menunjukkan kondisi normal dengan kisaran anomali suhu muka laut antara -0.5 s/d +2°C. Suhu muka laut yang hangat (anomali positif) terjadi di perairan timur Sumatera, perairan selatan Jawa, Laut Banda, dan perairan utara Papua.
“Dari berbagai kondisi tersebut, diperkirakan akan menjadikan musim kemarau di sebagian wilayah Indonesia cenderung basah, namun perlu tetap diwaspadai adanya potensi kekeringan di 30% wilayah Zona Musim (ZOM),” paparnya.
Yaitu di Aceh bagian utara, tengah dan selatan, Sumatera Utara bagian selatan, Riau bagian utara, Lampung bagian utara dan timur, Banten bagian selatan, sebagian Jawa Barat, Jawa Tengah bagian tengah dan utara, DIY bagian timur, sebagian Jawa Timur, Bali bagian selatan dan timur, sebagian Nusa Tenggara Barat, sebagian kecil Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur bagian timur dan selatan, sebagian Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat bagian selatan, Sulawesi Tenggara bagian selatan, dan Maluku bagian barat dan selatan.
Berdasarkan perkembangan musim kemarau dan prospek curah hujan 6 bulan mendatang, serta tidak adanya ancaman potensi anomali iklim global yang signifikan, para mitra kerja BMKG dan juga masyarakat umum secara luas hendaknya dapat memanfaatkan informasi iklim ini untuk kewaspadaan ataupun untuk perencanaan jangka pendek.
“Untuk daerah yang masih mendapatkan curah hujan tinggi perlu mewaspadai potensi perkembangan nyamuk pembawa penyakit demam berdarah,” tandasnya.
Sedangkan untuk daerah-daerah yang yang telah memasuki musim kemarau dengan deret hari kering yang cukup panjang, serta diprediksi dalam 2 hingga 4 bulan ke depan menerima hujan dengan intensitas rendah, perlu melakukan langkah mitigasi antara lain budi daya pertanian yang tidak membutuhkan banyak air, melakukan gerakan hemat penggunaan air bersih, dan mewaspadai kebakaran hutan, lahan, dan semak.
“Bagi masyarakat yang hendak memperoleh informasi terkini, BMKG membuka layanan informasi cuaca 24 jam, yaitu melalui, call center 021-6546315/18 atau http://www.bmkg.go.id, follow media sosial @infoBMKG, atau dapat langsung menghubungi kantor BMKG terdekat,” ungkapnya.
Wilayah yang telah memasuki musim kemarau meliputi pesisir timur Aceh, bagian barat Sumatera Utara, pantai timur Riau –Jambi, pesisir utara Banten, Jawa Barat bagian utara, Jawa Tengah bagian utara dan timur, sebagian besar Jawa Timur, sebagian Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat bagian selatan, pesisir selatan Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara bagian utara, Pulau Buru, dan Papua Barat bagian timur. (Baca juga: Tinjau Lokasi Banjir, IDP: Normalisasi Sungai Masamba Terus Dilakukan)
“Musim kemarau ditandai oleh berkurangnya hari hujan dan rendahnya jumlah curah hujan yang terukur di permukaan,” tandas Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal melalui rilis yang diterima SINDOnews, Jumat (26/6/2020).
Sebagian besar wilayah di Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Bali, dan Jawa Timur telah mengalami hari tanpa hujan berturut-turut (deret hari kering) berkisar antara 20 – 60 hari. Sedangkan sebagian besar wilayah di Jawa Tengah dan Jawa Barat bagian utara telah mengalami hari tanpa hujan berturut-turut berkisar antara 10 – 30 hari.
“Umumnya curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia pada pertengahan Juni 2020 berada pada kriteria rendah (0 - 50 mm/dasarian),” paparnya.
Sedangkan curah hujan kriteria menengah (50-150 mm/dasarian) terjadi di Aceh bagian selatan, Riau, Lampung bagian selatan, Jawa Tengah bagian barat, Kalimantan Barat bagian barat laut, dan Maluku Utara.
Untuk curah hujan kategori tinggi (>150 mm/dasarian) terjadi di Sulawesi Tengah bagian selatan, Sulawesi Tenggara bagian utara, Pulau Seram bagian barat, Papua Barat bagian barat, dan Papua bagian tengah khususnya di sekitar Timika.
“Dibandingkan dengan curah hujan normalnya (rata-rata iklim 1981-2010) pada bulan Juni, 50% dari wilayah-wilayah tersebut menunjukkan kondisi Atas Normal (lebih basah dari biasanya),” ungkap Herizal.
Sedangkan 30% wilayah yang lebih kering (Bawah Normal) terjadi di Sumatera Utara bagian tengah, Jawa Barat bagian tengah, Jawa Tengah bagian tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah bagian utara, Papua Barat bagian timur, Jayapura, dan Papua bagian utara dan tengah.
