Pemerintah Diminta Antisipasi Dampak Krisis Global Akibat Pandemi Covid-19

Rabu, 13 Juli 2022 - 20:39 WIB
loading...
Pemerintah Diminta Antisipasi Dampak Krisis Global Akibat Pandemi Covid-19
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat meminta pemerintah mengambil sejumlah langkah untuk mengantisipasi dampak krisi global akibat pandemi Covid-19. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pemerintah diminta mengambil sejumlah langkah antisipasi untuk mengatasi berbagai dampak krisis global akibat pandemi Covid-19. Caranya dengan pemanfaatan sumber daya alam dan berbagai peluang yang dimiliki.

"Langkah antisipasi terhadap krisis harus segera disiapkan. Dalam jangka panjang mengandalkan sumber daya alam saja tentu bukan sebuah solusi, sumber daya manusia mesti disiapkan untuk memperkuat ketahanan ekonomi nasional," kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat diskusi daring bertema Mengurai Ancaman Krisis Lanjutan Pascapandemi yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (13/7/2022).

Diskusi yang dimoderatoriEkonom, Direktur Sparklabs Incubation Univiversitas Pelita Harapan Radityo Fajar Arianto itu, menghadirkan Staf Ahli Menteri PPN/Bappenas Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Vivi Yulaswati, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga Badri Munir Sukoco.



CEO S. ASEAN International Advocacy & Consultancy / SAIAC Shanti Shamdasani, Presiden Direktur Celebes Capital-Praktisi Bisnis Bambang Adi Prasetyo, Peneliti INDEF bidang Ekonomi Industri, Perdagangan dan Investasi Ahmad Heri Firdaus, dan Ekonom, Masyarakat Ekonomi Syariah - Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Dianta Sebayang.

Menurut Lestari, mengurai sejumlah potensi ancaman krisis harus dimaknai sebagai upaya untuk berpikir futuristik dan adaptif. Artinya, jelas Rerie, sapaan akrab Lestari, kita menyelisik potensi sumber daya yang dimiliki sekaligus menyesuaikan dengan tren, sembari mengantisipasi ancaman yang mungkin terjadi.

Menurut Rerie, berbagai krisis memberi pembelajaran penting untuk kembali menata aspek ekonomi, politik, budaya, sosial dan pertahanan keamanan yang kita miliki. Anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem itu menyebut, penataan bisa dimulai dari pemulihan sektor potensial seperti sektor ekonomi untuk ketahanan negara dan sektor politik untuk stabilitas keamanan.



"Pandemi yang berdampak pada hampir semua sektor kehidupan menuntut adaptasi dan inovasi di berbagai bidang," ujar Rerie, yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu.

Staf Ahli Menteri PPN/Bappenas Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Vivi Yulaswati mengungkapkan kondisi dunia saat ini masih dipengaruhi kenaikan harga pangan dan energi yang tinggi. Akibatnya, ujar Vivi, terjadi peningkatan food insecurity di sejumlah negara akibat konflik, ketidakamanan dan cuaca ekstrem.

Menurut Vivi, ketahanan pangan Indonesia relatif baik dengan catatan harus didukung ketersediaan air yang cukup, terutama di Indonesia Timur. Pertumbuhan ekonomi antar daerah, ungkap Vivi, saat ini masih menyisakan sejumlah daerah yang pertumbuhan ekonominya negatif.

Pada kondisi saat ini, tambahnya, keberadaan jaring pengaman sosial sangat penting. "Kita harus bisa memanfaatkan ekspor sumber daya alam kita tidak dalam bentuk mentah, tapi lewat bahan olahan," tambahnya.

Langkah yang sedang dijalani Pemerintah saat ini, ujar Vivi, berupaya menerapkan penyaluran pengaman sosial yang lebih komperhensif lewat perbaikan data, dan tidak sekadar charity. Namun, lebih kepada aspek penguatan SDM dalam upaya memberi perhatian kepada kelompok miskin dan rentan.

