Muhibah Budaya Jalur Rempah Digelar di NTT, Mengembalikan Kejayaan Kayu Cendana
loading...
A
A
A
"Sebelum zaman penjajahan Jepang, Belanda, dan Portugis sudah menemukan cendana di Timor sebagai rempah yang sangat bernilai, dan mahal harganya. Cendana ini akan punah karena adanya eksploitasi yang besar-besaran tanpa dibarengi budidaya, " ujar wakil gubernur NTT periode 2013-2018 ini.
Pulau Timor bagian timur merupakan daerah penghasil kayu cendana, salah satu wewangian yang hanya tumbuh di Nusantara. Bersama dengan produk wewangian lainnya, seperti kayu gaharu di Sumatra dan Kalimantan, kapur barus di Sumatra bagian barat, cendana turut meramaikan jalur perdagangan wewangian dunia yang berpusat di Jazirah Arab, pusat perdagangan wewangian dupa tertua di dunia.
Komoditas wewangian menjadi salah satu komoditas penting dalam pasar perdagangan dunia, berdampingan dengan rempah. Sejak ribuan tahun lalu, wewangian adalah elemen penting dalam ritual keagamaan, pengobatan, kecantikan, dan pengawet jenazah raja dan para pembesar.
Teks-teks Ibrani dari masa Raja Sulaiman sekitar 950 SM telah menyebut cendana yang mereka duga berasal dari India Selatan. Sebagaimana rempah, cendana juga sempat singgah di India, lalu dianggap berasal dari dataran itu.
Padahal cendana terbaik hanya lahir di daerah kering seperti kepulauan Timor, bagian timur Nusantara. “Oleh sebab itu, mengikuti para pedagang Nusantara, Arab, dan China, para pedagang Eropa juga turut datang ke wilayah Timor untuk menambang emas hijau beraroma wangi itu,” Kata Ketua Yayasan Penguatan Lingkar Belajar Komunitas Lokal NTT, Torry Kuswardono.
Pulau Timor pada abad ke-16 masehi terkenal sebagai satu-satunya sumber cendana terbaik di dunia. Bahkan berabad-abad sebelum itu, pedagang Makau dan Hong Kong telah merambah Timor melalui jalur rahasia. Pilliot Lamster menulis bahwa perdagangan kayu cendana oleh orang Cina sudah dimulai pada awal abad masehi. OW Walters juga menyatakan hal yang sama, bahwa Cina telah berdagang dengan Timor sejak awal abad masehi.
Timor juga telah disinggahi pedagang India dan menukar cendana, emas hijau dari Timor itu dengan kuda-kuda yang kemudian banyak berkembang biak di Sumba. Dalam setahun, para pedagang India dan China datang ke Timor sebanyak dua kali dengan membawa cendana untuk diperdagangkan di Malaka. “Oleh penduduk Timor, pedagang Cina disebut dengan Sina Mutin Melaka (orang Cina berkulit putih dari Malaka),” jelas Torry.
Di masa jayanya, cendana dari Timor terus memudar dari waktu ke waktu. Sebutan Nusa Cendana bagi tanah Timor semakin lama tak terdengar lagi. Perubahan iklim menjadi tantangan tersendiri dalam usaha budidaya cendana putih hingga tidak berjalan mulus.
Jutaan bibit cendana yang ditanam di pelosok tanah Timor banyak yang mati pada saat pucuk daun pohon mulai mekar. Muhibah Budaya Jalur Rempah dengan pelayaran menggunakan KRI Dewaruci ini setidaknya menjadi petisi bagi kita semua yang berkepentingan untuk mengembalikan aroma wangi cendana.
Pulau Timor bagian timur merupakan daerah penghasil kayu cendana, salah satu wewangian yang hanya tumbuh di Nusantara. Bersama dengan produk wewangian lainnya, seperti kayu gaharu di Sumatra dan Kalimantan, kapur barus di Sumatra bagian barat, cendana turut meramaikan jalur perdagangan wewangian dunia yang berpusat di Jazirah Arab, pusat perdagangan wewangian dupa tertua di dunia.
Komoditas wewangian menjadi salah satu komoditas penting dalam pasar perdagangan dunia, berdampingan dengan rempah. Sejak ribuan tahun lalu, wewangian adalah elemen penting dalam ritual keagamaan, pengobatan, kecantikan, dan pengawet jenazah raja dan para pembesar.
Teks-teks Ibrani dari masa Raja Sulaiman sekitar 950 SM telah menyebut cendana yang mereka duga berasal dari India Selatan. Sebagaimana rempah, cendana juga sempat singgah di India, lalu dianggap berasal dari dataran itu.
Padahal cendana terbaik hanya lahir di daerah kering seperti kepulauan Timor, bagian timur Nusantara. “Oleh sebab itu, mengikuti para pedagang Nusantara, Arab, dan China, para pedagang Eropa juga turut datang ke wilayah Timor untuk menambang emas hijau beraroma wangi itu,” Kata Ketua Yayasan Penguatan Lingkar Belajar Komunitas Lokal NTT, Torry Kuswardono.
Pulau Timor pada abad ke-16 masehi terkenal sebagai satu-satunya sumber cendana terbaik di dunia. Bahkan berabad-abad sebelum itu, pedagang Makau dan Hong Kong telah merambah Timor melalui jalur rahasia. Pilliot Lamster menulis bahwa perdagangan kayu cendana oleh orang Cina sudah dimulai pada awal abad masehi. OW Walters juga menyatakan hal yang sama, bahwa Cina telah berdagang dengan Timor sejak awal abad masehi.
Timor juga telah disinggahi pedagang India dan menukar cendana, emas hijau dari Timor itu dengan kuda-kuda yang kemudian banyak berkembang biak di Sumba. Dalam setahun, para pedagang India dan China datang ke Timor sebanyak dua kali dengan membawa cendana untuk diperdagangkan di Malaka. “Oleh penduduk Timor, pedagang Cina disebut dengan Sina Mutin Melaka (orang Cina berkulit putih dari Malaka),” jelas Torry.
Di masa jayanya, cendana dari Timor terus memudar dari waktu ke waktu. Sebutan Nusa Cendana bagi tanah Timor semakin lama tak terdengar lagi. Perubahan iklim menjadi tantangan tersendiri dalam usaha budidaya cendana putih hingga tidak berjalan mulus.
Jutaan bibit cendana yang ditanam di pelosok tanah Timor banyak yang mati pada saat pucuk daun pohon mulai mekar. Muhibah Budaya Jalur Rempah dengan pelayaran menggunakan KRI Dewaruci ini setidaknya menjadi petisi bagi kita semua yang berkepentingan untuk mengembalikan aroma wangi cendana.
(poe)