KPK Panggil Direktur Summarecon Agung terkait Dugaan Suap Eks Wali Kota Yogyakarta
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) mengagendakan pemeriksaan terhadap Direktur Proyek PT Summarecon Agung (SMRA), Jason Lim, Senin (11/7/2022). Sedianya Jason bakal diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan suap yang menjerat mantan Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti (HS).
Selain Jason, penyidik juga memanggil tiga saksi lain hari ini. Mereka adalah JP Permit Manager PT Summarecon Agung, Dwi Putranto Setyaning; Head of Finance & Accounting, Sumarecon Property Development, Dony Irawan; serta Staf Akunting PT Summarecon Agung, Marthin.
"Hari ini, pemeriksaan saksi kasus suap pengurusan perizinan di wilayah Pemerintah Kota Yogyakarta, untuk tersangka HS dkk. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri melalui pesan singkatnya, Senin (11/7/2022).
Untuk diketahui, KPK telah menetapkan empat tersangka kasus dugaan suap terkait pengurusan izin pembangunan Apartemen Royal Kedhaton Yogyakarta. Empat orang itu adalah Haryadi Suyuti (HS); Vice Presiden Real Estate PT Summarecon Agung (SMRA), Oon Nusihono (ON); Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta, Nurwidhihartana (NWH); dan Sekretaris Pribadi merangkap Ajudan Haryadi Suyuti, Triyanto Budi Yuwono (TBY).
Haryadi, Nurwidhihartana, dan Triyanto Budi Yuwono ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Sedangkan Oon Nusihono ditetapkan sebagai pihak pemberi suap. Mereka ditetapkan sebagai tersangka setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup.
Perkara ini bermula ketika Oon selaku petinggi PT Summarecon Agung Tbk melalui Direktur Utama (Dirut) PT Java Orient Property (JOP), Dandan Jaya mengajukan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk pembangunan Apartemen Royal Kedhaton yang berada di kawasan Malioboro pada 2019. Untuk diketahui, PT JOP merupakan anak usaha dari PT Summarecon Agung.
Baca juga: KPK Perpanjang Masa Penahanan Eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti
Kemudian, proses permohonan izin berlanjut di tahun 2021. Untuk memuluskan pengajuan permohonan tersebut, Oon dan Dandan Jaya diduga melakukan pendekatan dan komunikasi serta kesepakatan dengan Haryadi Suyuti yang saat itu menjabat Walikota Yogyakarta. Diduga, ada kesepakatan jahat antara Oon dan Haryadi. Kesepakatan jahat keduanya antara lain Haryadi berkomitmen kepada Oon akan selalu mengawal permohonan IMB untuk pembangunan apartemen Royal Kedhaton dengan memerintahkan anak buahnya.
Haryadi menyuruh anak buahnya yakni, Kadis PUPR saat itu untuk segera menerbitkan IMB. Dia juga memerintahkan agar penerbitan IMB Apartemen Royal Kedhaton yang diminta Oon Nusihono disertai dengan uang pelicin. Namun, dari hasil penelitian dan kajian yang dilakukan Dinas PUPR, ditemukan ada beberapa syarat yang tidak terpenuhi terkait IMB pembangunan Apartemen Royal Kedhaton. Di antaranya, terdapat ketidaksesuaian dasar aturan bangunan, khususnya terkait tinggi dan posisi derajat kemiringan bangunan dari ruas jalan.
Haryadi yang mengetahui ada kendala tersebut, langsung menerbitkan surat rekomendasi yang mengakomodir permohonan Oon. Salah satunya dengan menyetujui tinggi bangunan melebihi batas aturan maksimal agar IMB yang diminta Oon dapat segera diterbitkan.
Selama proses penerbitan izin IMB Apartemen Royal Kedhaton, diduga terjadi penyerahan uang secara bertahap dengan nilai minimal sekitar sejumlah Rp50 juta dari Oon untuk Haryadi melalui Triyanto Budi Yuwono. Aliran uang juga mengalir ke Nurwidhihartana.
Berlanjut pada 2022, IMB pembangunan apartemen Royal Kedhaton yang diajukan PT JOP akhirnya terbit. Atas terbitnya IMB tersebut Oon menemui Haryadi di rumah dinasnya dan menyerahkan uang sekitar USD27.258 yang dikemas dalam goodiebag.
