Muhibah Budaya Jalur Rempah Digelar di NTT, Mengembalikan Kejayaan Kayu Cendana

Senin, 27 Juni 2022 - 13:41 WIB
loading...
Muhibah Budaya Jalur...
Sedikitnya 40 orang pemuda dari 34 provinsi di Indonesia sebagai Laskar Rempah melakukan berbagai aktivitas budaya di Kota Kupang. Muhibah Budaya Jalur Rempah dimulai dengan kegiatan menanam cendana. Foto/Dok. SINDOnews
A A A
KUPANG - Sedikitnya 40 orang pemuda dari 34 provinsi di Indonesia sebagai Laskar Rempah melakukan berbagai aktivitas budaya di Kota Kupang. Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi menjadi singgahan keenam dari Muhibah Budaya Jalur Rempah yang mengunakan KRI Dewaruci .

Sebelumnya kegiatan Muhibah Budaya Jalur Rempah digelar di Banda Neira. Program Muhibah Budaya Jalur Rempah ingin menumbuhkan kebanggaan masyarakat di berbagai daerah sekaligus memperkuat jejaring interaksi budaya antardaerah. Program ini juga menginisiasi berbagai aktifitas terkait rempah-rempah di daerahnya masing-masing sebagai modal untuk meningkatkan kesejahteraan.

Direktur Perlindungan Kebudayaan, Ditjen Kebudayaan Kemdikbudristek, Irini Dewi Wanti mengatakan, Indonesia merupakan pemegang sah jalur rempah . Jejak rempah Indonesia telah menjadi ikon budaya yang mendunia dan menjadi jalur diplomasi internasional bidang kebudayaan.

“Muhibah Budaya Jalur Rempah adalah sebagai bagian mengumandangkan kejayaan Nusantara dalam jalur rempah, melahirkan generasi muda yang membawa semangat rempah yang baru, semangat Indonesia yang berdikari, berinovasi, dan terus berikhtiar mewujudkan kemakmuran bagi Indonesia agar dapat mampu mewarnai peradaban dunia,” kata Irini Dewi Wanti dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Senin (27/6/2022).

Muhibah Budaya Jalur Rempah dimulai dengan kegiatan menanam cendana. Ini sebagai salah satu penanda dukungan secara nyata pemuda-pemudi generasi masa sekarang dalam usaha membangkitkan kembali tanaman cendana agar kembali mewangi.

Selain itu juga berbagai forum bertukar pikiran dan berbagi pengalaman dalam menghadapi perkembangan dunia global, termasuk isu perubahan alam juga mereka lakukan bersama stakeholder di Kupang.

Forum itu penting untuk mendapatkan berbagai insight baru dalam usaha melestarikan budidaya cendana. Perjalanan Muhibah Budaya Jalur Rempah memfokuskan pada pemahaman dan aksi bersama sebagai usaha budidaya cendana, mulai proses penanaman bibit hingga perawatan yang membutuhkan proses tak mudah.

Deddy F. Holo, Koordinator Perubahan Iklim dan Bencana Walhi NTT mengatakan, tanaman endemik cendana menjadi salah satu tanaman yang memiliki nilai sosial, budaya dan ekonomi. Sayangnya populasi cendana di NTT saat ini menurutn akibat berbagai perilaku manusia yang cenderung melihat dari sisi ekonomi semata. “Padahal berabad-abad lalu cendana merupakan salah satu bahan pelengkap untuk berbagai ritual adat,” ujarnya.

Walhi NTT sendiri saat ini melakukan konservasi cendana dengan membangun 2 pusat pembibitan dan 1 hektare lahan indukan cendana di Sumba Timur. Hal ini sebagai upaya pelestarian dari berbagai ancaman seperti kebakaran hutan, illegal loging, dan rendahnya minat masyarakat menanam cendana.

Sesepuh Masyarakat Timor, Beny Litelnoni prihatin terhadap nasib rempah cendana di Pulau Timor yang semakin terancam. Memang saat ini ada beberapa kelompok tani yang sudah berinisiatif untuk budidaya kayu cendana, dan mulai berkembang. Hanya saja, perlu ada dukungan anggaran dari pemerintah.

"Sebelum zaman penjajahan Jepang, Belanda, dan Portugis sudah menemukan cendana di Timor sebagai rempah yang sangat bernilai, dan mahal harganya. Cendana ini akan punah karena adanya eksploitasi yang besar-besaran tanpa dibarengi budidaya, " ujar wakil gubernur NTT periode 2013-2018 ini.

Pulau Timor bagian timur merupakan daerah penghasil kayu cendana, salah satu wewangian yang hanya tumbuh di Nusantara. Bersama dengan produk wewangian lainnya, seperti kayu gaharu di Sumatra dan Kalimantan, kapur barus di Sumatra bagian barat, cendana turut meramaikan jalur perdagangan wewangian dunia yang berpusat di Jazirah Arab, pusat perdagangan wewangian dupa tertua di dunia.

Komoditas wewangian menjadi salah satu komoditas penting dalam pasar perdagangan dunia, berdampingan dengan rempah. Sejak ribuan tahun lalu, wewangian adalah elemen penting dalam ritual keagamaan, pengobatan, kecantikan, dan pengawet jenazah raja dan para pembesar.

Teks-teks Ibrani dari masa Raja Sulaiman sekitar 950 SM telah menyebut cendana yang mereka duga berasal dari India Selatan. Sebagaimana rempah, cendana juga sempat singgah di India, lalu dianggap berasal dari dataran itu.

Padahal cendana terbaik hanya lahir di daerah kering seperti kepulauan Timor, bagian timur Nusantara. “Oleh sebab itu, mengikuti para pedagang Nusantara, Arab, dan China, para pedagang Eropa juga turut datang ke wilayah Timor untuk menambang emas hijau beraroma wangi itu,” Kata Ketua Yayasan Penguatan Lingkar Belajar Komunitas Lokal NTT, Torry Kuswardono.

Pulau Timor pada abad ke-16 masehi terkenal sebagai satu-satunya sumber cendana terbaik di dunia. Bahkan berabad-abad sebelum itu, pedagang Makau dan Hong Kong telah merambah Timor melalui jalur rahasia. Pilliot Lamster menulis bahwa perdagangan kayu cendana oleh orang Cina sudah dimulai pada awal abad masehi. OW Walters juga menyatakan hal yang sama, bahwa Cina telah berdagang dengan Timor sejak awal abad masehi.

Timor juga telah disinggahi pedagang India dan menukar cendana, emas hijau dari Timor itu dengan kuda-kuda yang kemudian banyak berkembang biak di Sumba. Dalam setahun, para pedagang India dan China datang ke Timor sebanyak dua kali dengan membawa cendana untuk diperdagangkan di Malaka. “Oleh penduduk Timor, pedagang Cina disebut dengan Sina Mutin Melaka (orang Cina berkulit putih dari Malaka),” jelas Torry.

Di masa jayanya, cendana dari Timor terus memudar dari waktu ke waktu. Sebutan Nusa Cendana bagi tanah Timor semakin lama tak terdengar lagi. Perubahan iklim menjadi tantangan tersendiri dalam usaha budidaya cendana putih hingga tidak berjalan mulus.

Jutaan bibit cendana yang ditanam di pelosok tanah Timor banyak yang mati pada saat pucuk daun pohon mulai mekar. Muhibah Budaya Jalur Rempah dengan pelayaran menggunakan KRI Dewaruci ini setidaknya menjadi petisi bagi kita semua yang berkepentingan untuk mengembalikan aroma wangi cendana.
(poe)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2141 seconds (0.1#10.140)