Ekonom dari Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Dianta Sebayang mengungkapkan ada potensi ekonomi sebesar USD2 triliun pada ekonomi halal global, yang bisa menjadi salah satu peluang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Bahkan, industri halal global saat ini sangat diminati juga oleh negara-negara non muslim. Dianta mendorong agar Indonesia nampu menjadi produsen dalam industri halal dunia lewat peningkatan kreativitas yang out of the box dalam menghadapi tantangan krisis saat ini.

CEO SAIAC Shanti Shamdasani mengaku tidak mengira dampak krisis separah ini hingga menyebabkan sejumlah negara bangkrut. Menurut Shanti, penyebab kebrangkutan sejumlah negara saat ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini krisis global didorong oleh gelembung utang sejumlah negara.

"Gelembung utang sejumlah bisnis dan negara memicu krisis finansial dunia. Negara mana lagi yang akan terdampak? Bisa dilihat dari besarnya utang negara yang bersangkutan," ujarnya.

Langkah yang bisa mendorong ekonomi tumbuh saat ini, ujar Shanti, adalah pengembangan bisnis domestik yang berkaitan dengan kebutuhan dasar masyarakat. Upaya ini, jelas Shanti, bisa jadi penyelamat kita dari krisis. Langkah lain, adalah dengan tidak menambah utang. Shanti bersyukur dengan utang Indonesia yang saat ini menyusut.

Presiden Direktur Celebes Capital, Bambang Adi Prasetyo menilai kondisi pergerakan ekonomi yang terjadi saat ini merupakan sebuah siklus, seperti dalam sebuah bejana berhubungan. Pergerakan ekonominya, tergantung oportunity di sektor-sektor yang dinilai menguntungkan. Bagi investor, jelas Bambang, yang dicari adalah yield yang tinggi, sehingga selalu mencari instrumen baru. "Selalu ada peluang dalam setiap tantangan yang ada," ujarnya.

Berdasarkan analisa Bambang, ada tiga sektor yang sangat dibutuhkan dunia saat ini yaitu sektor pangan, energi dan air. Dengan berfokus pada pengembangan di tiga sektor tersebut, diharapkan Indonesia bisa meningkatkan daya tahan ekonominya.

Peneliti INDEF bidang Ekonomi Industri, Perdagangan dan Investasi, Ahmad Heri Firdaus berpendapat, tidak stabilnya kondisi global menyebabkan sejumlah negara melakukan kebijakan pembatasan ekspor yang berdampak pada menipisnya pasokan dunia. Menurut Ahmad, bila pemerintah tidak mampu mengatasi subsidi BBM seiring dengan kenaikan harga minyak dunia akan menciptakan inflasi yang semakin tinggi. "Defisit APBN 3% menjadi sulit terwujud," ujarnya.

Menurut Ahmad, dalam setiap krisis pasti ada pemicunya sehingga Indonesia harus mampu memitigasi dan mengelola faktor pemicunya agar mampu mengatasi krisis itu. Sejumlah upaya yang harus dilakukan, tambah Ahmad, antara lain adalah menjaga produktivitas masyarakat lewat sejumlah insentif usaha, peningkatan pemanfaatan produk dalam negeri dan penerapan non tariff measures (NTMs) untuk impor sehingga barang-barang yang diimpor benar-benar meningkatkan produktivitas di dalam negeri. "Bukan antiimpor, tetapi impor kita harus selektif," tegasnya.

Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Badri Munir Sukoco berpendapat untuk mempertahankan ekonomi tetap tumbuh Indonesia bisa memanfaatkan tingginya domestic demand yang dimiliki. Langkah krusial yang harus dilakukan, menurut Badri, adalah menjaga harapan dan kepercayaan diri masyarakat agar tetap memiliki daya beli yang tinggi.

Selain itu, tambahnya, menekan pertumbuhan impor dan menerapkan diversifikasi pangan secara nyata harus benar-benar diterapkan. Belanja pemerintah, jelas Badri, harus ditekan terutama pos perjalanan luar negeri untuk sementara harus dihapus. Langkah ini, tambah dia, sekaligus menekan larinya devisa ke luar negeri.
(cip)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2083 seconds (0.1#10.140)