Uang itu diserahkan Oon kepada Haryadi melalui Triyanto Budi Yuwono sebagai orang kepercayaannya. Uang itu juga akan dibagikan kepada Nurwidhihartana. Selain suap tersebut, Haryadi diduga juga menerima sejumlah uang dari beberapa penerbitan IMB lainnya.
Selain Jason, penyidik juga memanggil tiga saksi lain hari ini. Mereka adalah JP Permit Manager PT Summarecon Agung, Dwi Putranto Setyaning; Head of Finance & Accounting, Sumarecon Property Development, Dony Irawan; serta Staf Akunting PT Summarecon Agung, Marthin.
"Hari ini, pemeriksaan saksi kasus suap pengurusan perizinan di wilayah Pemerintah Kota Yogyakarta, untuk tersangka HS dkk. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri melalui pesan singkatnya, Senin (11/7/2022).
Untuk diketahui, KPK telah menetapkan empat tersangka kasus dugaan suap terkait pengurusan izin pembangunan Apartemen Royal Kedhaton Yogyakarta. Empat orang itu adalah Haryadi Suyuti (HS); Vice Presiden Real Estate PT Summarecon Agung (SMRA), Oon Nusihono (ON); Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta, Nurwidhihartana (NWH); dan Sekretaris Pribadi merangkap Ajudan Haryadi Suyuti, Triyanto Budi Yuwono (TBY).
Haryadi, Nurwidhihartana, dan Triyanto Budi Yuwono ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Sedangkan Oon Nusihono ditetapkan sebagai pihak pemberi suap. Mereka ditetapkan sebagai tersangka setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup.
Perkara ini bermula ketika Oon selaku petinggi PT Summarecon Agung Tbk melalui Direktur Utama (Dirut) PT Java Orient Property (JOP), Dandan Jaya mengajukan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk pembangunan Apartemen Royal Kedhaton yang berada di kawasan Malioboro pada 2019. Untuk diketahui, PT JOP merupakan anak usaha dari PT Summarecon Agung.
Baca juga: KPK Perpanjang Masa Penahanan Eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti
Kemudian, proses permohonan izin berlanjut di tahun 2021. Untuk memuluskan pengajuan permohonan tersebut, Oon dan Dandan Jaya diduga melakukan pendekatan dan komunikasi serta kesepakatan dengan Haryadi Suyuti yang saat itu menjabat Walikota Yogyakarta. Diduga, ada kesepakatan jahat antara Oon dan Haryadi. Kesepakatan jahat keduanya antara lain Haryadi berkomitmen kepada Oon akan selalu mengawal permohonan IMB untuk pembangunan apartemen Royal Kedhaton dengan memerintahkan anak buahnya.
Haryadi menyuruh anak buahnya yakni, Kadis PUPR saat itu untuk segera menerbitkan IMB. Dia juga memerintahkan agar penerbitan IMB Apartemen Royal Kedhaton yang diminta Oon Nusihono disertai dengan uang pelicin. Namun, dari hasil penelitian dan kajian yang dilakukan Dinas PUPR, ditemukan ada beberapa syarat yang tidak terpenuhi terkait IMB pembangunan Apartemen Royal Kedhaton. Di antaranya, terdapat ketidaksesuaian dasar aturan bangunan, khususnya terkait tinggi dan posisi derajat kemiringan bangunan dari ruas jalan.
Haryadi yang mengetahui ada kendala tersebut, langsung menerbitkan surat rekomendasi yang mengakomodir permohonan Oon. Salah satunya dengan menyetujui tinggi bangunan melebihi batas aturan maksimal agar IMB yang diminta Oon dapat segera diterbitkan.
Selama proses penerbitan izin IMB Apartemen Royal Kedhaton, diduga terjadi penyerahan uang secara bertahap dengan nilai minimal sekitar sejumlah Rp50 juta dari Oon untuk Haryadi melalui Triyanto Budi Yuwono. Aliran uang juga mengalir ke Nurwidhihartana.
Berlanjut pada 2022, IMB pembangunan apartemen Royal Kedhaton yang diajukan PT JOP akhirnya terbit. Atas terbitnya IMB tersebut Oon menemui Haryadi di rumah dinasnya dan menyerahkan uang sekitar USD27.258 yang dikemas dalam goodiebag.
Uang itu diserahkan Oon kepada Haryadi melalui Triyanto Budi Yuwono sebagai orang kepercayaannya. Uang itu juga akan dibagikan kepada Nurwidhihartana. Selain suap tersebut, Haryadi diduga juga menerima sejumlah uang dari beberapa penerbitan IMB lainnya.
(abd)