LSI Denny JA: Netizen Memegang Peranan Kunci untuk Pemenangan di Pilpres 2024

Sabtu, 16 Juli 2022 - 20:23 WIB
loading...
LSI Denny JA: Netizen...
Survei terbaru yang dirilis oleh LSI Denny JA pada awal Juli 2022 memunculkan kantong suara baru yang memiliki potensi besar untuk mempengaruhi hasil Pilpres 2024, yakni kantong suara komunitas digital alias netizen. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Survei terbaru yang dirilis oleh LSI Denny JA pada awal Juli 2022 memunculkan kantong suara baru yang memiliki potensi besar untuk mempengaruhi hasil Pilpres 2024 , yakni kantong suara komunitas digital alias netizen . Kantong suara komunitas digital ini disandingkan dengan kantong suara besar lainnya yang sudah ada dan juga memiliki pengaruh dalam Pilpres, yakni kantong suara wong cilik dan kantong suara pemilih Islam.

"Salah satu temuan penting dari hasil survei terbaru LSI Denny JA adalah bahwa pada saat ini pertama kalinya dalam sejarah, dua tahun menjelang Pilpres 2024, komunitas digital atau yang biasa kita sebut sebagai netizen ini jumlahnya sudah 50 persen lebih. Memang ini khusus untuk pengguna Facebook. Bahkan untuk pengguna WhatsApp dan WhatsApp grup mencapai 60 persen," ujar Direktur CPA-LSI Denny JA, Ade Mulyana dalam diskusi virtual XYZ+ bertajuk "Netizen Menentukan Pemenang Pilpres 2024" yang digelar, Sabtu (16/7/2022).

"Nah jadi dengan jumlah yang di atas 50 persen ini, maka kami kategorikan bahwa netizen ini merupakan kantong suara besar baru di samping kantong-kantong suara besar yang lama. Misalnya, kita tahu kantong suara besar dari wong cilik dan juga pemilih muslim," sambungnya.

Dia menjelaskan bahwa untuk survei nasional ke depannya, pihaknya akan lebih concern untuk menggali lebih dalam dan mendetail data di lapangan mengenai potensi masing-masing pengguna platform media sosial, termasuk Instagram, YouTube, Twitter, dan juga TikTok.

Berkaca dari Filipina
Fenomena munculnya kantong suara baru yang potensial yakni komunitas digital sebagai penentu dalam pemilu juga terjadi di Filipina, di mana putra mantan Diktator Ferdinand Marcos, yakni Ferdinand Marcos Jr berhasil memenangkan pemilu dan menjadi orang nomor satu di Filipina, berkat kampanye digital yang masif.

"Ada dua kesamaan antara kondisi di Indonesia dan di Filipina. Yang pertama adalah, kita sama-sama tahu bahwa Filipina dengan Pemerintahan Marcos pada saat itu boleh dibilang adalah masa diktator. Dan kita juga pernah mengalami masa-masa Orde Baru, jaman Pak Harto. Itu kesamaan pertama," kata Ade.

"Persamaan kedua, memang mayoritas pemilih di Filipina itu berasal dari kalangan muda. Kemungkinan nanti juga sama di Indonesia pada 2024 di mana mayoritas pemilih kita juga adalah mereka yang berusia muda," jelasnya.

Dengan kesamaan-kesamaan ini, kata dia, memang kita perlu khawatir karena memang ada semacam short term memory dari pengguna media sosial bahwa mereka terkesan mereka cepat lupa ingatan. Meskipun masa lalu Marcos ini pernah jadi diktator, tetapi ketika putranya melakukan pencitraan di media sosial dengan mungkin disrupsi informasi dan lain sebagainya.

"Dan juga masyarakat pemilih muda, mereka ini tidak mengalami pada mada diktator itu berkuasa jadi memang akan mudah terpengaruh oleh kampanye-kampanye di media sosial yang meskipun itu hanya pencitraan. Ini memang jadi tantangan terbesar bagaimana nanti kita menghadapi Pilpres jika kita berkaca dari pengalaman Filipina yang baru saja memenangkan Marcos Jr," paparnya.

KIB Unggul di Kantong Suara Komunitas Digital
Survei terbaru LSI Denny JA itu juga mengungkapkan bahwa poros Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) unggul di kantong suara di komunitas digital. "Kalau kita lihat sekarang ini, ada tiga poros kekuatan utama, yakni PDIP dengan satu partai saja, juga ada koalisi yang sudah solid yakni KIB, dan juga ada koalisi yang diprakarsai Gerindra dan mungkin juga PKB sebagai poros ketiga," jelas Ade.

"Memang dari tiga poros tadi, untuk kantong suara netizen ini yang lebih unggul adalah KIB. Kenapa? Mungkin kalau kita lihat dari segmentasinya, pengguna media sosial rata-rata adalah mereka yang berasal dari perkotaan dan juga berpendapat tinggi," sambungnya.

Untuk PDIP, kata dia, unggul di kantong-kantong suara wong cilik, karena memang PDIP ini mengampanyekan sebagai partai wong cilik. Untuk koalisi Gerindra-PKB ini lebih unggul ke pemilih muslim. "Jadi memang, dua koalisi ini yang belum unggul di segmen pemilih digital. Jadi mereka harus menargetkan segmen ini," papar Ade.

Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa jika poros lain ingin menyalib KIB dan merebut suara di kantong pemilih digital maka mereka harus mengkampanyekan narasi-narasi yang sesuai dengan tipikal atau segmen masyarakat berpendidikan dan penghasilan tinggi.

"Begitu pun juga dengan KIB, jika ingin merebut suara dari kantong suara wong cilik, narasi-narasi harus disesuaikan dengan wong cilik. Demikian juga dengan kantong suara pemilih muslim," tutup Ade.
(kri)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1847 seconds (0.1#10.140)