Prediksi curah hujan pada akhir Juni hingga pertengahan Juli 2020 umumnya akan berada pada kisaran kriteria rendah (0 – 50 mm/dasarian) hingga menengah (50 – 150 mm/dasarian) di sebagian besar wilayah.
Potensi curah hujan rendah (<50 mm) diprakirakan dapat terjadi di Sumatera khusunya di Riau dengan peluang >70%. Sementara itu, potensi curah hujan rendah di Jawa (kecuali Banten), Bali, NTB, NTT, sebagian Sulawesi Selatan bagian selatan dan Papua bagian selatan di sekitar Merauke memiliki peluang > 90%.
“Hasil monitoring indikator anomali iklim Samudera Pasifik yaitu suhu muka laut wilayah indikator ENSO (Nino 3.4) sampai dengan pertengahan Juni dalam kondisi Netral (fluktuasi suhu muka laut tidak menyimpang lebih dari 0,5°C dari rata rata normal klimatologisnya),” ungkapnya.
Sebagian besar Lembaga Meteorologi dunia memprediksi anomali suhu muka laut di Nino 3.4 sampai akhir tahun berkisar antara Netral dan La Nina Lemah. Kondisi La Nina lemah dinyatakan apabila penyimpangan suhu muka laut di wilayah indikator ENSO lebih dingin -0,5° s.d -1,0°C dari normal klimatologisnya.
Apabila kondisi La Nina dapat terjadi, hal tersebut dapat menambah peluang peningkatan curah hujan di sebagian wilayah Indonesia, sehingga musim kemarau terkesan lebih basah karena lebih banyak hujan daripada kemarau biasanya.
Sementara itu monitoring anomali iklim Samudera Hindia menunjukkan beda suhu muka laut perairan timur Afrika dan sebelah barat Sumatera sebagai indikator Dipole Mode Samudera Hindia (IOD) bernilai positif (IOD+) pada pertengahan Juni. “Kondisi IOD+ diprediksi akan kembali Netral pada Juli hingga November 2020,” ujarnya.
Monitoring terhadap kondisi suhu muka laut perairan Indonesia menunjukkan kondisi normal dengan kisaran anomali suhu muka laut antara -0.5 s/d +2°C. Suhu muka laut yang hangat (anomali positif) terjadi di perairan timur Sumatera, perairan selatan Jawa, Laut Banda, dan perairan utara Papua.
“Dari berbagai kondisi tersebut, diperkirakan akan menjadikan musim kemarau di sebagian wilayah Indonesia cenderung basah, namun perlu tetap diwaspadai adanya potensi kekeringan di 30% wilayah Zona Musim (ZOM),” paparnya.
Yaitu di Aceh bagian utara, tengah dan selatan, Sumatera Utara bagian selatan, Riau bagian utara, Lampung bagian utara dan timur, Banten bagian selatan, sebagian Jawa Barat, Jawa Tengah bagian tengah dan utara, DIY bagian timur, sebagian Jawa Timur, Bali bagian selatan dan timur, sebagian Nusa Tenggara Barat, sebagian kecil Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur bagian timur dan selatan, sebagian Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat bagian selatan, Sulawesi Tenggara bagian selatan, dan Maluku bagian barat dan selatan.
Berdasarkan perkembangan musim kemarau dan prospek curah hujan 6 bulan mendatang, serta tidak adanya ancaman potensi anomali iklim global yang signifikan, para mitra kerja BMKG dan juga masyarakat umum secara luas hendaknya dapat memanfaatkan informasi iklim ini untuk kewaspadaan ataupun untuk perencanaan jangka pendek.
“Untuk daerah yang masih mendapatkan curah hujan tinggi perlu mewaspadai potensi perkembangan nyamuk pembawa penyakit demam berdarah,” tandasnya.
Sedangkan untuk daerah-daerah yang yang telah memasuki musim kemarau dengan deret hari kering yang cukup panjang, serta diprediksi dalam 2 hingga 4 bulan ke depan menerima hujan dengan intensitas rendah, perlu melakukan langkah mitigasi antara lain budi daya pertanian yang tidak membutuhkan banyak air, melakukan gerakan hemat penggunaan air bersih, dan mewaspadai kebakaran hutan, lahan, dan semak.
“Bagi masyarakat yang hendak memperoleh informasi terkini, BMKG membuka layanan informasi cuaca 24 jam, yaitu melalui, call center 021-6546315/18 atau http://www.bmkg.go.id, follow media sosial @infoBMKG, atau dapat langsung menghubungi kantor BMKG terdekat,” ungkapnya.
(nbs)